Seseorang dari masa lalu itu datang, tanpa diundang. Membuat rasa yang kini ada perlahan meradang. Dan pemilik kepingan hati itu pun bimbang.
***
Ada sesuatu yang berbeda. Cukup signifikan, namun belum terasa. Bagi Calum setidaknya.
Ternyata potongan coklat Hershey's itu hanyalah permulaan. Permulaan yang meluluhlantakan kokohnya gerbang penutup masa lalu Calum dengan jala tak kasatmata. Seperti tetesan air lemah yang mulai merembesi karang dan membuatnya berlubang, perlahan. Seakan tanpa maksud atau pesan.
Berbagai bingkisan harian kecil lain menghujani dan membuat jantung serta perut Calum tergelitik oleh nostalgia setiap kali membukanya. Seperti pagi ini, Calum bangun pagi-pagi buta, tak sabar membuka pintu kamarnya yang pasti diketuk oleh orang yang sama di jam yang sama, untuk membawakan kotak berbeda.
Pemuda itu melirik jam digital di sebelah tempat tidurnya. Berharap kedua jarum disana bergerak lebih cepat hingga berhenti di angka-angka serupa. 5.25.
Sepuluh menit .. Lima menit .. Dua menit .. Satu menit ..
Calum mengetuk-ngetuk bagian atas jam tadi, meghitung mundur dari angka enam puluh. Ternyata baru mengeja angka dua, pintu kamar yang sedari tadi diliriknya sudah berbunyi.
Calum menuruni undakan tak sabar, lalu membuka pintu dan tersenyum cerah melihat pelayan berkacamata –yang sejak awal menjadi pengantar kotak coklat Hershey's- itu membungkuk pelan, mengucapkan salam lalu mengangsurkan sebuah kotak –yang kali ini berwarna- hijau muda.
"Terimakasih," ucap Calum berbunga-bunga, tak lama berlalu untuk menutup pintu lalu tiba-tiba membukanya lagi. Ia lupa memberi pesan yang sebenarnya sudah Ia katakan setiap hari.
"Hei, tolong jangan sampai Frisca tahu ya," pinta Calum sekilas, menunggu anggukan pelayan yang sudah hampir berbalik badan tadi.
"Baik, Tuan."
Calum mengangguk, menutup pintu, menaiki undakan dan duduk di pinggir tempat tidurnya. Ia menimang kotak di tangannya, perlahan menarik nafas. Calum memandangi kotak itu dengan perasaan tak karuan, sungguh ingin segera membuka kenangan yang sedang tergenggam di ruas-ruas jemarinya.
Kelakuan pemuda itu sekarang persis anak kecil yang senang sekaligus tak sabar melihat isi tersembunyi di dalam bingkisan hasil acara tukar-menukar kado, namun dipaksa untuk tidak membukanya hingga sampai di rumah.
Calum mengurai ikatan putih di permukaan kotak lalu menahan nafas sekilas saat mengangkat tutupnya. Sebuah jepit kecil dengan aksen beruang merah-hitam tergeletak disana, membuiat Calum tersenyum tertahan.
Ia merogoh dasar kotak dan mendapati sebuah kartu yang –juga- berwarna hijau muda, ditulis dengan huruf-huruf rapi jali lagi.
'Kamu ingat ? Ini hadiah dari kamu untuk ulangtahunku waktu kita kelas satu :) Kamu berkeras mengatakan kamu yang pergi ke dept. store dan memilihnya sendiri (Walau aku tahu pasti kamu ditemani Bi Rahmi). Pasangan lain jepit ini masih ada di accessories box-ku, tolong simpan yang ini sampai aku mengambilnya lagi. M'
Tapi kapan gadis itu akan mengambilnya kemari? Ah, haruskah Calum membeku kembali dalam penantian tak pasti? Namun paling tidak Calum tahu bahwa masa lalu indah itu akan menyapa lagi.
Calum menyunggingkan senyum girang yang langsung pupus seketika. Menyadari ada yang salah. Tanpa sadar, Ia baru saja mengingkari janji untuk menggembok rapat-rapat kenangan cinta pertamanya. Mengingkari satu-satunya gadis dalam jangkauannya kini, yang sementara sudah tercap miliknya.
Pemuda itu terdiam, merasa bimbang karena sebelumnya tak pernah dihadapkan pada hal bernama dilemma. Dilemma soal kisah cinta pula. Hidup Calum yang selama ini notabene terlalu kekeringan hal indah itu, jelas tak pernah menjebaknya dalam situasi dimana Ia harus memilih antara dua sosok yang menempati hatinya. Sosok mana yang berpijar paling kuat disana. Calum tak mampu merabanya.
