[77]

193 17 1
                                    

Gustav Arnefeld membuang ludah ke lantai.

"Tidak punya peta itu? Ah, sayang sekali. Aku mencari-cari kertas itu, sebagai kenangan tentang abangku. Sorry ya, kalau kamu tidak punya. Kamu tidak boleh lewat," ujarnya, menegakkan kembali senapan dalam posisi terbalik. Ia kembali ke posisi siaga. Nirekspresi, bergeming saat kamu panggil. Bahkan saat kamu guncang.

"Percuma," sahut Deev, "dia begitu memang. Kita kembali ke ruangan saja. Ikut yang lain."

Deev benar.

Kamu mengedikkan bahu, sebelum memutuskan membuntutinya.

Cuma itu yang bisa kalian lakukan sekarang.

*

"Ck, ck, ck...."

Kirkin menghela napas saat kamu dan Deev kembali. Archer dan Galea sedang mengatur-atur tata letak gawai yang diberikan Sanomat tadi, membiarkan kalian bertiga terkurung dalam suasana tak nyaman.

"Ranselmu itu besar-besar tapi tak ada isinya, ya. Seperti Dora, dong. Kalau begitu, apa gunamu di sini?"

Kamu sudah hendak naik pitam, menyingsingkan lengan kemejamu; saat tangan kukuh Deev menengadah, menahan agar kamu menahan emosi.

"Sudahlah, Kirkin. Dia berguna buat kita. Kujamin!"

Rahang pria paruh baya itu mengeras. Cambang perak halusnya yang baru tumbuh di sepanjang rahang berkilauan diterpa sinar lampu; membuat auranya kian sikeras.

"Cuih. Berguna. Berguna katamu, kan? Kamu sudah tahu belum, gunanya dia itu apa? Tadi dia berbuat bodoh, kata Archer, pas dia balik sini. Tak tahu peta sini tapi seenaknya lari ke sana kemari. Untung Archer kejar dia tadi. Coba kalau tidak? Mau jadi apa anak muda ini? Baru pertama sampai di sini, baru sadar disekap oleh Sanomat, tahu-tahu berbuat ulah? Mau dibedil sampai mati? Mending kulempar anak muda ini ke jalanan. Mumpung di jalanan lagi perang. Biar dibedil sekalian. Sampai kepalanya bolong. Otaknya hancur! Hancur!"

Deev memang benar-benar pelindungmu. Ia makin tak terima. Kini ia berkacak pinggang, dengan dada membusung dan wajah merah padam menahan emosi. Sesuatu yang kalau disaksikan para penghakim moral, pasti dituduhkan sebagai kedurhakaan. Padahal Deev bukan anak Kirkin.

"Sudah! Sudah! Kenapa sih, tidak berikan dia kesempatan? Dia perlu waktu untuk membuktikan diri. Dan dia tidak bisa lakukan itu kalau kau mencecarnya terus!"

Kamu tak tahan. "Kesempatan apa?"

Deev memalingkan kepalanya ke arahmu, sembari melirik ke Kirkin. Perlahan ia maju, menempelkan jarinya pelan ke dada Kirkin. Deev turunkan suaranya menjadi bisikan, "Tadi kalian ngomongin Gudang Otak. Kasih dia akses ke sana."

Gudang Otak. Kamu mendengarnya. Jelas.

"Yah. Apa boleh buat. Dia sudah tahu. Kamu, sih, sebut-sebut," cerca Kirkin. Seolah sudah memasang pipa antara telinga kiri dan kanannya, Deev pura-pura tidak mendengar omelan barusan.

Kamu menatap mereka berdua lurus-lurus. Memasang air muka memelas.

"Oke. Kamu kujadikan kapten komitariat."

Astaga. Kirkin ini sedang mengujimu, meledekmu, atau apa?

"Heh! Jangan senang dulu. Bukan aku yang mau. Aku terpaksa. Karena itu titah dari Profesor Tamara, waktu beliau masih hidup."

Deev mendelik lagi. Kini, sudah ada Archer yang sudah selesai berkemas. Ia juga mendukungmu penuh sebagai kapten komitariat. Galea, yang menyusul di belakangnya, hanya manggut-manggut.

"Oke, hari ini kita akan bergerak menuju Gudang Otak."

Kalian berpandangan keheranan.

"Oh ya, maaf, aku lupa beritahu. Gudang Otak itu tidak di sini. Tapi, di bawah sini ada jalan menuju ke sana."

Kamu dan Deev bersikut-sikutan soal siapa yang akan bertanya duluan. Di saat itu, Galea-lah yang justru terlebih dahulu memberanikan diri bersuara. "Tempat apa itu?"

"Itu tempat pemerintah menyimpan otak. Omong-omong, itulah proyek Veritaject yang sebenarnya. Bukan yang kalian lihat di sini."

Kamu bertambah bingung. Bukankah proyek Veritaject itu adalah mengembangkan ramuan injeksi untuk memungkinkan seseorang membaca pikiran orang lain? Sejak kapan Veritaject bisa berbelok menjadi proyek koleksi otak?

"Justru pengumpulan otak itulah bagian dari proses mempelajari proses-proses di otak sehubungan dengan... kalian tahu, dengan mekanisme kerja Veritasensor."

Entah sudah berapa kali kata Veritasensor disebut sejak Archer menangkapmu di lorong tadi. Perlahan, kamu menyesal mengapa dulu tidak sempat merasakan bergabung dengan komitariat itu. Sebentar pun, jadilah, yang penting pernah. Kalau dulu kamu anggota komitariat Veritasensor, pastilah kamu tidak sepusing sekarang.

"Kapten, jadi, kita ke Gudang Otak, atau tidak?"

Mata kelabu Kirkin mengarah padamu. Diikuti mata Archer, lalu Galea, dan terakhir Deev.

Cepat, putuskan.


Kamu tak punya pilihan lain: kamu harus setuju bergerak ke Gudang Otak. Bergeserlah sedikit ke [89].

Conundrum AproposTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang