Masa lalu mengharu biru, membawanya membuka lembaran baru yang masih abu-abu.
***
"Papa mana? Kenapa ada..."
Romi memandangi putra bungsunya yang sedang berdiri kebingungan sambil mengangkat sebelah alis, "Coming in without knocking. Hmm. Where is your manner, exactly, Young Master?"
Setelah itu, beberapa menit terlewat dengan aura ketegangan yang kental. Frisca bergidik melirik kekakuan yang terjadi saat Romi menatap Calum tajam lalu terheran sendiri. Bukankah mereka ibu dan anak yang sudah lama tak bersua? Kenapa tak ada awal pertemuan dengan pelukan atau sapaan hangat?
Romi mendesah sebentar, "Just take a seat," katanya pelan pada Calum, lalu kembali menatap Luke dan Frisca.
Calum ikut menghela nafas panjang. Tak tahu mengapa interaksinya dengang sang Mama harus selalu seasing itu. Akhirnya, Ia mengalihkan perhatian untuk mencari tempat yang bisa diduduki, lalu terhenyak saat mendapati pilihannya hanya dua. Duduk di tempat tidur atau di sofa panjang di hadapan Mamanya. Di sebelah Frisca.
Pemuda itu mengulum bibir sejenak, lalu akhirnya berjalan memutar dan memutuskan menghempaskan tubuh di pegangan sofa saja, yang masih berada di sisi kanan Frisca
Luke melirik Calum sekilas, lalu entah untuk alasan apa, pemuda itu menarik tangan Frisca agar merapat ke tubuhnya, membuat si gadis empunya tangan menoleh walau tidak berkata apa-apa.
Calum mengangkat sebelah sudut bibirnya jengkel saat mendapati tautan tangan Luke dan Frisca lewat ekor mata, lalu akhirnya terpaksa mengalihkan perhatian karena Romi berdeham keras.
"Jadi setelah perusahaan untuk Frisca itu,"
"Hah?" kebingungan Calum mencelat spontan, bola matanya membesar hingga terlihat hampir keluar. Namun tak lama terpaksa kembali ke ukuran normal karena Romi mendelik ke arahnya, mengisyaratkan untuk menjaga suara.
"Saya mau menanyakan sesuatu," lanjut Romi sambil tersenyum penuh arti ke arah Frisca, "Kamu dan Luke.. Apa kalian punya hubungan khusus?"
Frisca membelalak, Calum apalagi. Sementara Luke tetap terlihat tenang, "Tidak, Ma." jawabnya pelan.
Romi membulatkan mulutnya, menyerukan, "Oh," dengan sepintas nada kecewa. Tak lama wanita itu teringat sesuatu. Mengabaikan fakta bahwa gadis di hadapannya tengah bersisian dengan sang putra pertama, Ia bertanya.
"Kalau begitu, apa kamu pacar Calum?"
Frisca membelalak lebih lebar, menelan ludah lalu mengulum bibir sebentar. Tak lama, ketika menyadari Romi menunggu dan bahwa Calum tengah menatapinya lekat-lekat, gadis itu akhirnya menghembuskan nafas, lantas menatap Romi dan berkata mantap, "Bukan."
Pernyataan yang tidak salah sesungguhnya.
Romi mengangguk-angguk pelan, melirik ke arah Calum yang sedang memasang wajah terhantam entah kenapa, "Heard that you have one," katanya, yang tak disahuti oleh sang putra bungsu.
"Jadi kenapa kamu juga tak punya (pacar), Luke?" Romi beralih, mengangkat alis lagi, "Kalau tak ada yang cocok di luar sana, mungkin.. tidak perlu jauh-jauh." ujarnya, memberi isyarat kelewat jelas menunjuk Frisca.
Calum menunjukkan tampang tersiksa yang tak dapat ditutupinya. Sementara Luke mengerutkan kening, "Mama lagi gak mencoba untuk ..."
Romi tersenyum tertahan, "Bercandaaa. Mama tidak akan menjodohkan siapa-siapa dengan siapapun," ia mengangkat bahu sendiri ", bahkan sekalipun kalian benar-benar punya hubungan."
Romi menatap Frisca dan Luke penuh arti, "Mama tidak mau mengulang kesalahan Nenek. Karena bagaimanapun, ternyata hati memang tidak bisa dipaksa-paksa."
