[6]

903 90 10
                                    

Kamu datang jauh-jauh ke gedung ini, menghabiskan sebelas Oreo, cuma untuk bertemu dengan Leth, luluh dan memaafkannya atas permainan belakangnya bersama Gilles, lalu mengorbankan semuanya dan kembali kepada Leth? Tak mungkin. Memilih Leth dan membuang kesempatanmu di Biomedicine ialah kekonyolan abad ini, kalau sampai terjadi.

"Maaf, Leth. Aku bisa memaafkanmu, tapi aku tak bisa ikut kaupulang sekarang," tukasmu, sambil mengambil amplop Veritaject. "Salam buat ayahmu."

Tanpa menunggu apa reaksi Leth, kamu membiarkan lenganmu dibekap pemuda berjas. Kauingat ada sesayupan suara Leth yang masih memohon-mohon, tetapi kamu memilih membiarkannya saja. Sementara itu, genggaman pemuda itu kian keras di lenganmu. Kamu meringis beberapa kali. Ia tak peduli. Kamu diseretnya terus menuju koridor, lalu ke sebuah elevator. Ia menekan beberapa tombol di sebuah peranti layar datar, lalu pintu elevator terbuka. Kalian melangkah masuk.

"Lantai sebelas."

"Aku sudah tahu."

Kamu segera tahu jawabanmu salah.

"Di lantai sebelas ada anggota tim yang lain. Ada satu pimpinan. Sisanya semua rekanan biasa. Kalian cuma berlima di Veritaject."

Kamu mendeham saja, tidak tahu harus berkata atau bertanya apa. Elevator itu aneh. Lebih mirip travelator. Ia memanjati lantai demi lantai, sementara di sekitarnya penuh dedaunan dan sulur-sulur pohon rambat yang entah bagaimana bisa bergelung pada tiang-tiang pilar dengan anggun, tanpa terlihat jorok. Arahnya juga membingungkanmu. Itu dari bawah ke atas atau menyampingkah? Kamu sedang membayangkan bagaimana seniman anggrek mungkin turun tangan di sini, atau bagaimanakah cara seniman marmer menata ornamen di setiap lantai; ketika kotak itu sendiri berpendar. Tahu-tahu saja, tempat yang dituju telah sampai. Terdengar suara ding keras, yang segera diikuti membukanya dua daun pintu ke samping.

"Keluar."

Kamu melangkah keluar. Lantai marmer menyambut. Kamu dituntun melewati sebuah lorong pendek yang bermuara pada sebuah bilik berukuran sekitar lima meter kali lima meter, dengan hiasan-hiasan porselen di empat sudut. Ada tiga orang lain di sana.

"Sebentar. Saya perkenalkan Anda pada penyelia semua anggota di tim Veritaject."

Kalian berempat membalik badan, ketika seorang wanita baya muncul dari balik replika patung David.

Kamu mengenalnya dari berbagai liputan industri obat di Augariana.

Namanya Tamara Margana.

*

Dalam waktu singkat, kalian segera cocok dengan Tamara, meskipun kalian belum kenal satu sama lain. Ajang itu dimanfaatkan Tamara untuk lebih mengenal kalian. Setelah kamu disuruh sebagai orang pertama yang memperkenalkan diri, Tamara melayangkan tanya demi tanya ke rekan-rekanmu. Ada Archer, seorang perawat profesional yang banting setir ke pelayanan palang merah karena mengaku bertobat (kamu tidak berani bertanya dia bertobat atas dosa apa, karena satu, tidak penting, dan dua, tidak relevan). Ada Raimi, mantan anggota tim Humanitarian yang pindah ke tim ini karena salah klasifikasi dan sempat dikira laki-laki. Yang satu lagi bernama Kirkin. Pemuda mungil berambut keperakan itu tadinya peneliti biomedis yang sudah malang melintang bekerja sama dengan Tamara. Kelincahannya terlihat dari rautnya yang masih tampak muda, meskipun warna rambutnya begitu. Kamu takjub.

Di hari pertama itulah, kalian kemudian dibawa berkeliling fasilitas. Seluruh lantai sebelas ialah kepunyaan proyek ini. Komitariat Biomedicine.

"Sebelum mengenal Veritaject, ada pertanyaan?"

Semua orang, kecuali kamu, mengacungkan jari. Tamara menunjuk Raimi duluan. Sontak, Raimi gelagapan. Archer melirik, segan pada mulanya. Lalu Tamara berusaha meyakinkannya bicara, dan berhasil.

"Ke mana orang-orang yang lain?"

Tampak jelas bagimu, Tamara menyimpan jawaban tak enak atas pertanyaan itu. Mungkin jawaban yang mengerikan.

"Mereka berhenti."

"Semua?"

"Semuanya."

"Mustahil!" Archer nyaris menggebrak meja. Untung tak jadi ia lakukan. Sementara kamu dan sisa rekanmu menunggu-nunggu apa yang akan dilakukan Tamara ke kalian, justru tak ada yang terjadi. Kamu bertambah bingung.

"Terserah apa pendapat kalian tentangku. Kita lihat formula Veritaject saja dulu."

Ia menutup gawai yang ia bawah, lalu ia masukkan gawai itu ke dalam saku celana, dan beranjak menuju sebuah lemari.

Tamara menekan-nekan tombol hingga layar bersinar terang, sambil membukakan pintu dari balik sana.

Ya Tuhan. Misteri apa lagi ini?


Kenali Tamara Margana lebih lanjut di [9].

Conundrum AproposTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang