Bab 10

5.5K 808 737
                                        

Cinta. Hal yang dikecap rasa, namun tak teraba raga. Ia datang tak bersuara. Tanpa berita, Ia ada. Merasuki sukma dan pandangan mata.

Sunyi, bukan berarti tak berbunyi. Hening, bukan berarti diam tak bergeming. Dengar suara kesunyian itu sejenak dan kau akan tau sebuah rasa telah beranak. Secara perlahan, namun tak tertanggungkan. Karena cinta adalah hakiki. Sebuah misteri yang akan berganti sesuai perjalanan hati.

***

Calum mengeratkan pelukannya pada Frisca yang kian tersedu. Sebuah rasa menyakitkan seakan mengoyak lapis demi lapis hatinya, seiring isakan yang keluar dari mulut Frisca.

Sudahlah.. ucap Calum dalam hati. Ia mengelus kepala gadis dalam dekapannya. Jangan lagi buat hati masing-masing kita sakit, katanya pelan masih dalam nurani.

Frisca tau ini salah. Bodohnya Ia menangis di hadapan bahkan di pelukan Calum. Dalam raung sendunya pun Ia tersadar dan bertanya-tanya mengapa Calum memeluknya.

Calum memejamkan matanya dan bertanya-tanya pula, ada apa dengan perasaannya?

Alam seakan menjawab serta mengiringi sinema hati malam itu. Blaaaas. Dalam sejekap titik demi titik air hujan turun. Calum baru menyadari bahwa anak Bianglala mereka ada dalam posisi tertinggi.

Hujan. Calum menengadah ke langit. Bianglala ini tidak mungkin lagi dioperasikan. Benar saja, petugas meminta maaf dengan sangat kepada para penumpang, karena Bianglala terpaksa dihentikan dalam posisi itu. Berbahaya tetap mengoperasikan roda sebesar itu. Satu kesalahan kecil, maka Bianglala akan tergelincir dan melemparkan penumpang entah kemana, mungking terapung di Laut Jawa. Tidak, tidak perlu ada cuplikan adegan Final Destination malam itu.

Calum menghela nafas. Biarlah, biar semakin lama bisa mendekap gadis ini, dan Calum pun tertegun disaksikan sang Alam, ini bukan dirinya. Dirinya yang biasa akan mengamuk jika ada kesalahan teknis besar semacam ini.

Luke benar, gadis ini mengubahnya perlahan dengan cara yang kasat mata. Ya Tuhan, kenapa pula hatinya ikut teriris mengingat nama Luke.

Hujan berteriak, meronta lebih keras dari biasa. Calum mulai merasakan percikan air membasahi punggungnya. Proteksi Bianglala terbuka itu tidak bisa mengalahkan derasnya hujan. Calum membetulkan posisi blazernya yang sedari tadi tersampir di punggung Frisca. Ia menudungi blazer itu ke kepala Frisca.

Tangis Frisca mereda, bertolak belakang dengan air mata alam di atas sana. Ia letih, letih menangis. Letih menunggu hal yang kian tak pasti. Ilu. Luke. Semua pergi. Semua meninggalkannya dalam kebimbangan yang berarti. Frisca terisak pelan lagi. Berapa juta tahun lagi harus ditunggunya?

Calum merapatkan tubuhnya. Kepala Frisca masih terbenam di dadanya. Dengar, Frisca.. batin Calum. Tolong dengar detak jantung yang berbunyi menyalahi aturan itu. Calum tidak dapat menahan perasaannya. Ia berteriak pada hujan yang menderu. Tampaknya Ia telah jatuh cinta pada gadis dalam pelukannya itu.

***

Frisca menguap lebar lalu membuka mata dan berusaha bangun dari tidurnya. Astaga, Ia memegangi kepalanya, pening sekali. Ia memutuskan merebahkan diri lagi.

Sambil memejamkan mata, Ia berusaha mengingat kejadian semalam. Yang diingatnya terakhir adalah Bianglala, hujan, dan........ pelukan Calum.

Ya ampun, muka Frisca memerah. Semalam Ia menangis untuk Luke di pelukan Calum? Astaga. Mimpikah? Ia tidak merasa semua itu nyata, mana mungkin Calum memeluknya?

Frisca meraba dahinya dengan punggung tangan,. Sedikit hangat. Pipinya lebih hangat dibanding dahinya, saat ini. Harum parfum Aigner Calum membekas di benaknya. Frisca menutupi mukanya dengan selimut. Apaan sih kok dia jadi malu-malu begini?

Love Command [5SOS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang