Masa depan adalah hal yang tak dapat diprediksi.
Secanggih-canggihnya teknologi, sepintar-pintarnya manusia, tidak akan ada yang bisa mengetahui apa yang akan terjadi besok. Perkiraan cuaca bisa salah, ramalan horoskop apalagi, bahkan Mama Lauren sekalipun tidak tau bahwa dia akan mengakhiri hidupnya keesokan hari.
Sama halnya dengan isi hati manusia, tidak ada yang tau kemana dia akan berlabuh. Seseorang mungkin bisa menjalin hubungan selama bertahun-tahun, menyandang gelar 'pacaran' dan menghabiskan waktu bersama orang itu dengan jalan setiap akhir pekan, makan bersama, antar jemput-pulang setiap hari, temu orang tua, namun kemudian menikah dengan orang yang berbeda tahun depannya.
Perkara hidup memang penuh dengan ketidakpastian.
Seperti Shella yang tidak tau dengan pasti apa yang dia harapkan.
Seperti Faris yang tidak kunjung mendapatkan kepastian.
Dan seperti Chanyeol yang tidak pasti menyangka akan bertemu Shella di restoran pada hari itu.
Dengan ketidakpastian itulah manusia hidup, karna yang pasti hanyalah mati.
Oleh karena itu, setiap orang memiliki pilihan bagaimana dia akan menjalani kehidupannya. Pilihan apakah ingin mandi jam 6 atau jam 8 pagi, makan di restoran atau makan di warung, mau ke tempat teman atau langsung pulang ke rumah, atau sesederhana apakah ingin mengecek Hp atau tidak.
Tentunya masing-masing dari kita pernah berada diposisi yang sulit. Menentukan pilihan yang akan berdampak besar untuk kehidupan nantinya. Seperti jurusan kuliah, perusahaan yang ingin dijadikan tempat kerja, hingga pasangan sehidup semati. Entah apa yang akan terjadi didepan, setiap pilihan selalu memiliki resiko, dan kita harus berani mempertanggungkawabkan pilihan itu.
Dahulu, Shella menetapkan pilihan bahwa dia akan kuliah di fakultas ekonomi jurusan manajemen, dia akan bekerja di perusahaan Papa nantinya. Namun sayangnya, Shella tidak pernah memilih dia akan menikah dengan siapa.
Chanyeol adalah laki-laki yang dijodohkan dengan dirinya. Dia tidak pernah mengenal Chanyeol sebelumnya, pertemuan pertama mereka bersamaan dengan penentuan tanggal pernikahan yang ditentukan kedua orangtua. Shella tidak punya pilihan, dan Shella tidak pernah memilih Chanyeol.
Sama halnya dengan kuliah, seseorang yang dipaksa orangtua untuk berada di jurusan yang sebenarnya tidak diinginkan akan membuat kuliah dijalani dengan setengah hati. Setelah lulus, bisa saja orang tersebut tidak ingin bekerja di tempat yang sesuai dengan jurusannya.
Mungkin itulah yang terjadi pada beberapa keputusan yang tidak dipilih sendiri.
Ada keinginan untuk bebas. Ada keinginan untuk lepas dari penjara yang diciptakan orang lain.
Sehingga ketika disodorkan sebuah pilihan setelahnya, menceraikan Shella atau mengirim Vania ke Sulawesi seperti yang terjadi pada Chanyeol, Chanyeol memilih yang pertama.
Begitu halnya dengan Shella, tanpa ragu memilih untuk pergi ke London dibandingkan melanjutkan pendidikan S2 di Indonesia.
Tapi manusia sebenarnya adalah makhluk yang unik. Banyak hal yang ada pada manusia dan tidak dimiliki makhluk lain, seperti otak yang cerdas, kemampuan berpikir kognitif, mengenal pakaian, hingga pada fisik manusia yang memiliki jari yang fleksibel. Namun ada satu yang paling mengganggu.
Yaitu, rasa penyesalan.
Penyesalan terbesar pada hidup Shella terjadi saat dia melihat Chanyeol menggendong anak. Tidak ada deskripsi terbaik saat dihadapkan pada kenyataan itu selain jiwa Shella yang terasa lepas dari tubuhnya.
Shella pernah bilang dia telah melupakan Chanyeol sepenuhnya. Bahwa dia tidak ingin bersama Chanyeol lagi. Tapi perkara mengingat dan lupa adalah tanggung jawab otak bukan? Hati hanya memiliki kemampuan membuka dan menutup, yang jika membiarkan orang masuk kedalam maka dia akan menetap selamanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Endline #PCY
FanfictionChanyeol dan Shella sebelumnya tidak pernah bertemu dan saling mengenal. Mereka hanya dipaksa untuk tinggal serumah, bertatap muka setiap hari, dan memberikan keturunan. Dan keduanya tidak sanggup untuk menjalani itu seumur hidup. Sehingga pada suat...