48. Kesal 3

282 47 62
                                    

Di rumah Taufan sekarang, terdengar teriakan kesal dari Taufan. Dengan gerakan refleks, tangan kanannya melayang dan mendarat keras di lengan Halilintar yang sedang mengompres pipinya.

"Lo bisa pelan-pelan kagak?" Taufan bertanya dengan nada tak santai.

Halilintar menggeleng, dia sebenarnya mengantar Taufan pulang hanya karena penasaran saja kenapa Taufan sejak pagi mengawasi Solar.

"Jadi lo disuruh Blaze sama Ice buat ngajakin Solar temenan?" Halilintar bertanya untuk memastikan setelah Taufan bercerita.

Halilintar langsung tertawa lalu menepuk pundak Taufan dengan kencang.

"Lo salah milih pendekatan woi! Menurut gue selama Solar jadi tetangga kamar kos gue tuh, dia suka komunikasi pakai media sosial. Lo coba aja DM dia, pasti responnya beda. Kalau lo nguntit dia terang-terangan ya wajar lo bakalan babak belur," kata Halilintar.

...

Solar bergumam kesal, beberapa kali dia mengetik balasan pesan dengan singkat pada seseorang yang mengganggunga sejak satu jam yang lalu.

"Capek njir, ni orang kagak ada temen lain apa sampai-sampai ngirim pesan ke gue mulu?" gumamnya.

Pemuda berkacamata visor oranye itu mendengkus pelan, dia memilih mengabaikan sebentar pesan itu untuk sementara waktu, akan dia balas nanti saja.

Sebenarnya dia curiga kalau Taufan yang baru saja dia sikut pipinya itulah yang mengirim pesan padanya. Dan kecurigaannya itu benar, apa sih maunya Taufan itu?

Menguntit Solar sudah, membuat Solar kesal juga sudah. Sekarang apa lagi? Mengajak Solar berteman? Waduh, Solar tak yakin dia bisa akur dengan Taufan.

Di sisi lainnya, Taufan menghela napas panjang, jari-jarinya menari di layar ponsel. Sudah satu jam lebih dia mencoba berbagai cara untuk menarik perhatian Solar.

Mulai dari mengirim meme lucu, pertanyaan random yang tidak penting. Namun, semua usahanya selalu berujung sia-sia. Solar bahkan tak berniat membalas satu pun pesannya dengan cukup baik.

"Sialan! Kenapa sih dia susah banget diajak ngobrol?" gerutu Taufan sambil mengacak rambutnya frustasi.

Halilintar yang masih belum pulang dari rumahnya Taufan hanya melirik pemuda bernetra sapphire itu. "Fan, itu kenapa bukan si Gempa aja yang dimintain tolong sama adik-adik gue buat deketin Solar?" tanyanya.

Taufan tersenyum paksa, akhirnya dia dengan semangat menceritakan awal mula perjanjiannya dengan Blaze dan Ice karena Gempa yang meminta.

"Cie nurutin adik kembarnya, udah akur nih?" Halilintar terkekeh pelan ketika melihat Taufan mengangguk cepat.

Halilintar segera berpamitan pada Taufan, dia ingin segera pulang ke kos dan melihat Blaze dan Ice. Rasanya dia sudah ingin mengajak mereka bicara.

Halilintar masuk ke dalam kos dan melihat Ice meletakkan pulpennya, sambil matanya yang mulai lelah. Ia menatap lembaran soal ekonomi di depannya, sedangkan Blaze masih sibuk menghitung-hitung angka.

"Capek banget sih ngerjain ini," keluh Ice.

Blaze melirik sekilas pada adik kembarnya, lalu kembali fokus pada soal di depannya. "Sabar, bentar lagi juga selesai."

"Eh, ngomong-ngomong soal tadi siang, kasian juga ya pipi Kak Taufan kena sikut Solar," ucap Ice tiba-tiba.

"Gue gak nyangka Solar bisa kasar gitu sama orang di depan umum," balas Blaze.

"Yah, itu semua salah kita gak sih? Kan Solar jadi gak nyaman," kata Ice, dia sudah menyelesaikan PR ekonominya.

"Bener juga, kenapa kita nggak nyoba cara lain aja buat deket sama Solar? Kita kan satu kos sama dia," sahut Blaze.

Behind the Mask of a Bully (Boboiboy Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang