34. Kenapa datang?

198 45 23
                                    

Solar hampir menumpahkan air hangat yang dia bawakan untuk Ice ketika melihat Blaze mengompres Ice.

"Lo mau bikin otak orang jadi beku?" Solar bertanya dengan raut wajah yang tak tahu aku mau mendeskripsikannya seperti apa.

"Lah? Kenapa? Salah ngompresnya?" Blaze menggaruk kepalanya.

"Dikompres pake air hangat blaze, bukan satu plastik es batu!" Solar berteriak dengan kesal.

"Oh, bilang dong. Gue kagak pernah sakit demam makanya gak tahu," kata Blaze, dia segera mengambil kantung es batu itu dari dahu Ice.

Blaze menggantinya dengan handuk yang ia masukkan ke dalam gayung yang berisi air hangat.

"Nah, baru bener sekarang, kalau dia udah siuman, kasih air hangat, kasih makan sama obat," kata Solar sambil meletakkan hal-hal yang ia sebutkan tadi di atas meja lipat.

"Kok lo siap siaga banget, sering ngerawat orang sakit? Terus kok lo tumben-tumbenan peduli sama orang lain?" Blaze bertanya dengan heran.

"Hm, anggap aja gue cuma balas budi karena lo udah bantuin ngangkat kardus yang nimpa gue tadi," balas Solar sebelum pergi kembali ke kamarnya.

Ingat ya, cuma sebagai balas budi saja, Solar tak sepeduli itu pada orang yang tak dekat dengannya. Blaze hanya menganggukan kepalanya, tanda ia paham.

Blaze beberapa kali memeras handuk kecil yang dia jadikan kompres untuk Ice lalu mengganti air hangat yang sudah dingin.

"Anjir, gue kenapa sih jadi begini?" gumam Blaze sambil menghela napas, mendadak dia gusar

"B-blaze," gumam Ice ketika melihat punggung teman sebangkunya itu menjauh sambil membawa gayung.

Ice memejamkan matanya lagi, rasa pusing menyerangnya.

"Hei, temen lo udah siuman," kata Solar ketika tak sengaja lewat dekat Ice, dia menyusul Blaze ke dapur.

"Beneran?" Blaze menoleh.

"Iya, tapi sekarang tidur kayaknya."

"Oh, oke. Makasi," balas Blaze, dia melirik Solar yang memotong buah apel.

"Lo suka banget makan buah?"

Solar hanya berdehem untuk menjawabnya.

"Eh iya gue lupa belum ngasih tahu ke lo, jangan naruh pisau sembarangan. Bisa bahaya nanti kalau Bang Hali lihat tuh pisau," kata Blaze.

Solar mengernyit heran, tapi tak lama kemudian dia hanya mengangguk.

"Abang lo itu trauma sama pisau?" Solar bertanya setelah lama diam.

Blaze mengangguk. "Iya, dulu Bang Hali pernah diserang ayah pake pisau terus bunda kami ditusuk pisau. Posisinya tangan Bang Hali kena sayatan pisau, terus pas bunda kena tusuk. Bang Hali langsung dipukul pelipisnya pakai gagang pisau sampai pingsan."

Pegangan Solar pada pisau mulai melemas, tertegun mendengar penjelasan penghuni kos di kamar sebelahnya itu. Solar terdiam, matanya menatap ke arah pisau yang kini tergelincir dari genggamannya.

"Duh, sorry, gue malah cerita masalah keluarga gue." Blaze menepuk pundak Solar.

"Gue penasaran, bunda lo sekarang gimana?" Solar bertanya dengan hati-hati.

Blaze terdiam sejenak, seketika wajahnya murung. "Meninggal karena dibunuh ayah gue," jawabnya sebelum pergi membawakan kompres baru untuk Ice.

Solar hanya memandang punggung Blaze yang keluar dari dapur.

"Makasih," kata Ice, dia sudah merasa mendingan meski demamnya belum turun.

Ice memandang bubur di depannya tanpa minat. Indra pengecapnya terasa pahit untuk makan.

Behind the Mask of a Bully (Boboiboy Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang