Chapter 1

28.1K 782 2
                                    

-Mona-

"Hei.. Kenapa lampu gelap seperti ini?" tanyaku yang baru saja pulang dari pekerjaanku sebagai seorang guru. Dengan memakai pakaian sederhana. Salwar berwarna putih,Kamiz berwarna pink dan Dupatta berwarna putih. Rambutku ku kepang satu karena itu sedang trend sekarang ini di Chennai.

"Hallo?" teriakku mencoba memanggil seseorang.

Huft aku benci kegelapan. Aku tidak bisa melihat apapun. Hanya tempat yang disorot cahaya dari pintu yang kubuka yang bisa kulihat.

"Kakak? Ayah? Ibu? Nenek? Kakek? Dimana kalian?" teriakku.

Tiba-tiba lampu menyala bersamaan dengan suara seperti letusan balon.

"Selamat ulang tahuuuunnnnnnn" teriak seluruh keluargaku yang berdiri di tengah rumah.

Mereka semua berdiri dengan topi kerucut dan terompet. Kulihat sekeliling. Pita,balon. Semua tertempel di dinding.

Aku merasa bahagia. Beruntungnya diriku memiliki keluarga seperti ini.

"Kenapa kau hanya berdiri disana? Kemarilah" ujar kakakku yang paling cantik,Malla.

Aku dan dirinya berdiri disamping kue ulang tahun besar bertulisan 'Selamat Ulang Tahun Mona'.

"Apa kau terkejut dengan kejutan kami?" tanya ibu dengan senyumannya yang paling manis.

"Kejutan kalian adalah yang terbaik" jawabku dengan senang. "Beruntungnya aku memiliki kalian"

"Bukan kau yang beruntung. Tapi kami yang beruntung memiliki cucu seperti kalian. Kalian adalah dua saudara yang patut dicontoh oleh seluruh saudara didunia ini" jawab kakek.

Aku dan kakakku menghampiri kakek dan memeluk kakek.

"Kakek yang terbaik" ujar aku dan kakak berbarengan.

Kakek memeluk balik kami. "Kakek berharap nyawa kakek akan diambil sekarang juga"

"Kakek. Kenapa kakek berbicara seperti itu?" protesku.

"Mau bagaimana lagi? Kakek tidak mau kebahagiaan seperti ini lenyap dan berubah menjadi kesedihan" jawab kakek.

"Sudah sudah. Kau jangan ubah acara membahagiakan menjadi acara menyedihkan. Sekarang waktunya Mona meniup lilinnya" ujar Nenek kepada kakek.

Aku berdoa semoga tuhan terus mempersatukan aku dengan keluargaku. Belum aku meniup lilinnya,ponsel ayah berbunyi.

Aku mengurungkan niatku dan melihat ayah yang menjauh. Raut wajah ayah berubah menjadi khawatir dan kesal.

Selesai menelpon ayah kembali berdiri disamping ibu.

"Ada apa?" tanya ibu.

"Seperti biasa. Makelar itu mendesak ayah untuk menyerahkan tanah ayah yang ada di tepi jalan. Mereka bilang akan membayarnya tapi ayah tetap tidak mau. Tanah itu adalah satu-satunya harta yang ayah miliki untuk anak-anak ayah dimasa depan nanti. Ayah lebih baik mati daripada menyerahkannya" ujar ayah.

"Berhentilah mengatakan hal-hal sema..."

Perkataan ibu terhenti dengan api yang secara tiba-tiba mati tertiup angin. Semua orang terkejut.

"Pertanda buruk. Apinya mati tepat saat ayahmu mengatakannya. Ini benar-benar bertanda buruk" ujar nenek ketakutan.

Mendengar nenek mengatakan itu aku semakin khawatir.

"A-apinya hanya mati. Tidak apa-apa nek. Jangan khawatir" ujar kakak.

Aku berharap apa yang kakak katakan benar.

My Arrogant Boss,My Sweet CoupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang