Chapter 71

3.8K 135 8
                                    

-Malik-

Aku masuk kesalah satu kamar. Aku berdiri ditepi tempat tidur.

"Kau baik-baik saja?" tanyaku.

Sonia membuka matanya dan menatapku. "Kau terlihat sehat" jawabnya.

Aku duduk diatas kursi disamping tempat tidur.

"Kau terluka karena ku.. Lagi" ujarku.

"Kapan aku terluka karenamu? Justru kau yang selalu terluka karenaku" jawabnya dengan sedikit lemah.

"Aku bertemu ibumu diperjalanan menuju kesini. Aku tidak akan bertanya apapun dan aku tidak akan mendengar alasan apapun"

Sonia mendecih. "Dasar pria egois" ujarnya.

Aku tersenyum kearahnya.

"Sudah lama aku tidak melihat senyuman itu. Selama ini aku hanya melihat kau tersenyum untuk Mona" ujarnya.

"Cepatlah sembuh, aku akan selalu tersenyum setiap kali bertemu denganmu" ujarku.

"Ini aneh"

"Kenapa?" tanyaku.

"Dulu aku sangat tergila-gila dengan senyumanmu tapi.. Sekarang aku merasa biasa saja"

"Kenapa? Kau sudah melupakanku?"

Sonia tersenyum. "Dulu setiap detik aku menunggu kau menelponku tanpa alasan. Setiap menit aku ingin melihat wajahmu. Tapi.. Bukan kau lagi yang kutunggu, tapi orang lain"

"Hmm.. Kuharap dia lebih baik dariku"

Sonia tersenyum lebar mendengar doaku.

"Aku tidak berhak meminta permintaan maaf karena aku tidak pantas dimaafkan. Tapi aku bisa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Kapanpun kau menbutuhkanku, aku siap membantumu"

"Tentu" jawab Sonia.

***

Aku kembali ke kamarku setelah berbincang dengan Sonia.

"Kau disini?" tanyaku yang melihat Mona duduk diatas sofa.

"Kau berharap aku dimana?" tanyanya sembari bangkit dari duduknya dan berdiri di dihadapanku.

Aku tidak mengatakan apapun. Aku hanya menatap Mona dan bersyukur bahwa aku memilikinya. Aku menyentuh pipinya. Mataku terasa panas.

"Thank you" lirihku.

Air mata tergenang di matanya. Dia menyeka air mata kebahagiaanku yang menetes.

"Kau selalu bersamaku. Dari awal hingga sekarang. Terimakasih" ujarku.

Aku menurunkan tanganku dari wajahnya. Aku merogoh kantung baju rumah sakit ku dan mengambil sebuah cincin emas putih permata biru.

"Maaf aku tidak bisa memberikannya dengan kedua tanganku. Maukah kau bersamaku hingga akhir?" tanyaku sembari menunjukkan cincin yang kupegang.

"Sejak kapan kau menyiapkannya?" tanya Mona.

"Sehari sebelum kau meninggalkanku"

Mona terlihat sedih mendengar perkataanku. "Kau pasti begitu terluka dengan sikapku. Apa yang harus kulakukan untuk mengobati lukamu?"

"Tolong.. Jangan pergi lagi dariku. Tetaplah bersamaku. Jika kau ingin menangis maka aku akan menangis bersamamu. Jika kau marah kepadaku maka pukul-lah aku. Aku akan menerima semuanya"

My Arrogant Boss,My Sweet CoupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang