Weekend kali ini dari pagi gue udah diculik oleh dua cewek cakep. Kita muter muter daerah bandung dengan mobilnya mei. Mei mendapat informasi dari teman sekolahnya katanya dekat alun alun bandung biasanya banyak pengamen. So, kita mencari peruntungan disana siapa tau ketemu waria lagi ngamen.
“yah kok sepi yah” kata mei sembari celingak celinguk
sejauh mata memandang ga ada tanda tanda dari pengamen. yang para pekerja yang lagi merenovasi alun alun.
Gue tertawa pelan
“masih pagi ini mei, warianya juga masih pada tepar semalem abis mangkal”
“harusnya mereka udah bangun, rajanya aja udah bangun” anne melirik ke arah gue
“maksud lo apaan?” gue menjewer pelan kuping anne
Anne dan mei tertawa lebar
“trus kemana nih?” tanya mei
“yah kan lo yang asli sini, kita mah ga tau” jawab anne
“biasanya yang banyak tempat tempat makan pinggir jalan mei, ada pengamennya. Kali aja ketemu satu” gue memberikan saran
mei berpikir sejenak. mei mendongakan kepalanya keatas. tangan kirinya menyilang di dada sedangkan tangan kanannya memegang dagunya. sampai detik ini gue masih belum paham, kenapa kl orang lagi mikir selalu melihat ke atas?“yuk jalan” kata mei. sepertinya udah mendapat ide
“sarapan dulu tapi mei, laper gue" kata gue sembari mengusap usap perut
“tahan dulu sebentar ya, kita sarapan di pasar gempol, kupat tahunya enak loh disana, sekalian hunting” seru mei
Untuk mempersingkat waktu, gue menyetujui usul mei.
Sesampai di pasar gempol gue langsung menagih kupat tahu yang tadi mei bilang, bodo amatlah sama waria. Perut is number one.
Lagi asik asik makan, terdengar suara kecrekan yang dimaikan dengan rusuh. mata kita bertiga secara spontan terfokus pada toko yang berjarak tidak jauh dari tempat kita sarapan. Ada pengamen disana, tapi sayang bukan banci.
Cukup lama kita menunggu disini, ada beberapa kali pengamen yang singgah disini. Tapi ga ada satupun dari mereka yang waria. Akhirnya kita memutuskan untuk berkeliling mencari di tempat lain. Hingga sore tiba, kita masih belum bertemu dengan waria. Ini banci pada kemana sih, giliran dicari ga ada yang nongol. Akhirnya kita memutuskan untuk merubah topik. Masih seputaran tentang pengamen tapi bukan waria. Kita cari pengamen biasa karena lebih mudah ditemukan.
Kita mengajak lima pengamen janjian di gedung sate nanti malam. Awalnya mereka menolak, setelah kita janjikan akan kita berikan uang 50rb untuk mengganti waktu yang terbuang untuk interview singkat, mereka menyetujuinya.
Jam delapan malam gue, anne, dan mei sudah berada di gedung sate bersama dengan lima orang pengamen. Sesi interview kita bikin sesantai mungkin dengan ditemani beberapa makanan. Biar lebih enak aja ngobrolnya.
Dari sesi interview ini gue bisa menyimpulkan, ternyata ga semua pengamen itu buruk. Tapi sayangnya image masyarakat terhadap pengamen cenderung negatif. Karena memang mereka sendiri yang buat sih. Seperti dua anak remaja tanggung yang saat ini ikut bergabung dengan kita, dia mengaku uang hasil ngamen lebih sering digunakan untuk mabok. Aduh bro..bro... bikin malu dunia permabokan aja lo.
Ada juga yang mengamen karena mereka benar benar butuh uang dan tidak mempunyai bekal yang cukup untuk mencari kerja yang lebih layak.
ada juga yang ternyata ga semua pengamen benar benar membutuhkan uang. Terkadang kita bisa memberikan apresiasi dalam bentuk selain uang. Seperti salah satu pengamen yang gue interview saat ini. Dia menjadikan ‘ngamen’ bukan sebagai pekerjaan utamanya. Dia senang menghibur orang, apalagi kalau malam minggu. Dia suka banget menghibur pasangan dengan lagu lagu yang dia mainkan. Dia mengaku kl hidupnya jauh dari kekurangan. Dia seperti ini hanya karena broken home. Saat sesi interview dia memainkan sebuah lagi ‘crazy – simple plan’. Dan dia juga bilang ke kita sebenernya dia kadang marah dengan orang orang yang mengamen dengan memakai ‘almamater’ membawa sekotak kardus bertuliskan bantuan sosial.“mereka itu orang orang berpendidikan, orang tua mereka kerja mati matian untuk membiayai kuliah mereka. Memang ga semua dari mereka dibiayai oleh orang tua. Tapi setidaknya mereka masih lebih beruntung dari saya, A. Yang bikin saya marah sama mereka, mental mereka itu mental pengemis. Mereka dengan bangganya memakai almamater untuk mengemis. Kl memang itu untuk bantuan sosial, kenapa mereka ga bikin proposal dan memberikannya ke perusahaan perusahaan besar? Atau jika orang tua mereka mampu untuk menyumbang, kenapa ga minta ke orang tua mereka? Toh mereka juga yang dapat pahala. Mereka orang berpendidikan tapi sayang otak mereka ga dipakai. Mereka lebih memilih mengemis keliling yang belum tentu orang orang yang mereka jumpai itu mampu untuk menyumbang”
Gue, anne, dan mei speechless. Kita bertiga ga tau harus jawab apa. Dari semua ceritanya, gue banyak mendapat pelajaran tentang kehidupan.
Akhirnya gue merubah topik pembicaraan, karena obrolan kita yang awalnya obrolan santai kini berubah menjadi obrolan serius yang sampai bikin kita bertiga ikut terhanyut dalam emosinya. Karena tadi dia bilang dia senang menghibur orang berpasangan, gue meminta dia memainkan sebuah lagu.
“aa cowoknya sendiri, ceweknya ada dua. Pasangan aa yang mana nih?” tanya sang pengamen
Gue tertawa lebar
“dua duanya kang”“yee si aa maruk pisan, buat saya satu atuh aa” ucapnya bercanda
Gue menggandeng anne dan mei, karena posisi duduk gue ditengah mereka
“ayoo kang buru mainin”
Anne dan mei memandang sinis ke gue
Sang pengamen itu menyanyikan lagu dewa – separuh nafas, selesai satu lagu, anne meminta gue untuk berduet dengan pengamen tersebut karena kebetulan gue juga membawa gitar. Gue memainkan lagu pagi – begitu indah sampai akhirnya permainan kita ditutup oleh lagunya ten2five – i will fly dan kita meninggalkan gedung sate. Empat orang pengamen yang lainnya udah pulang daritadi setelah mereka mendapat uang yang kita janjikan. Karena besok hari minggu, mei menginap kembali di kost nenek. Dan karena kipas angin di kamarnya anne rusak, mei tidur di kamar gue. Duh senengnya bukan maen gue tidur sekamar sama mei, sampai akhirnya anne, lagi lagi ini anak merusak suasana. Mei tidur di kamar gue bareng anne. Sedangkan gue harus tidur di bangku yang ada di lantai dua.Sejak pertama menginap di kost nenek, mei jadi sering menginap disini. Gue ga tau apa yang bikin dia betah menginap disini. Kl besok kita ga ada kelas atau weekend mei pasti menginap di kost. Padahal kl disuruh milih, gue pasti lebih memilih tinggal di rumahnya daripada di kost ini. Secara rumahnya mei mewah banget. Sangat jauh jika dibandingkan dengan keadaan di kost ini. Gue yakin kasur di rumah mei pasti jauh lebih nyaman dari pada kasur yang ada disini. Gue pernah bertanya ke mei soal ini, mei menjawab disini rame, itu yang bikin dia betah. Sedikit kecewa gue mendengar jawaban dari mei, gue pikir dia sering menginap disini karena ada gue hahaha.
“ntee, menurut lo gue sama mei cakepan mana?”
![](https://img.wattpad.com/cover/86398508-288-k858047.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
-Lebih Dari Sekedar No Absen-
Randomawalnya ga pernah terpikirkan buat gue nulis cerita ini. setelah acara reunian kemarin, ga tau kenapa gue jadi ingin banget nulis cerita ini. ya sekedar gue bernostalgia. Nama gue Dante, gue ingin menuliskan sebuah kisah hidup gue dari jaman masih k...