Dua hal tak terduga, yang datang bersama. Cinta dan Prahara.***
Gadis itu berteriak kencang kepada lelaki di ujung ponselnya, "I DON'T WANNA HEAR ANY EXCUSE!" katanya geram, desisan tajamnya memantul dari dinding granit di sekitarnya. Ergh! Kenapa sih daddy-nya mempekerjakan orang tidak professional begini.
"Search EVERYTHING about the name I texted you. EVERY LITTLE PIECES of the information. Or just stalk her, you idiot!" sergah gadis itu lalu membanting ponselnya ke lantai marmer disamping jacuzzinya.
***
Frisca mengambil langkah panjang menuju lantai atas sambil bersenandung pelan. Hari ini hari pertama liburan tengah semester sekolahnya. Dan pagi ini, Ia membantu Bi Rahmi memasak untuk makan siang, karena Chef Dave menghilang entah kemana, katanya. Entahlah, Frisca juga jarang sekali melihat Chef satu itu. Biasanya Chef Dave lebih sering berada di ruang eksprerimennya sendiri, membuat menu menu yang semakin aneh tapi lezat. Frisca diminta Bi Rahmi untuk mengambil persediaan saus tiram baru di rak pantry atas.
Frisca menjejakan kakinya di lantai atas, tersenyum kecil pada pintu jati yang pertama dilihatnya lalu melangkah ringan ke pantry yang tertutup. Frisca mengerutkan kening sejenak, karena biasanya pintu pantry tak pernah tertutup. Ia mendaratkan tangannya di kenop pintu, lalu memutarnya ke bawah. Tidak terbuka.
Barulah saat itu, Frisca mendengar suara baritone yang familier disusul suara kenes yang berteriak agak histeris dari dalam.
"Awww.."
"Astaga, Tuan. Hati-hati dong. Loh, kok begini potongnya? Memang Tuan pernah makan bawang sebesar ini?"
Frisca mengerutkan keningnya tidak mengerti, lalu memutuskan mengetuk pintu. Agak keras, karena suara dari dalam pantry menjadi lebih gaduh. Frisca mendengar langkah berat dari dalam dan suara mendumel "siapa sih yang gang... Hei.." sosok bertubuh tinggi itu yang keluar dari pantry melembutkan suaranya saat melihat siapa yang mengetuk.
"Hai.." kata Frisca pelan membalas sapaan Calum, lalu tiba-tiba menunduk malu. Frisca merasakan pipinya memerah, mengingat statusnya dengan laki laki di depannya ini sejak kemarin.
Suara dari dalam terdengar samar lagi, "Tuan ini sayurnya mau di..." dengan sigap, Calum menutup pintu di belakangnya lalu tersenyum pada Frisca, "ehm, kenapa?" tanya Calum agak grogi.
Frisca mengangkat kepalanya "eh Bi Rahmi minta diambilkan saus tiram. Aku boleh masuk?"
"Eh.." Calum menggeleng cepat, "aku aja yang ambilin buat kamu. Saus tiram? Oke." Ujar Calum lalu kembali ke dalam pantry.
Frisca merasakan ada yang aneh, lalu dia mengangkat bahu sendiri. Suaranya berisik terdengar pelan dari dalam lalu suara kenes itu berkata, "di rak kiri Tuan.." disusul suara grabak grubuk rak dibuka dan suara kenes itu berujar lagi, "ya ampun, Tuaaan. Itu sih kecap asin bukan saus tiram. Begitu aja gak tau, gimana mau belajar ma hmmmbfff.."
Frisca tertawa kecil, membayangkan apa yang dilakukan Calum barusan, mungkin membekap si empunya suara kenes itu.
"Ini.." Calum muncul lagi dihadapannya, mengulurkan sebotol saus tiram yang masih tersegel. Calum berdiri sedemikian rupa dihadapan Frisca sehingga gadis itu tidak bisa melihat ke dalam pantry, apa yang terjadi di balik tubuh Calum.
"Thanks." Kata Frisca, tersenyum lalu beranjak pergi saat itu pula Calum menahan tangannya, membuat Frisca berbalik lagi, "Hmm?"
Calum tidak tahan untuk tidak mencubit pipi Frisca dan berkata pelan, "Cuma mau bilang.. Happy holiday, sweetie."
"Ssshh.. jangan ngomong disini." Frisca tersenyum dan memegangi tangan Calum yang masih mencubit pipinya.
Calum memutar bola matanya, "Ya.. Ya.. We haven't ready yet to let them know, have we?" Calum melepas tangannya dari pipi Frisca, namun masih membawa jemari gadis itu dalam genggamannya.
