Chapter 10

9.6K 336 0
                                    

-Mona-

Aku melihat Malik keluar dengan Arman di punggungnya. Aku merasa sesak setiap detik menunggu mereka keluar dengan selamat.

Air mataku terbendung dan langkahku terhenti saat melihat wajah Malik yang penuh luka.

Malik menatapku yang meneteskan air mata sembari menatapnya.

Dalam sekejap aku menuduhnya sebagai pria yang tidak berperikemanusiaan, arrogant, tidak mementingkan perasaan orang lain tapi.. Apa yang kulihat ini? Dia mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan karyawannya.

Aku menyeka air mataku. "Aku akan membantumu" ujarku.

Malik mengangguk dan kami segera menuju tepi hutan untuk meminta bantuan.

Belum kami tiba di tepi hutan, tandu ambulan datang untuk menjemput Arman. Malik merebahkan Arman dengan pelan-pelan dan hati-hati.

"Segera bawa ia kerumah sakit. Jika ada masalah hubungi saja saya" ujar Malik sembari menyelipkan kartu namanya di kantung kemeja Arman.

Aku melihat Arman membuka matanya sedikit dan menggenggam tangan Malik.

"Terima kasih" bisik Arman.

Malik menggenggam balik tangan Arman dan tersenyum.

Arman dan para suster pergi dengan cepat sedangkan aku dan Malik berjalan santai menuju mobil.

"Kau begitu terluka. Sebaiknya kita ke rumah sakit" ujarku sembari melihat wajahnya yang penuh memar dan luka. Bahkan keringatpun menetes dari rambut rapihnya yang terlihat berantakan.

Malik menoleh kearahku. Tatapannya begitu dalam.

"Kau begitu perhatian kepadaku hari ini. Kau membantuku. Apa ada sesuatu?" tanyanya dengan dingin.

"Haruskah ada sesuatu baru aku memperhatikan orang lain? Tidak bisakah itu karena aku peduli?" jawabku dengan sedikit ketus.

"Kau memiliki alasan untuk kekhawatiranmu itu. Bukankah itu bagus? Dengan begitu kita memiliki hubungan yang sewajarnya"

Sebenarnya apa yang dia katakan? Hubungan sewajarnya? Apa otaknya sudah rusak karna dipukul beberapa kali?

"Ayo. Perjalanan kita masih jauh" ajak Malik.

Kami kembali melanjutkan perjalanan yang sempat terhenti.

Setibanya di mobil kami pergi menuju rumah sakit untuk melihat keadaan Arman dan pak Adli.

"Kenapa ini? Mobilku.." ujar Malik dengan bingung.

Mobilnya yang tengah jalan tiba-tiba berhenti di tempat yang...

"Mona kau diam di dalam mobil. Aku akan pergi mencari montir. Aku harap ada bengkel disana"

Aku mengangguk tanpa menatap Malik. Aku terlalu fokus dengan yang kulihat. Sebuah kebun luas yang tidak terurus.

"Malik aku..." saat aku menoleh Malik sudah tidak ada di tempatnya. Dia pasti sedang mencari montir.

Aku turun dari motor dan berjalan di jalan setapak kebun itu. Aku menyusuri jalan itu dengan rasa penasaran.

Jalan setapak itu tembus kearah sebuah perkampungan ramai penghuni.

Tempat yang tampak tidak asing tapi terasa asing. Aku berjalan melewati rumah-rumah dan warga yang sedang berkegiatan.

Hingga akhirnya langkahku terhenti di sebuah rumah cukup besar tapi tidak terurus.

Dadaku terasa sesak. Air mataku terbendung. Ini.. Ini adalah rumahku.

My Arrogant Boss,My Sweet CoupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang