Bab 32 (Bagian A)

3.3K 522 383
                                    

Izinkan aku membuktikan inilah kesungguhan rasa. Izinkan aku menyayangimu. - Iwan Fals.

***

"Ngapain kamu kesini?"

Apa? Apa kata Frisca barusan? Ngapain-kamu-kesini?! Perjuangannya bergulat di jalan selama hampir tujuh jam ditambah bonus tendangan dan injakan tuyul kecil di sebelah gadis itu kini, ditimpal dengan tiga kata bersirat penolakan tadi?

Calum membuka mulut, sesaat berniat menelurkan pikiran itu, lalu sekejap mengurungkan niatannya. Tiba-tiba sadar pembelaan diri macam apapun (apalagi menyinggung betapa kerasnya ia berkorban hingga sangat pantas dibuat plakat penghargaan), hanya akan membuat gadis itu membaliknya dengan pernyataan 'Emang ada yang suruh kamu kesini?'

Ia mendengus. Terlalu sadar diri. Terlalu bisa membaca pikiran gadis ini. Tahu Frisca memang tak mengira -apalagi menginginkan- kehadirannya.

"Gue... Gue..." pemuda itu tergagap, tidak tahu mau mengeluarkan alasan apa, "gue mau liburan," jawab Calum sekenanya.

Frisca mengangkat alis.

Calum mendengus, lalu meralat, "Gue mau ketemu elo," yang membuat gadis itu kini mengernyit.

Ah. Menjawab apa saja tampaknya memang akan tetap serba salah. Pemuda itu jadi ingin menggaruk tanah.

"Yaudah. Udah ketemu kan." kata Frisca enteng, lalu menurunkan pandangan ke arah Adit, meraih tangan mungil bocah itu, "Ayo masuk, Dit. Udah gelap." ujarnya, lalu berbalik sambil menarik Adit.

Adit mengikuti Frisca, lalu memutar kepalanya ke belakang, menjulurkan lidah kepada Calum, "Dadah Om jelek."

Gadis itu menoleh lagi ke arah bocah yang sedang berjalan sambil meloncat-loncat sendiri di sebelahnya, menahan tawa karena baru mendengar jelas panggilan baru untuk Calum itu. Lebih jelas dibanding gerutuan Adit di dapur tadi.

Frisca melepas tangan Adit ketika sampai di ruang makan lalu menghampiri Bu Tami yang masih berkutat dengan kuali. "Sini, bu. Aku aja." katanya.

Bu Tami terkejut sesaat ketika mendapati Frisca sudah ada di sebelahnya, mengucap "ah," pelan, lalu menyerahkan spatula ke tangan gadis itu, "Ada apa, Ca di depan? Ada orang?"

"Hmm?" Frisca menoleh ke arah Bu Tami, mengangkat alis lalu tersenyum dan menggeleng, "Gak ada siapa-siapa." ujarnya, kembali berbalik menghadap kompor.

"Ehm,"

Gadis itu memejamkan mata sebentar lalu mendesah. Sepertinya sudah terlalu muak dengan deheman itu dimana-mana. Kalau tak ingat ini rumah orang, rasanya ia ingin membanting kuali di hadapannya atau melemparnya mungkin ke arah pemilik deheman tadi.

Belum sempat Frisca berbalik untuk mengusir Calum, ternyata Bu Tami sudah terlebih dulu mengerutkan kening dan bertanya kepada pemuda itu, masih dari dapur, "Emm.. Cari siapa ya, mas?"

Calum tersenyum sekilas, mau membuka mulut namun rasanya takut mau berkata blak-blakan -lagi- bahwa ia kemari untuk menemui Frisca, apalagi gadis itu kini sedang beralih menatapnya dari belakang sang wanita penanya dengan tatapan garang.

Akhirnya, alih-alih menjawab sesuai pertanyaan, Calum malah berkata, "Eh.. Saya Calum, bu. Da .. dari Jakarta."

"Ah," tiba-tiba Bu Tami tersenyum, menarik kesimpulan sendiri, "Temannya Ica, ya. Kok tadi Ica gak bilang ada kamu?" katanya, melempar pandangan heran ke arah gadis manis yang kini hanya tersenyum masam.

Ketika Bu Tami kembali membali membuang pandangan ke arah Calum, Frisca kembali menatapi pemuda itu dengan gusar. Mau apa sih orang ini?

Bu Tami menghampiri pemuda -yang menurutnya- tampan -juga- itu sambil bertanya, "Naik apa dari Jakarta? Jauh ya? Baik sekali mau menyusul Ica."

Love Command [5SOS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang