Kamu memutuskan untuk bergabung dengan tim Biomedis saja. Omong-omong, mereka menyebutnya komitariat Biomedicine. Mengapa harus mempertaruhkan peluang karirmu yang cemerlang dengan bidang yang terlalu cari aman seperti Humanitarian? Persetanlah prestasi akademikmu yang medioker dulu. Bukankah itu takkan dilihat orang lagi ketika kamu berprestasi?
Usai memantapkan hati dan mengucapkan pilihanmu pada petugas, kamu diminta untuk melewati sepasang daun pintu cokelat berukir yang besar, bersama segelintir orang lainnya, yang rata-rata sebaya denganmu. Spanduk raksasa bertulisan Biomedicine Selection menyambutmu. Kauperhatikan deretan meja-meja panjang di dalam sana. Kamu teringat susunan tempat tidur rumah sakit militer darurat di zaman perang, seperti yang diilustrasikan di film-film dan galeri fotografi sejarah di museum-museum. Ini persis sama, hanya saja semua kelabu, semua mengilap. Sudah duduk puluhan pemuda-pemudi lain. Semua menghadap meja, mengulurkan lengan kiri yang menengadah, menyodorkan lipat siku masing-masing. Di hadapan setiap orang, ada petugas berseragam kelabu-kelabu, memegang beberapa bilah jarum, di hadapan berderet-deret ampul dengan isi beragam. Tak lupa sebuah panel kecil yang mirip galvanometer di atas setiap meja.
Kamu mendapati seorang petugas wanita yang sedari tadi menuntunmu dan beberapa orang lainnya. Sepertinya ia tahu banyak tentang ini semua. Hati-hati, kamu membalik badan dan bertanya.
"Maaf, Miss. Ini ruangan apa?"
"Oh, ini semacam... seleksi lanjutan."
"Oh," mulutmu seolah tersumpal, tidak tahu mau bertanya apa lagi, padahal kepalamu belumlah puas.
"Petugas kami akan mengambil darah kalian, untuk menentukan apakah Anda layak masuk daftar kandidat terpilih di Biomedicine atau tidak."
Seketika, muncul lagi pertanyaan demi pertanyaan di kepalamu.
"Oh, jadi setelah ini...."
"Ya, ya, ini langkah terakhir."
"Saya langsung...."
"Pulang atau gabung! Pulang atau...."
Kerumunan pemuda lain menyemut di belakangmu. Suara petugas itu kian samar, tertutup badan-badan tinggi mereka. Semua mendesakmu untuk terus maju dan memilih tempat duduk. Terpaksa, kauseret kakimu ke barisan meja yang agak jauh dari pintu tapi masih lowong, lalu duduk sekadarnya di sebuah kursi kosong terdekat. Petugas di hadapanmu tersenyum samar. Entah bagaimana kepalamu memproses itu semua, kamu malah menangkapnya sebagai seringai jahanam. Kamu mengelak, membuang muka, meskipun pasrah juga ketika menengadahkan lengan bawahmu di meja.
Sebuah pelantang di sudut ruangan (yang entah suaranya datang dari mana) menyerukan agar semua petugas tidak dulu menyuntik subjek yang duduk di hadapan masing-masing. Ruangan serupa barak itu penuh dalam sekejap, tetapi butuh sekitar tiga menit bagi pemuda-pemudi tersisa untuk duduk hingga rapi. Setelah semua siap, pelantang kembali berbunyi.
"Selamat datang para peminat komitariat Biomedicine. Anda telah lolos seleksi latar belakang. Sekarang waktunya kalian menjalani seleksi final, dengan Kelana Darah."
Spasi. Ruangan sontak ribut. Sebelahmu dan sebelahmu saling lempar cemoohan tentang persandingan darah dan klasifikasi manusia. Ada yang menyetarakan perilaku ini dengan serial The Divergent; ada juga yang menyitir Gattaca, film fiksi ilmiah itu. Namun, kamu terlalu malas untuk menoleh. Lenganmu telah dipasangi bebat kain, sehingga akan repot jika kamu berontak sekarang.
"Harap tenang. Ini bukan lelucon. Bukan pula sistem kasta-kastaan. Ketahuilah, komitariat Biomedicine bukan perkara main-main. Ini menyangkut hidup dan mati program JKL negara kita. Memaksakan tampilnya kejujuran itu sangat penting bagi kehidupan kita sehari-hari. Ketahuilah dan camkanlah, Saudara-saudara."
KAMU SEDANG MEMBACA
Conundrum Apropos
Science Fiction**The Watty's Award 2020 Winner: Science Fiction in Indonesian** **Cerita pilih-sendiri-petualanganmu** Negaramu, Augariana, lelah menghadapi kebohongan penduduknya, baik bohong putih maupun hitam. Wacana "Jujur Konsisten Lurus" mulai dicanangkan, d...