[SEDANG DI REMAKE]
Gina terus mengarahkan Maulana menuju lokasi rumahnya berada yang ternyata memang tidak terlalu jauh dari tempat dimana ia diselamatkan oleh Maulana sebelumnya. Sekitar tiga ratus lima puluh meter ke belakang, terdapat sebuah perumahan yang diatas pintu gapura bertuliskan Graha Permata Hijau.
"Ayah.."
Ia memang bersyukur telah di selamatkan oleh seseorang dari kejaran orang-orang yang menginginkan dirinya sebelumnya, namun Gina juga merasa sedih di saat yang bersamaan. Salah seorang yang sempat mengejar merupakan ayahnya dan kini ia telah tiada.
Semejak awal Gina tahu, jika apa yang ayahnya lakukan itu bukanlah sifat pribadi yang ia kenal. Ayahnya mulai berubah semenjak tergigit oleh salah satu diantara mereka yang mencoba mendobrak masuk ke dalam pintu depan rumah, dilanjutkan dengan menggigit istrinya sendiri tanpa sadar jika apa yang ia lakukan sangatlah salah, bagi hukum, maupun moral.
"Benar ini rumahnya?" memberhentikan rumahnya tepat di sebuah rumah yang sesuai dengan ciri-ciri yang telah Gina beritahu.
Sebuah rumah yang terlihat cukup besar dan luas, namun gerbang yang ada di depan sedang dalam keadaan setengah terbuka.
"I iya,"
"Bawa pistol beserta kotak pelurunya, aku akan mencoba melindungi agar tidak ada siapapun yang mencoba untuk masuk ke dalam." mengingatkan Gina sebelum beranjak keluar.
"Umm, terima kasih." membuka pintu mobil yang ada di sampingnya.
Maulana juga ikut keluar dengan keadaan mobil tetap menyala karena ia harus bisa segera kabur dengan cepat jika sesuatu terjadi. Keadaan disekitar tempat itu juga cukup buruk, jumlah zombie yang mulai memenuhi jalanan perumahan hampir berjumlah belasan dan Maulana sendiri juga tidak bisa mengetahuinya secara pasti karena keterbatasan kondisi.
"Pada dasarnya ini memang sebuah pemanasan yang sempurna." sementara ia sengaja membiarkan Gina masuk ke dalam rumah, Maulana telah menyimpan pistol yang sebelumnya sempat ia gunakan dan sedikit melakukan sebuah hentakan diantara kedua sepatu miliknya kali ini.
Terlihat dua bilah pisau yang berukuran sedang namun terlihat tajam langsung ikut muncul di masing-masing ujung sepatu miliknya, tidak terlalu besar dan tidak pula terlalu kecil, pisau tersebut telah didesain memiliki bentuk yang tajam.
"Disini ada beberapa ya." menghitung jumlah makhluk yang ada di sekitarnya.
"Woi, sini!" sengaja memancing mereka dengan nada tinggi.
Karena prioritasnya kali ini adalah melindungi, Maulana berjalan dengan santai mendekati pintu gerbang bagian depan rumah Gina sekaligus tidak ingin membiarkan siapapun dapat lewat.
Cukup mudah bagi dirinya untuk terus-terusan memicu emosi para zombie yang ada di sekitar karena mereka memang pada dasarnya sumbu pendek, mudah terpicu akan sesuatu, baik suara, rangsangan. bau, darah, atau apapun itu yang mungkin menarik perhatian bagi mereka.
"Nah, sekarang mereka benar-benar kesini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope : Survive [END]
Science FictionHalo. Namaku Maulana, salah satu seorang survivor yang masih tersisa. Milyaran nyawa telah tewas ketika kebanyakan orang tidak mempercayai wabah zombie sudah terjadi dan fakta membuktikan hal yang sebaliknya. Ini adalah kisah kami di tengah apocalpy...