55. Belum menerima

225 36 55
                                    

Taufan mengernyitkan dahinya, bingung dengan ucapan Solar. "Eh lo denger pengumuman itu kan? Kita dipulangin lebih awal, lo mau gue anterin ke kos lo?" tawarnya.

Solar hanya mengangguk, Taufan segera menyeret Solar ke parkiran setelah meminta Blaze membawakan tas Solar.

"Lo kalau nganterin Solar balik, si Gempa sama siapa?" Blaze bertanya sambil menyodorkan tas milik Solar.

"Hali pulangnya bareng Ice aja, terus Blaze nganterin Gempa pulang. Gak apa-apa kan Ice?" Taufan bertanya dengan raut wajah cemas, sebenarnya dia masih kepikiran kenapa Solar berbeda dari tadi.

"Gak apa-apa. Bang Hali, aku bareng Abang aja baliknya," kata Ice sambil menarik tangan Halilintar.

Halilintar mengangguk, dia memberikan helm pada adik bungsunya.

Mereka akhirnya pulang, Blaze lebih dulu mengantarkan Gempa pulang, sedangkan Ice sudah tiduran di kamar kos karena pusing banyak tugas.

Halilintar sendiri sudah berangkat kerja, Blaze kembali ke kos dan melihat Ice yang ketiduran tanpa melepas sepatu.

"Parah bener," gumam Blaze sambil melepaskan sepatu Ice dan menyimpannya.

Di sisi lainnya Taufan mondar-mandir di depan Solar. "Solar, lo gak apa-apa?" tanyanya.

Solar menggeleng pelan. "Kadang gue merasa seperti dua orang yang berbeda. Yang satu, Solar, harus selalu jadi yang diharapkan semua orang harus jadi penurut, dan gak pernha punya masalah. Tapi ada juga Sirius, yang pengen bebas dari semua itu, yang pengen teriak bilang, ‘Gue juga manusia, dan gue capek!’"

Taufan terdiam mendengar itu, Taufan memberikan binder mini untuk Solar. "Tulis nama lo siapa, ceritain tentang lo saat jadi Solar ataupun Sirius," ujarnya.

Solar mengernyitkan dahinya lalu bertanya, "Buat apa?"

"Buat diri lo sendiri," jawab Taufan, dia menggigit bibirnya sendiri.

Jangan-jangan memang benar Solar punya kepribadian ganda? Taufan sudah menduganya sejak menyadari Solar punya beberapa sifat yang berbeda dalam beberapa waktu secara bersamaan.

"Apa perlu?" Solar bertanya.

Taufan langsung mengangguk cepat.

Solar melihat binder mini di tangannya lalu beralih pada Taufan. "Oke," gumamnya.

"Gue keluar dulu, lo istirahat aja," kata Taufan.

Taufan mengetuk pintu kamar Halilintar, Blaze dan Ice.

"Hali mana?" Taufan bertanya setelah Blaze membuka pintu.

"Kerja paruh waktu, kenapa? Tumben nyariin," balas Blaze.

"Awasin Solar di kelas," kata Taufan sebelum berbalik ingin pergi.

"Eh, soal permintaan gue supaya lo jadi temennya Solar bisa lo lupain aja, Fan. Gue gak enak karena Solar ketus banget sama lo," kata Blaze sambil menggaruk tengkuknya.

"Gue pengen temenan sama dia, ini beneran. Bukan karena terpaksa."

Setelah Taufan mengatakan itu, dia langsung pamit pergi dari kos itu. Sekilas dia mengintip Solar yang menulis sesuatu pada binder pemberian dari Taufan.

"Gue harap, kepribadian gandanya ini gak membahayakan nyawa Solar," gumam Taufan.

Blaze masih tertegun di ambang pintu kamar, pikirannya melayang pada percakapannya dengan Taufan. Dia tidak mengerti kenapa Taufan mendadak ingin berteman dengan Solar padahal awalnya ogah-ogahan.

"Kamu kenapa bengong di situ, Blaze?" tanya Ice, suaranya sedikit serak karena baru bangun tidur.

Blaze tersadar dari lamunannya. "Ah, enggak papa. Cuma lagi mikirin Solar aja."

Behind the Mask of a Bully (Boboiboy Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang