Shella dan hapenya adalah dua hal yang tak terpisahkan. Keberadaan Shella tak pernah jauh dari hapenya, dia juga selalu membawa tas selempang yang berisikan power bank beserta kabel untuk berjaga-jaga jika sewaktu-waktu hapenya perlu untuk di charge.
Mama dan Papa selalu menanyakan kabar Shella di grup keluarga, rutin setiap harinya dia akan mengupdate apa saja yang telah dilakukannya dalam hari itu untuk meyakinkan bahwa ia beserta kelompoknya baik-baik saja di desa orang. Kedua orangtuanya itu juga sudah dua kali menjenguknya dalam kurun waktu dua minggu dia disini, kadang hanya untuk sekedar mengantar makanan, kue, atau membawakan barang Shella yang ketinggalan. Kunjungan mereka selalu tak lebih dari satu jam karna Shella harus melakukan berbagai program kerja yang menjadi bagian dari kegiatan KKNnya.
Tentunya kedatangan Mama dan Papa itu tidak berdua saja, Trian, adiknya Shella itu pasti ikut. Chanyeol pun juga pernah satu kali ikut mengujunginya. Ah, bicara soal Chanyeol. Ketika datang dia tak banyak bicara, Chanyeol hanya akan duduk dihadapan Shella dan melipat lengan kausnya hingga sebatas siku. Pandangannya menilik ke seluruh ruangan yang membuat Shella bertanya-tanya apakah ada yang salah dengan poskonya ini.
Chanyeol pun jarang menghubunginya, kalau dihitung-hitung dalam satu minggu mungkin tidak lebih dari dua kali Chanyeol menelponnya. Sebenarnya itu sesuatu hal yang bukan masalah bagi Shella, toh sehari-harinya juga dia dan Chanyeol sangat jarang telpon atau chat-an jika itu tidak diperlukan, untuk apa dia peduli. Tapi isi hati kecilnya hanya ingin membuktikan bahwa yang diucapkan Chanyeol sehari sebelum dia berangkat KKN benar.
"Woi Shel," Dipa melayang-layangkan telapak tangannya dihadapan muka Shella. "Dipanggil dari tadi juga, malah ngelamun. Jadi sebar undangan gak nih?"
Shella seakan tersadar atas apa yang dipikirkannya barusan, segera mengenakan topi dan jaket almamaternya yang sudah ada digenggamannya.
"Yuk."
Sore ini saat yang tepat untuk menyebar undangan. Penyuluhan kesehatan adalah salah satu program kerja kelompoknya yang akan dilaksanakan dua hari lagi, sehingga mereka berbagi tugas untuk menyebarkannya ke tiap RT-RT. Shella dan Dipa melintasi jalan setapak dengan motor yang dikendarai oleh Dipa, Shella tidak bisa mengendarai motor, itulah alasannya dia harus digonceng berdua dengan Dipa. Sementara temannya yang lain, sudah berada di sisi lain desa ini untuk mengirimkan undangan yang sama.
Sekitar 10 RT telah Shella dan Dipa datangi, delapan dari mereka menyambut undangan dengan baik, sementara dua lainnya seakan-akan menolak kehadiran mereka. Rumahnya kosong dan mati lampu, yang berarti orangnya sedang tidak ada dan mereka harus datang lagi diwaktu lain untuk memastikan semua RT telah memperoleh undangan.
Langit sudah berganti warna, seakan sebuah lukisan, warna jingga itu mulai pudar dengan seiringnya waktu, menyisakan gelapnya malam saat Shella dan Dipa tiba diposko. Teman-teman yang lainnya sudah sampai lebih dahulu, Shella dapat mengetahui itu dari motor-motornya yang sudah terparkir rapi didepan garasi.
Dia tidak terlalu memperhatikan kehadiran mobil hitam di sekitar poskonya sampai dia masuk kedalam rumah, dan menemukan Chanyeol sedang duduk bersila diatas karpet sambil bermain hape, dan memunggunginya.
"Chanyeol?"
Yang dipanggilpun menoleh, mata Chanyeol seakan berbinar-binar namun redup seketika ketika Dipa menyusul dibelakang Shella.
"Habis dari mana?" Chanyeol tak mengindahkan pertanyaan Shella, malah bertanya balik.
Seratus persen Shella yakin Chanyeol sudah tau jawabannya dari teman-temannya yang lain. Bicara soal teman-temannya itu, mereka berada di kamarnya masing-masing dan membiarkan Chanyeol sendiri menunggu Shella diruang tamu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Endline #PCY
FanfictionChanyeol dan Shella sebelumnya tidak pernah bertemu dan saling mengenal. Mereka hanya dipaksa untuk tinggal serumah, bertatap muka setiap hari, dan memberikan keturunan. Dan keduanya tidak sanggup untuk menjalani itu seumur hidup. Sehingga pada suat...