[32]

517 69 6
                                    

        

Kamu terbangun dengan kepala berat.

Bukan karena mabuk seperti dulu. Kejadian semalam, dan semua yang tiba-tiba menggelinding ke arahmu, seolah tak bisa kauhentikan sendirian. Semua menyerang dari berbagai penjuru.

Sama saja dengan televisimu yang entah bagaimana sudah menyala. Kalau di malam hari televisi di sebelah panel multimediamu menayangkan liputan dari lapangan dan berita yang seram-seram, di pagi hari mereka malah mengundang beberapa narasumber ke studio untuk siaran langsung. Bincang-bincang yang dibuat-buat. Beberapa dari mereka pernah kaulihat. Beberapa pernah bertemu langsung. Sisanya tidak tahu.

"Konspirasi. Ini pasti konspirasi," ujar salah satu bapak yang duduk paling ujung.

Dulu kamu mengenal wajahnya sebagai menteri pertahanan dan hukum, tetapi seingatmu lagi dia sudah dipecat karena pernah ketahuan korupsi di atas meja. Sekarang, dengan tidak tahu malunya, ia kembali muncul ke publik. Tanpa pernah mengecap penjara, tentunya.

"Menurut Anda, teori konspirasi semacam apa yang mungkin membuat Profesor Tamara Margana dibunuh? Bukankah beliau adalah salah satu ilmuwan neuropsikiatri yang paling disegani di negara kita? Bukankah beliau juga cukup dekat dengan Augariana satu?" ucap sang pemandu acara. Kamu mengenalnya sebagai wanita pemberani yang lihai menguliti narasumber di siaran langsung. Narasumber yang kebetulan punya rekam jejak kejahatan biasanya sulit berkelit dari pemandu acara ini. Tampak di sekelilingnya, ada beberapa pria dan wanita. Sebagian yang tua menunduk. Sebagian yang muda malah menantang langit, meletakkan jari-jari di bawah dagu, memeragakan proses berpikir. Terlalu dibuat-buat. Justru kamu semakin tak percaya.

"Pasti karena proyek Nottingham," ujar narasumber pria. Taksirmu, ia yang termuda di ruangan itu. Tampilannya klimis, paling segar di antara bapak-bapak lain yang mengering dan tertunduk. "Proyek Nottingham masih misterius. Pihak Universitas Aldridge-apalah-namanya-itu sangat tertutup waktu dimintai keterangan. Sepertinya mereka kongkalikong."

"Dan karena itu Sanomat tidak suka."

Suasana memanas. Menyebut kata Sanomat, yang dalam bahasa Finlandia berarti pesan, seharusnya sah-sah saja jika diikuti kata sifat negatif. Namun, karena kata ini berarti juga nama Sang Augariana Satu, pengultusan itu ada. Memang tak kasat mata, tapi sungguh ada.

"Atau kaki tangan Sanomat. Kaki tangannya banyak, karena dia bun...."

Pria itu buru-buru mengatupkan saputangan ke mulut sendiri yang tadinya menganga. Ia berkomat-kamit beberapa detik, memeragakan gerak seperti kumur-kumur. Beberapa hadirin tergelak, tetapi tertahan saja. Takut digerebek, kalau terlalu kencang.

Tiba-tiba siaran bincang-bincang itu berhenti. Seorang pembaca berita menyela usai jeda sepuluh detik. Kamu tak pernah suka wajahnya, karena wajah itu selalu mengingatkanmu akan ada bahaya yang mengancam.

Lagi-lagi, kamu benar.

"Pemirsa. Baru saja kita mendengar bahwa kematian lain yang sepola dengan kematian Profesor Tamara Margana dan Raimi Bostervik, menyerang tiga orang sekaligus. Anumet Krazdrakh dan Brekit Porlough dari komitariat Veritasensor, serta Zsolt Stimson dari komitariat Humanitarian, sama-sama ditemukan tewas dalam kondisi sama. Batok kepala terbuka, otak hilang. Polisi mencoba mengaitkan empat kasus pembunuhan ini dan sudah memanggil beberapa pakar asal London dan Bath, Britania Raya untuk mengerucutkan kemungkinan pelaku. Berita selanjutnya akan menyusul pukul sebelas. Sekian."

Kenapa kesimpulannya tidak disebut?

Belum lagi pertanyaanmu terjawab, kamera televisi kembali ke ruang bincang-bincang.

Tampak rusuh di sana. Sangat. Para penonton di baris depan berdiri. Sebagian naik ke panggung, hendak melerai sesuatu. Tampak beberapa prajurit topi bulu ayam rimbun, pertanda ada Sanomat di sana. Si pembawa acara entah sudah bersembunyi di mana. Beberapa pria yang tadinya hanya mengatur acara dari balik komputer, kini semua maju ke panggung. Seketika, panggung seperti pasar raya.

Conundrum AproposTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang