[36]

141 16 0
                                    

        

"Ini, buatmu."

Sanomat memainkan telapak tangannya yang gemuk ke telapak tanganmu, yang ukurannya cuma setengah telapak tangan itu. Panel itu tak jadi ia serahkan. Ia cuma bercanda yang tidak lucu.

"Tidak, ah. Tidak jadi. Nanti aku saja yang tanam panel ini, tidak usah kamu."

Wajah Sanomat menyeringai ganjil. Seringai sadis yang kaukenali sebagai pertanda bahwa ia akan menyaksikan pembantaian tak lama lagi. Rasa penasaranmu terbit begitu cepat. Memangnya panel itu mau ditanam ke tubuh siapa?

"Ini panel untuk...."

"Ditanam ke Aletheia Farris."

Sialan. Sungguh sialan, umpatmu. Itu kan Leth! Berani benar mereka menyeret wanita ke dalam masalah ini!

"Panel ini harus ditanam ke dia, lalu kamu disuntik pakai Veritaject, dan," ia menyeringai ganjil lagi, persis seperti tadi, "cari tahulah kebenaran dari mulut dan isi kepalanya sendiri."

Ia yakin sekali Leth akan mengatakan sesuatu yang menyakitkan buatmu. Mana bisa begitu?

"Kamu akan terperanjat, Anak Muda. Akan terperanjat sampai kamu pingsan."

Kamu memperlihatkan gestur ingin berkemas, "Oke, aku akan segera...."

"Tidak perlu, Anak Muda."

Mendelik keheranan, kamu memicing tak percaya.

"Leth ada di sini. Di gedung ini juga."

Usai titik di kalimat terakhirnya, Sanomat tergelak. Gelegar itu menembus seluruh penjuru ruangan.

Kamu pikir, kamu bisa melarikan diri di jeda waktu antara kamu menerima Veritasensor dan menanamkannya ke tubuh Leth. Sanomat tahu ke mana akal licikmu akan berbelok. Ia lebih licik lagi darimu: ia giring Leth, ia tangkap wanita yang tengah hamil besar itu, kemudian ia kerangkeng wanita itu, hingga kamu tak perlu berjauh-jauh naik metrokapsul hanya untuk menemuinya dan menyusun rencana B atau C.

"Ikuti aku."

Dengan kawalan Solomat dan Zigurat, kamu dijaga dalam jarak lima langkah di belakang Sanomat, yang menyusuri lorong demi lorong tanpa keraguan sedikit pun. Begitu rumitnya arah belokan-belokan itu, hingga kamu gagal mengingat lebih dari lima belokan berturut-turut. Otakmu terasa melemah. Beberapa kali kamu mengerjap, ketika hendak menuruni tangga atau menaiki pedal jembatan.

"Hei. Kenapa kau? Mau lari?" tuduh Zigurat. Kamu menggeleng.

"Ini efek otak yang melemah. Otak yang lemah tak bisa merangkai dunia fiktif berkedok kebohongan."

"Hmmm, hmmm," gumam Zigurat menanggapi kuliah singkat Solomat. Sebuah kuap bergema mengikutinya. Sekejap, kalian tertinggal beberapa langkah di belakang, dan Sanomat perlahan menghilang. Untung, selain gerak Sanomat yang memang tidak bisa cepat, ada suara kelentingan logam beradu beberapa langkah di depan kalian, ke arah belokan yang menuju ke kiri. Kalian mendapati Sanomat berkutat dengan pilar-pilar logam. Sepertinya ia sedang membuka kunci. Begitu kalian tiba, daun raksasa itu bergeleser.

Pertanda Sanomat telah berhasil dengan pintunya.

"Sini, Anak Muda."

Kepalamu melongok mendahului badanmu. Di dalam sana, pandanganmu langsung menambat padanya.

"Leth!"

Leth balas meneriakkan namamu.

Kamu segera ingat, bahwa tanganmu masih dalam keadaan teborgol. Leth juga. Kalian urung berpelukan, atau sekadar berpegangan tangan, atau, ah, sekadar saling sentuh pun. Zigurat merogoh sakumu yang berisi panel Veritasensor, lalu melemparkannya kepada Sanomat yang sigap menangkap. Di luar dugaanmu, perangkat pisau dan gunting itu ia mainkan dengan terampil. Dalam waktu singkat, ia sudah menyemprotkan obat bius ke punggung tangan Leth berkali-kali, sudah bersiap dengan dua pisau dan satu pinset yang dibantu pegang oleh Solomat. Zigurat berkomat-kamit. Kamu mencoba membaca gerak bibirnya, tetapi gagal.

Di balik punggung gemuk Sanomat yang menghalangi pandanganmu, Leth meringis. Sesekali merintih. Anestesinya mungkin tidak begitu mempan. Teror itu hanya berlangsung semenit. Sanomat begitu lihai. Tepat setelah ia selesai dengan aba-abanya, Solomat berdiri dan menghunuskan sebilah batang jarum. Langsung menembus otot tebal segitiga di bahu kirimu. Kamu tak lagi punya kesempatan mengelak gelenyar di kepalamu.

"Tolong!"

"Tidak ada gunanya! Itu cuma rasa sakit sementara ketika Veritaject disuntikkan! Jangan cengeng!" hardik Solomat. Zigurat kian erat mengekangmu dari belakang. Dia dan borgol sama-sama saja fungsinya.

Terlambat. Kamu telanjur terkulai begitu lemas. Mungkin dosis Veritaject tadi terlalu banyak. Atau mungkin injeksi pada otot memberikan efek lebih dahsyat daripada injeksi bawah kulit. Usai kamu terjerembap di lantai baja dingin, pimpinan buntal dan dua asistennya itu berdiri. Mengucapkan selamat tinggal pun, tidak. Mereka meninggalkanmu--yang masih teborgol--dan Leth begitu saja, sambil tak lupa menggerendel kembali pintu tebal nan berat yang memisahkan kalian dengan dunia luar.

Kamu dalam pengaruh Veritaject berhadapan dengan Leth dalam pengaruh Veritasensor.

Leth tak pernah serius menjalin hubungan denganmu.

Leth hanya menjajalmu sebagai pelarian atas Gilles yang tiba-tiba menghilang tanpa kabar.

Tetapi, ia menganggapmu serius dengan hubungan kalian. Leth iba padamu. Tapi, tidak lebih.

Anak yang tengah dikandungnya bukan anak Gilles.

Kamulah ayah anak itu. Kalian membuat anak itu tepat semalam sebelum kamu berkelahi di kafe.

Leth tahu karirmu di ambang berantakan. Ia akan meninggalkanmu, beralih pada Gilles, yang masih cemerlang di komitariat Veritasensor, tanpa gerakan pengkhianatan semacam ini.

Ia menyesal hamil atas bayimu.

Leth ingin kamu pergi saja dari hidupnya yang mungkin tak lama lagi.

Leth membuang muka. Kangkangannya ia lebarkan. Giliranmu yang membuang muka, ketika lirikmu menangkap sepasang tangannya yang berusaha meraup ke dalam liang kemaluannya sendiri untuk mengeluarkan monster pengganggu itu dari rahimnya dan melemparkan tubuh merah lengket itu ke arahmu.

Kepalamu bertambah sakit. Bukan cuma putih; kini semua berputar di depan matamu seperti gasing. Kabur. Buram. Lengkap dengan dera plasenta, tali pusar, dan seonggok bayi yang tak jelas hidup atau mati. Tak enak untuk dilihat. Apalagi diingat. Mengingat kalian terkungkung di dalam sana selamanya, sampai mati.

Kabar baiknya adalah Leth telah menyampaikan kejujuran. Bukankah Sanomat selalu benar, bahwa kejujuran seratus persen itu selalu baik adanya?

Kini, kamulah yang terpuruk di bardo, menunggu tak pasti antara mati atau lahir kembali dan mulai lagi dari nol.

TAMAT

Conundrum AproposTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang