Mereka sedang berpura-pura menjadi tentara, yang membantah mentah-mentah idiom Amerika 'Revenge is a dish best served cold'. Ah ayolah apa enaknya sesuatu kalau sudah dingin? Maka, mereka menancapkan pepatah sanggahannya dalam kepala. Revenge is best served hot, inside an 'unpredictable smooth way' boiling cauldron.
Jadi, dalam suasana mendidih itu, mereka mulai mempersiapkan perlengkapan perang tak kasatmata. Sekutu-sekutu sudah dihubungi dan menyanggupi. Pelatuk sudah ditarik meskipun moncongnya tidak dikokang terlalu tinggi. Ranjau pun telah di lading-ladang tak terduga untuk melumpuhkan siapapun yang berusaha mendekati daerah sipil mereka. Sekedar melumpuhkan ya, bukan mematikan.
Karena terkadang, kemenangan sempurna bukanlah melihat musuhmu tergeletak tak bernyawa, melainkan membiarkannya mendeklarasikan kekalahan dengan berlutut di hadapanmu untuk sepotong jiwanya. Revenge is sweet also, eh?
Mereka pun berpura-pura menjadi agen rahasia yang sedang merencanakan misi pembalasan dendam sambil membentangkan peta kekuatan lawan di atas panel pelacak imajiner dan tombol peluncur nuklir khayalan. Mereka mempelajari teknik ampuh untuk memenangkan pertempuran; buat musuhmu lengah dan berpikir segalanya baik-baik saja. Lebih baik lagi, buat dirimu seolah-olah sudah menyerah sehingga musuhmu tidak tau kapan amunisi itu mengarah kepadanya.
Seperti malam ini, Calum memandangi ponselnya yang baru saja berdering menandakan pesan masuk. Calum melengos mendapati siapa yang mengirimkan pesan itu. Dasar cewek muka badak.
"Siapa?" tanya Frisca, entah kenapa, Calum mengajaknya duduk di kursi panjang berayun di teras belakang yang sepi ini setelah membalut lukanya dengan perban. Mungkin dia mau memantapkan rencana yang sudah disusunnya itu.
"Gabby." Jawab Calum pelan, sambil memasukkan ponsel ke sakunya lagi.
"Ooh.."
Calum tertawa, "oh-nya kok begitu banget?" tukasnya lalu melayangkan tangannya untuk merangkul Frisca, yang langsung dicegah oleh si empunya bahu.
"Duh, nanti ada yang ngeliat." Frisca celingak-celinguk lalu menangkap sebelah tangan Calum dan menaruhnya di samping tubuh pemuda itu lagi.
"Ck," ucap Calum kesal, "katanya mau nunjukkin ke semuanya kalo aku gak malu pacaran sama kamu?"
Frisca mencibir, "ya kecuali rumah kamu deh. Lagian ada yang lebih penting buat dipikirin nih."
"Apa?"
"Soal besok." Kata Frisca lalu menatap Calum dengan pandangan please-deh-gitu-aja-gak-tau.
Calum mengangkat sebelah alisnya, "Halah. Besok ini aku yang melaksanakan misi, kamu kan Cuma duduk manis aja di rumah."
"Itukan rencana kamu. Aku juga bakal tetep masuk sekolah kok kalo kamu gak ngelarang."
"No no no. Kalo kamu diapa-apain terus aku gak bisa bantuin gimana? Bisa berantakan deh semua."
"Ah tuh kaaan." Frisca mengerutkan hidung, "kamu udah telepon Pak Bono lagi?"
Calum mengangguk "udah beres semua kok. Tinggal besok acting aja nih di depan si ratu cabe. Itu sih kecil.." kata Calum menunjukkan ujung kukunya.
Frisca tertawa kecil lalu terdiam, "Jahat banget gak sih kita? Gitu gitu dia kan cewek.." kata Frisca serius, seakan mengatakan bahwa Pluto itu sudah tidak termasuk planet dalam gugusan Galaksi Bimasakti.
Calum memandang Frisca heran, "yang kita omongin ini Gabby loh. Kamu yakin dia cewek?" Frisca sampai menonjok bahu Calum, "dia tuh udah mempermalukan kamu di depan ratusan orang. Lah dia Cuma bakal dipermaluin di depan Tuhan, aku dan dirinya sendiri."
![](https://img.wattpad.com/cover/74953019-288-k769117.jpg)