71. Sisi lain (gagal tamat bjir)

170 30 61
                                    

Saat penculik itu melangkah mendekat dan menatap Ice yang tertidur, tangannya terkepal bersiap untuk memukul Ice. Solar segera bergerak cepat. Dia jongkok di depan Ice untuk melindungi temannya.

"Jangan sentuh dia," ucap Solar tajam, menatap tajam ke arah penculik itu. "Dia gak ada hubungannya sama sekali dengan masalah ini. Lo maunya gue, kan? Selesaikan urusan lo sama gue, bukan sama dia."

Penculik itu menyeringai sinis, tampak terhibur dengan keberanian Solar. "Lucu sekali, dulu lo sama Duri cuma hidup buat ngebunuh siapapun yang ditarget sama orangtua angkat kalian. Sekarang lo mau sok-sok an ngelindungin orang? Tangan yang dulu lo pake buat nyabut nyawa orang apa pantes dipake buat ngelindungin orang lain?"

"Ini bukan urusan lo kenapa gue ngelindungin dia. Lo mau balas dendam, kan? Ambil gue, apapun yang lo rencanain, lakuin ke gue, bukan ke dia yang gak ada hubungannya sama masalah ini," balas Solar, dia melirik Ice yang masih terlelap.

Penculik itu tertawa pelan sebelum melangkah mundur, tapi dengan ancaman yang jelas. "Lo pikirin baik-baik, Solar. Saat waktunya tiba, nggak akan ada yang bisa ngelindungin lo dari dendam ini."

Pemuda berusia 15 tahun itu mendengkus kesal ketika mendengar ucapan penculik itu. Solar tetap bertahan pada posisi itu sampai penculik mereka pergi menutup pintu dan menguncinya lahi.

Ice terbangun, dahinya mengerut keheranan saat melihat Solar di depannya.

"Ada apa?" tanya Ice, dia masih mengantuk.

Solar hanya menoleh sekilas dan berdiri. "Gak ada. Lo gak perlu tahu."

Solar kembali ke samping Ice, mencoba menyembunyikan kekhawatirannya.

Solar sebenarnya bisa saja membunuh semua penculik mereka dalam waktu semalam. Namun, dia tak ingin membuat Ice trauma melihatnya.

Solar memandang kosong ke depan, memikirkan hal yang mungkin akan ia lakukan jika keadaannya berbeda. Solar tahu bahwa dia bisa saja menghabisi penculik mereka satu per satu malam itu juga. Namun, setiap kali membayangkan tindakan itu, Solar membayangkan wajah Ice yang pucat dan ketakutan.

Solar tak sanggup membayangkan ekspresi yang akan dilihatnya di wajah Ice. Sebanyak apapun ia merasa terganggu oleh kehadiran Ice, Solar tahu jika ia nekat bertindak di depan temannya itu, pasti akan ada konsekuensi berat bagi jiwa Ice.

"Enggak, gue nggak bisa lakuin itu di depannya," gumam Solar.

Solar menghela napas panjang, dia berusaha menahan diri dari keinginannya untuk melawan. Sebagian dari dirinya ingin menyelesaikan semuanya sekarang juga, tapi harga yang harus dibayar terlalu tinggi.

Saat Solar masih tenggelam dalam pikirannya, tiba-tiba pintu terbuka, dan dua penculik masuk. Mereka melangkah mendekat.

"Kita punya beberapa pertanyaan untukmu, Solar," kata salah satu penculik itu dengan nada dingin.

Solar mendengkus kasar, ia menoleh ke arah Ice yang memandangnya dengan mata cemas. Sebelum Ice sempat berkata apapun, kedua penculik itu mencengkeram lengan Solar dengan kasar, menariknya keluar dari ruangan.

Ice berusaha menggapai Solar, tetapi penculik yang lain menahan tubuh pemuda itu agar tak menyusul Solar.

"Solar!" teriak Ice.

Solar diseret menuju ruangan lain. Di dalam ruangan, pemuda itu dipaksa duduk di atas kursi kayu yang tampak rapuh, lalu kedua penculik itu berdiri di depannya.

"Sekarang, kasih tahu kami di mana lokasi Duri," ucap salah satu dari mereka dengan nada mengancam.

Solar menatap mereka yang ingin mencari abang kembarnya. "Gue gak akan kasih tahu."

Behind the Mask of a Bully (Boboiboy Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang