Calum mematut dirinya di hadapan kaca panjang yang biasa di kamarnya. Merapikan kerah kemeja putih lalu manset suits satin hitamnya dan mendesah. Lagi-lagi ia harus terlibat dalam acara begini.
Pemuda itu membalik badan, akhirnya. Lalu berjalan keluar kamar sambil mengecek ponsel, melihat kalau-kalau Sifa mengabarkan sudah siap dijemput.
Entahlah, Calum sendiri tidak mengerti kenapa sang Mama begitu memaksa untuk membawa pasangan. Masalah kepantasan, sepertinya. Jadilah, pemuda itu mengajak Sifa yang bersedia saja.
Ia menutup pintu jati kamarnya. Sedikit takjub melihat kakak lelakinya juga baru keluar dari kamar. Tampak menawan dalam paduan kontras suits hitam-hitam dan cummerbund merah.
Calum mengangguk sekilas pada kakaknya, "Berangkat sekarang lo, kak?"
Luke mengangkat bahu, "Bentaran lagi kali. Nanti Mama bilang kalau Ica udah siap."
Calum menaikkan dua alisnya lalu menghembuskan nafas, baru sadar bahwa pasti Luke akan mengajak gadis itu. Ia berpura-pura tak acuh, lalu ikut mengangkat bahu, "Gue duluan kalo gitu. Mau jemput Sifa,"
Luke cuma mengangguk-angguk. Sementara Calum mulai berjalan menuruni tangga, sempat tergoda untuk menghampiri sebuah kamar di lantai dua lalu akhirnya menggeleng sendiri dan melangkah panjang menuju garasi.
Tak lama, jaguar hitam andalannya sudah membelah jalanan petang ibukota. Calum memutar setir dengan fasih ke perumahan Tampaksiring yang sudah kelewat sering didatanginya.
Pemuda itu mengeluarkan ponsel saat mobilnya berhenti di depan rumah Sifa.
'Arrived' ketiknya singkat. Entah kenapa, mungkin kehabisan kata indah yang dulu sudah sering dipakainya.
Tak lama gadis berwajah tirus pemilik rumah itu keluar, mengenakan dress hitam berlengan buntung dengan model tail hem yang sangat cantik. Sambil menggenggam purse hitam panjangnya, Sifa melangkah pelan menuju pintu penumpang depan lalu masuk dan duduk disana.
Calum menatap gadis manis di sebelahnya, tersenyum tipis, "Shall we go now?" yang dijawab Sifa dengan anggukan.
Setelah sesaat menatapi garis wajah tampan di sebelahnya, gadis itu mendesah diam-diam. Merasa ada yang aneh sejak beberapa minggu lalu. Sempat terlintas satu nama lain penyebab perubahan itu. Namun buru-buru dihalaunya. Mungkin semua hanya perasaan Sifa saja.
Calum sendiri diam saja. Membenci keheningan yang menggodanya untuk memikirkan Frisca. Gadis yang tak pernah diajaknya bicara lagi (selain karena fakta, gadis itu pun selalu menatapnya ketus dan lebih sering berada di sebelah kakaknya). Calum harus cukup puas hanya dengan menatapi punggung Frisca yang duduk di depannya di kelas tiap hari.
Pemuda itu mendesah pelan saat mobilnya memasuki pelataran depan sebuah hotel bintang lima -tempat jamuan dihelat- yang bertempat di bilangan Jakarta Selatan. Calum turun dari mobil ketika door man membukakan pintu, lalu menyerahkan kunci jguarnya pada petugas valet.
Setelah melewati metal detector, pemuda itu mengangsurkan tangan, membiarkan Sifa menggamitnya lalu berjalan ke arah elevator untuk menuju ballroom.
Karena pintu ruangan belum dibuka, akhirnya Calum dan Sifa memutuskan menikmati cocktail yang diedarkan para pelayan dalam nampan di grand foyer sambil berbincang kecil.
"Ssst," seseorang tiba-tiba mendesis dan menepuk pundak Calum keras, membuat pemuda itu sontak berbalik.
Calum hampir tersedak cairan vodka saat melihat siapa yang berdiri di sebelah oknum penepuknya -Luke-. Gadis itu.
Pemuda itu meneguk ludah. Terpana melihat bingkai tubuh Frisca yang dibalut mini wrap dress berbentuk tube top merah darah -yang senada dengan cummerbund Luke-, menampilkan bahu telanjang langsat gadis itu yang meluruh indah.
![](https://img.wattpad.com/cover/74953019-288-k769117.jpg)