45. Maaf 2

203 36 44
                                    

"Ini buat lo," kata Blaze sambil menyodorkan piring berisi biskuit kepada Ice.

Ice menatap biskuit itu dengan ragu. "Buat aku?" tanyanya sambil menunjuk diri sendiri.

Blaze mengangguk. "Maaf, tadi gue kasar. Gue nggak bermaksud."

Ice terdiam sejenak, lalu menerima biskuit itu. "Terima kasih," ujarnya.

Blaze merasa sedikit lega karena Ice mau menerima pemberiannya. Mereka berdua kemudian duduk di ruang tamu, saling berhadapan. Suasana menjadi canggung. Mereka sama-sama ingin berbicara, tapi tidak tahu harus memulai dari mana.

Hening yang menyelimuti ruang tamu perlahan pecah ketika Solar muncul dari kamarnya. Dengan langkah malas, ia menuju ke televisi dan menyalakan perangkat elektronik itu. Tanpa banyak kata, ia memilih saluran berita dan duduk di sofa yang berseberangan dengan Ice dan Blaze.

"Mau nonton berita?" tanya Solar sekedar basa-basi, matanya fokus pada layar televisi.

Ice dan Blaze saling pandang sejenak sebelum akhirnya memilih untuk diam. Mereka berdua sama-sama tidak ingin memulai percakapan dengan Solar, terutama setelah kejadian tadi.

Berita di televisi menampilkan berbagai macam peristiwa, mulai dari politik, ekonomi, hingga kriminalitas. Solar terlihat sangat fokus pada berita tersebut, sementara Ice dan Blaze hanya sesekali melirik layar televisi.

Suasana kembali menjadi canggung. Ketiga pemuda itu duduk berdampingan, namun masing-masing memiliki dunianya sendiri. Ice sibuk dengan pikirannya sendiri, Blaze merasa bersalah atas perilakunya tadi, dan Solar hanya ingin menikmati berita yang ia tonton.

"Btw, tadi gue lihat lo sama Duri lagi ngobrol. Kalian jadi akrab ya?" tanya Blaze berusaha mengawali pembicaraan.

Ice mengangguk. "Iya, dia orangnya baik. Beda banget sama kamu," ucapnya tanpa sadar.

Blaze terkekeh. "Ya iyalah, gue kan perundung."

Ice seketika tersadar dan bungkam, dia salah bicara. Pasti Blaze tersinggung, kenapa mulut suka tidak sinkron dengan pikirannya?

"Gue penasaran, kalian baru temenan terus sekarang kalian udah tukeran kontak nomor gak?" Blaze bertanya karena sadar Ice merasa bersalah padanya.

Ice langsung menggeleng cepat, dia menepuk dahinya dengan pelan. Lupa tak meminta nomor milik Duri, mendadak Ice mendapatkan secarik kertas berisikan nomor Duri.

Mata aquamarine nya melirik tangan orang yang memberikannya. Oh jam itu milik Solar, Ice sedikit hafal dengan semua barang yang dipakai pemuda yang selalu berekspresi datar itu.

Ice dan Blaze mendongak, mereka melihat Solar yang berdiri di belakang mereka.

Solar mengernyit tak suka ketika Ice dan Blaze memandangnya cukup lama. "Jangan salah paham! kembaran gue yang nulis tuh nomor. Tadi ditinggalin gitu aja di kamar kos gue," ketusnya sambil meletakkan kertas itu pada tangan Ice begitu saja.

Ice memandang kertas itu dengan senyum tipis, akhirnya dia punya nomor milik teman barunya. Kapan-kapan Ice akan mengajaknya menonton video tentang tumbuhan bersama.

Dari yang Ice tahu, semenjak menemani teman barunya itu karena Solar kabur-kaburan dari Duri. Pemuda ramah itu suka sekali dengan bunga dan tanaman lainnya.

Blaze menghela napas panjang, matanya melirik sekilas ke arah Solar yang masih asyik dengan berita di televisi. "Seriusan nih? Kembaran lo yang nulis?" tanyanya setengah tidak percaya.

Blaze sekali melihat Duri dekat dengan Solar. Yang ada Solar malah menghindar setiap saat kalau ada Duri di sana.

"Ya," balas Solar dengan nada tak niat.

Behind the Mask of a Bully (Boboiboy Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang