Gabby diajak oleh Calum naik ke atap gedung tersebut. Bagian atapnya berupa balkon terbuka dengan dinding-dinding setinggi kepala. Untuk naik kesini, mereka harus menggunakan lift jelek yang terus berderit mengerikan setiap kali bergerak, lalu menaiki tangga kecil dan memasuki pintu besi. Gabby tampaknya terlalu memikirkan keamanan lift yang digunakannya hingga tidak curiga.
Gabby berjalan mendahului Calum, merasakan angin meniupi tubuhnya dan memperhatikan sayap senja yang mulai menghapuskan guratan matahari. Calum membawanya hanya untuk melihat ini? Bagus sih, tapi biasa banget. Kampungan malah.
"Kita ngapain kesini, Cal? Kamu mau ngajak aku kencan? Kenapa gak bilang sih?" Ia membalikkan badan lalu menikmati tatapan tajam Calum yang terkesan berbahaya.
"Kamu biasanya sama cewek itu kesini ya? Ew. A big no deh. Gak heran sh.. Pasti cewek itu yang ngajak kamu kesini. Cocok sih sama dia. Sama-sama kumuh." Gabby tertawa lalu terdiam. Ia mundur teratur. Calum masih menatapnya bukan dengan tatapan tadi, tapi dengan tatapan yang lebih mematikan. Mampus. Salah ngomong kayaknya dia.
Gabby sudah terpojok di salah satu dinding. Keringat dingin membanjiri wajahnya karena Calum benar-benar mengerikan. Ditambah salah satu haknya putus waktu dia berjalan mundur dan tersandung.
Calum berjalan mendekati Gabby lalu mengurung tubuh mungil itu diantara kedua lengannya. "Lo itu ya.. setan kecil yang gak bisa liat hidup orang lain bahagia."
"Apa maksud kamu, Cal?"
"Gue tau lo yang nyebar artikel sampah itu, sayang. Ckck. Otak lo gak cukup pinter sayangnya. Dan penghinaan semacam itu buat gue... namanya nyari mati. Licik lo."
"Ka-kamu kan juga."
"Ck. Gak usah bawa-bawa gue. Disini itu masalahnya elo."
Gabby tidak pernah membayangkan sedekat ini dengan Calum. Pernah sih, di mimpinya. Tapi bukan dalam konteks dia mau dicincang begini.
"Terus mau kamu apa?" tantang Gabby.
"Udah kejepit masih nantangin aja lagi lo. Disini itu yang punya kuasa gue. Dan gue mau bikin dakwaan buat lo."
"Apaan sih, Cal? Masalah cewek itu? Katanya kamu udah gak peduli? Lagian berita itu gak ngaruh kan buat kamu? Kamu gak dirugiin kan? Kan kamu korban. Lagian kan disini Cuma ada kita berdua, ngapain sih mikirin sampah itu?"
Calum melancarkan tatapan membunuhnya, "Ica seribu kali jauh lebih berharga daripada lo!" bentaknya membuat Gabby kian mengerut. Calum melepaskan kurungannya, "Elo.. Jangan sampe gue denger lo ganggu Ica lagi.."
"Kalo aku gak mau? Kamu tuh udah dipelet apa sih sama dia?"
Calum mendesis geram. Cewek ini benar-benar muka badak. Terpaksa dia harus menggunakan cara mengancam terakhirnya. Calum merogoh bagian dalam blazernya, mengeluarkan sebilah pisau buah yang ujungnya berkilat mengerikan.
Tuhkan! Gabby membatin. Dia bakal mutilasi. Ya Tuhan, dia tidak ingin mati dengan cara begini.
Calum berjalan mendekati Gabby. Berpura-pura mendekatkan pisau ke leher gadis itu. Ia berhenti beberapa inci di depan Gabby. Lalu mengeluarkan benda lain dari blazernya. Sepotong mangga dengan kulit hijau matang. "Lo tau kan gue gak pernah main-main?"
Gabby terperanjat. Apa sebelum dibunuh dia akan disuruh makan mangga dulu?
Calum menatap mangga di tangannya, lalu memandang Gabby yang terperangah. "Kita anggap ini elo." Kata Calum sambil mengacungkan mangganya, "Kalo elo, gangguin gue sama Ica lagi," Calum menggantung kalimatnya lalu mulai menguliti mangga itu dengan kasar. Karena memang tidak becus menggunakan pisau, terkadang ada daging buah yang ikut terpotong bersama irisan kulitnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/74953019-288-k769117.jpg)