[113]

123 12 10
                                    

        

Hanya Sanomat yang bisa kamu percayai. Brio ini penipu, sungguh.

Pistol yang kaurebut dari kantong belakang celana Solomat sungguh membuatmu tanganmu bergetar hebat. Kamu belum pernah memakai pistol seumur hidupmu. Apalagi untuk menembakkannya ke orang, baik untuk membunuhnya, atau sekadar melumpuhkannya. Namun, apa boleh buat. Pistol Brio sudah terpacak pada kening Deev.

"Kapten Brio, tolong, jangan."

"Orang ini pantas mati!"

"Tidak!"

Gilles-lah yang pantas mati. Dia tak cuma merebut gadismu, lalu mengobrak-abrik kemaluannya dengan antidotum. Kamu tak rela, tetapi kamu sadar, otakmu memang kadang seprimitif itu.

"Dia tahu terlalu banyak. Dia tahu terlalu banyak tentang hasil proyek Nottingham!" Segera, Brio berpaling pada Deev, tanpa menurunkan pistolnya. "Aku takkan memaafkanmu, Badan Besar, sebelum kamu tunjukkan otak asli Profesor Tamara!"

"Otak itu ada di dia!" tunjuk Deev ke Gilles. Seketika, Gilles menjawab, "Otak itu sudah kami pindai."

Kalian semua melongo. Terheran-heran kapankah Gilles melakukan itu, padahal tadi ia bilang otak itu hilang. Betapa pembohongnya! Memang seharusnya ia mati saja, batinmu, tanpa putus.

"Hasilnya apa?"

"Memori terakhir, ia bilang bahwa Brio yang membunuhnya."

Ganti Sanomat yang memelototi Brio.

"Brio? Jadi?"

"Belum tentu itu benar, Nomat. Pemindaian baru efektif kalau otaknya masih segar."

"Kami memindainya tiga hari setelah otaknya ditemukan. Kami terima otak itu langsung dari fasilitas Veritaject."

Sanomat masih tak percaya. Mukanya kini merah padam, dengan mulut berkecumik tidak keruan. Kamu masih mencari-cari kesempatan, sementara kepalamu masih meraba-raba pegangan. Entah siapa yang jujur, dan siapa yang berbohong. Semua tertutup halimun kelabu yang begitu tebal hingga kamu tak bisa melihat kebenaran di baliknya.

Gilles menyahut pelan, "Otak itu langsung diserahkan Brio. Ke Galea. Lalu ke...."

"Sudah, sudah!" Sanomat menutup telinganya dengan kedua tangan. "Lebih baik kamu saja yang mati, Brio!"

Gilles sudah kembali ke sebelah Leth. Mereka menatapmu, penuh harap. Mengiba hingga berkaca-kaca. Gilles tak sanggup mendengar jawabanmu. Ia menarik paksa tangan Leth, meskipun gadismu menolak keras. Tak lama, digendongnya Leth, tepat di depan dadanya, lalu mereka lari lewat pintu belakang.

Sanomat menggeram. Kepalan dua tangannya gemetar. Ia sudah begitu dekat dengan Brio. Kalau ia tak kuat menahan diri, pasti bogemnya sudah terbang tepat ke wajah itu.

"Bangsat, kamu, Brio. Aku tak menyangka...."

Lalu, semua terjadi dengan sangat cepat.

Matamu melihat kilatan benda tajam, keluar dari saku kiri di celana Brio. Tangan itu bukan tangan dominannya, tetapi ia begitu cepat menerbangkan benda itu. Tanpa kausangka, Sanomat begitu cepat menangkisnya. Brio meletuskan pistol. Pisau itu terlontar terbang, terpelanting di sebelah kanan Deev. Entah bagaimana, Brio melihat ke mana pisau itu pergi, dan langsung menyambarnya. Sanomat berkelit lagi, berusaha merebut pistol dari tangan Brio. Dapat. Hanya bermodal pisau, ia meringkus punggung Deev.

Kamu tak sanggup melihatnya mencucukkan pisau itu hingga enam kali.

"Brio, jangan paksa aku," kata Sanomat. "Menyerahlah. Kamu sudah membunuh ilmuwan terbaikku. Membunuh informan terbaikku. Kini... informan terbaikku yang satunya lagi."

Conundrum AproposTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang