Part 127

1.1K 34 1
                                    

sabtu siang di minggu yang sama.
gue masih terbaring malas di dalam kamar. entah kenapa belakangan ini suasana kamar gue bertambah panas. ga biasanya suasana bandung sepanas ini. gue keluar kamar hendak membeli es batu di warung depan kost. sejak gue ga tegur sapa dengan anne, setiap gue ingin membuat minuman dingin gue harus membeli es batu terlebih dahulu.

gue sedang menuruni tangga saat gue mencium sebuah aroma yang khas. wangi parfum yang sering menempel menjadi satu dengan parfum dibaju gue. sekilas gue menengok ke arah kamar yang menjadi pusat dari aroma tersebut hingga gue berjalan keluar kost. gue dapati ada cowok yang sering gue liat menunggu di depan teras. dia menyapa gue dengan senyuman, gue pun membalas senyumnya. kok gue jadi merasa horor sendiri ya...

gue baru kembali dari warung dengan membawa dua kantong es batu ketika gue berpapasan dengannya di depan pintu kost. kita saling berpandangan tanpa ada yang bersuara. hanya senyuman yang saat ini gue berikan. berbeda dari biasanya, kini dia tak membalas senyum gue. kami masih beradu pandang. kemudian dia melirik ke arah lelaki yang daritadi menunggunya, lalu dengan cepat matanya kembali menatap gue.

anne masih menatap gue saat gue berlalu melewatinya. gue merasa kali ini tatapannya berbeda dari biasanya. entahlah gue ga ngerti sama tatapannya.

selesai membuat es teh manis, gue duduk di balkon depan. gue memainkan pelan gitar gue tanpa ada suara yang keluar dari mulut gue. hingga empat lagu selesai gue mainkan, gue mendengar suara motor yang baru saja dihidupkan.

gue melongok ke bawah, gue melihat sebuah motor matic siap untuk dijalankan. disampingnya ada seorang cowok yang sedang memberikan helm ke seorang wanita. wanita itu telah memakai helm, dia juga sudah duduk di bangku belakang motor saat dia menengok ke arah gue. tatapan matanya masih sama seperti yang tadi. gue tersenyum untuknya, meskipun hati gue menjerit melihatnya. dia masih melihat ke arah gue hingga dia menghilang dari pandangan mata gue.

mendadak badan gue terasa begitu lemas. seluruh anggota tubuh gue seperti berkonspirasi untuk membenci gue. membenci akan sikap pecundang dalam diri gue. lelaki mana yang dengan bodohnya membiarkan wanita yang dia cinta pergi dengan lelaki lain?

gue kembali duduk bersandar di balkon. gue menengok ke arah yang biasanya selalu ada sosok wanita di tempat itu. dalam hati gue bertanya tanya. seberapa besar sih rasa sayang dan cinta gue ke dia? apa setinggi Eifel Tower? apa sepanjang Great Wall of China? atau sedalam Mariana Trench? bodoh !!! gue bahkan tak pernah tau berapa tinggi Eiffel Tower, gue tak pernah tau berapa panjang Great Wall of China, dan gue tak pernah tau seberapa dalam Mariana Trench.

gue ga bisa membandingkan rasa yang gue miliki dengan benda mati. gue bahkan ga bisa mengukurnya. gue hanya bisa berkata, rasa yang gue miliki tak terbatas adanya. rasa yang tak akan pernah habis termakan oleh masa.

"mang... mang ujang...." gue mengetuk pintu kamar mang ujang

pintu terbuka, mang ujang keluar dari kamar dengan iler yang masih membasahi pipinya

"naon, A?" tanya mang ujang

"minjem motor" ucap gue, lalu nyengir lebar

mang ujang kembali masuk ke dalam kamarnya. kemudian keluar dengan membawa kunci motornya. gue pun langsung bergegas menuju parkiran dan pergi dengan motornya mang ujang.

jika kalian berpikir gue keluar dengan motornya mang ujang dengan maksud mengejar anne, ahh itu terlalu drama. gue keluar karena gue laper. gue berhenti di salah satu cafe di jalan cihampelas. gue sengaja memilih daerah cihampelas. karena biasanya saat weekend banyak cewek cewek cakep yang seliweran apa lagi saat menjelang satnight kaya sekarang ini.

gue duduk di kursi kayu yang berada sudut cafe. dengan meja bundar yang menjadi tumpuan payung berwarna hijau. pelayan cafe ini datang menghampiri gue. lalu memberikan daftar menu yang ada disini. gue memesan makanan ringan dan minuman dingin, kemudian pelayan tersebut pergi meninggalkan gue.

gue masih asik dengan hp di tangan, sampai akhirnya makanan dan minuman yang gue pesan datang. selang berapa lama. tepat di depan gue, ada sepasang anak sekolah yang baru saja duduk di bangku depan gue. yang lelaki dengan dandanan sedikit berandal dengan rambut yang gondrong untuk ukuran cowok. sedangkan yang perempuan rambutnya sebatas bahu. dengan sweater biru membalut tubuh mungilnya. hhhmmmmm mengingatkan gue pada satu masa yang telah lampau....

suara canda tawa mereka terdengar begitu renyah di telinga gue. tawa mereka terlihat begitu lepas, tanpa ada kegelisahan yang menghalangi. bukankah memang seharusnya seperti itu? saat orang yang kita sayang berada di dekat kita, seakan dunia pun ikut ceria. meskipun terkadang obrolan mereka membuat gue sedikit 'geli', namun jujur kegembiraan mereka membuat gue iri.

satu jam kemudian, pasangan sekolah itu pergi meninggalkan cafe ini. pelayan datang dan mulai membersihkan sisa sisa makanan di meja tersebut. tak berapa lama meja itu kembali terisi oleh pasangan yang usianya mungkin sebaya dengan gue. jika tadi pasangan anak sekolah menunjukan ke gembiraan, justru pasangan yang baru aja menempati meja tersebut menunjukan kemarahan. beberapa kali gue mendengar mereka beradu mulut. entah apa masalah mereka.

tak seperti pasangan yang pertama, mereka hanya sebentar berada disini dan kemudian pergi kembali. bahkan makanan yang mereka pesan belum sempat mereka makan.

sudah tiga jam berlalu, gue masih duduk sendiri di sudut cafe ini. meja kosong yang ada di depan gue kembali terisi oleh pasangan keluarga. berbarengan dengan datangnya seorang lelaki yang duduk sendiri disebelah keluarga kecil tersebut.

gue terdiam dan termenung. pandangan gue kosong menatap pusaran air di dalam gelas yang sedaritadi gue putar dengan sedotan. jika diibaratkan, pasangan sekolah yang pertama gue lihat bisa diibaratkan sebagai masa lalu gue, masa dimana selalu diwarnai dengan keceriaan. pasangan yang kedua, mungkin menggambarkan situasi gue saat ini. dan yang terakhir datang adalah hasil akhir dari perjalanan ini. apakah kedepannya gue bisa menjadi seperti keluarga kecil yang terlihat sangat bahagia seperti yang duduk didepan gue? atau ini akan berakhir seperti lelaki yang duduk disebelah keluarga kecil tersebut?

hingga terang berganti gelap gue meninggalkan cafe ini. gue mengendarai motor tanpa tau arah mana yang akan gue ambil, tanpa tau tujuan dimana gue harus berhenti. saat tengah malam gue baru kembali ke kost dengan keadaan teler. gue dapati anne duduk di teras depan. anne menatap gue dengan tatapan yang sama seperti tadi siang. gue melewatinya begitu saja, lalu menuju kamar mang ujang dan mengembalikan kunci motornya.

"Aa, dari mana?" tanya mang ujang

"dari cihampelas"

"tadi pergi ga bareng si teteh?"

"enggak, kenapa?"

"pantes tadi si teteh nyariin"

"oh" gue berlalu meninggalkannya

gue masuk ke dalam kamar gue. mengambil sebuah buku dan mulai menumpahkan segala yang gue rasa di atas kertas. selesai menulis, gue merobak kertas itu. kemudian gue membakarnya. gue hanya berharap penat dalam pikiran gue ikut menghilang seiring dengan terbakarnya kertas yang berisi tulisan tersebut.

gue tak sekedar yang tampak. gue juga tak sekuat yang terlihat. gue tersenyum hanya agar mereka tak tau bahwa sebenernya gue rapuh. gue cengeng? yup, gue memang cengeng !! terserah orang lain mau menilai gue seperti apa. gue ga pernah mengambil pusing soal itu. namun, perlu diingat. jika batu karang saja mampu terkikis dengan terpaan ombak, bagaimana dengan gue yang tidak mempunyai ketegaran dan tak sekuat batu karang?

berulang kali gue datang menghampiri anne dan mencoba untuk memperbaiki segalanya. gue udah mencobanya berkali kali namun tetap saja sikap anne terhadap gue ga berubah sedikitpun. soal ucapan mei tempo hari gue ga sepenuhnya percaya. meskipun gue tau, mei bisa berkata seperti itu mungkin karena anne telah mencurahkan isi hatinya ke mei. namun gue lebih mengenal siapa anne. gue tau anne benar benar marah sama gue....

gue masih duduk di depan meja dengan kepala tertunduk di atas meja. tangan gue menyilang dan gue gunakan sebagai tumpuan kepala. posisi gue membelakangi pintu saat pintu kamar gue terbuka. ahh paling juga mang ujang mau minta rokok sama kopi. gue mengeluarkan bungkus rokok dari saku celana gue, dan meletakannya di atas meja.

"kopi nya di kardus" kata gue sembari menunjuk ke arah kardus yang ada disamping lemari, tanpa menengok ke arahnya

langkahnya semakin mendekat ke arah gue.

"rokoknya sekalian, A" pinta mang ujang, kemudian mengambil rokok gue di atas meja.

mang ujang berlalu meninggalkan kamar. keadaan hening kembali menyelimuti suasana kamar gue. gue berpindah posisi, dan mulai merebahkan diri diatas kasur......

Where are you? and I'm so sorry
I cannot sleep, I cannot dream tonight......

-Lebih Dari Sekedar No Absen-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang