[94]

42 0 0
                                    

        

"Kami sama tidak tahunya dengan kalian," ujarmu. Kamu berusaha setengah mati agar tidak terdengar gelagapan. "Tetapi kami sepertinya perlu kembali."

Deev mendelik. Tampak jelas bahwa ia tak setuju dengan idemu. Ia geram ingin menginjak sepatumu. Namun, jarak itu terlalu jauh untuk tidak menimbulkan kecurigaan pada Kirkin.

"Kembali?"

"Ada yang ketinggalan," sambung Deev. "Kami mencari data distribusi masyarakat pro dan kontra-JKL di ransel kami. Tidak ada. Kurasa pasti ketinggalan di fasilitas Veritaject tadi. Atau kalau tidak ya ketinggalannya di markas Veritasensor."

Kamu meringis. Kenapa Deev menyebut soal markas Veritasensor? Ah, tetapi itu masih jauh lebih baik daripada menyebut tentang rumah dedalu. Tentang Zsolt dan jejak merah di lantai yang belum lagi hilang.

Atau... apakah sebaiknya memang disebut saja agar kamu yakin ada di kutub manakah Kirkin sebenarnya?

"Oh, begitu," sahut Kirkin. Kamu mencoba menebak-nebak apa yang tengah ia pikirkan. Sesekali, matamu bergeser ke Archer, yang kauduga tengah main mata dengan Galea. Kamu bertambah yakin bahwa kalian sebenarnya dua kubu yang bersatu karena keterpaksaan. Cepat atau lambat, kalian pasti akan pecah, berperang, dan menghancurkan segala-galanya.

Tidak. Bukan itu yang kamu mau.

"Bukankah kalian juga butuh data distribusi pro dan kontra-JKL?" Deev memberanikan diri bertanya, dengan taruhan bahwa lehernya bisa putus jika salah satu dari Kirkin, Archer, dan Galea ternyata punya berkas yang ia tanyakan.

Mereka masih bertukar kode dan gestur yang kamu tak paham apa artinya. Kamu menunggu, berharap cemas. Kamu bahkan merasa debaran jantungmu bisa didengar oleh Deev. Atau bahkan oleh Kirkin.

"Oke."

Seketika, jantungmu mencelus. Air muka Deev pun tampak berubah. Ia ingin sekali meluapkan emosi, taksirmu, tetapi tentulah ini bukan waktu yang tepat.

"Kalian cari saja dulu. Memang aku butuh data itu, sih. Katanya di sini banyak password. Nanti angka-angka ajaib itu kadang dibutuhkan buat membobol pintu. Ah, anak-anak sekarang. Sukanya aneh-aneh. Dulu tidak ada pintu-pintuan begitu," seloroh Kirkin, seraya melambaikan tangan, tanda mengusir kalian agar cepat-cepat pergi.

Kamu dan Deev bergantian mengiyakan, menanti mereka berlalu sambil pura-pura berjalan ke arah berlawanan, lalu buru-buru berpandangan ketika tiga orang itu sudah lenyap dari penglihatan.

"Fiuh! Apa-apaan itu tadi?" sikut Deev. Nyaris membentur telak ke mukamu. Kalau itu yang terjadi, kamu bisa langsung roboh ke lantai, tanpa ampun. "Untung mereka tidak curiga sama sekali!"

"Aku tak peduli proses," ujarmu dengan nada datar yang dibuat-buat, "Yang penting kan hasil."

"Memangnya data seperti itu benar-benar ada?"

Kamu mengangguk. Kamu bahkan tidak sanggup mengingat apakah kamu sudah pernah punya salinan data itu atau belum. Kalau pun ada, data itu sudah berasal dari zaman yang entah kapan. Mungkin ada di ranselmu, tetapi kamu sungkan mengeceknya di situ juga. Terlalu gelap. Kamu khawatir menjatuhkan barang lagi, atau melenyapkan aset yang seharusnya tak perlu hilang.

"Bagus, kalau ada. Mudah-mudahan kata Kirkin tadi benar. Kita bisa menemukan jalan keluar sendiri. Tidak usah sama mereka. Terlalu berisiko."

Kalian masih terus berjalan, kian melantur entah ke arah mana, ketika kamu melihat ekspresi Deev berubah sekali lagi. Ia masih berjalan di depanmu. Mungkin ada sesuatu, batinmu. Seketika ia diam di tempat sambil melongo, kamu bergerak mendekat. Lalu mengintip lewat sisi badannya yang tidak menghalangi pandanganmu.

Ada sebuah lorong yang membelok ke kanan. Tadi, kamu dan Deev belum melewati tempat ini. Archer, Deev, dan Galea yang justru lewat. Namun mereka malah membiarkan lorong ini begitu saja. Atau, jangan-jangan mereka tadi baru dari sini? Kamu tidak tahu. Deev juga. Tanpa perlu berdebat panjang, kalian berdua mengendap, menuju lorong itu.

Beda dengan lorong-lorong lain yang sejak tadi kalian tempuh, dinding sepanjang lorong ini seluruhnya terbuat tersusun atas batu. Semua batu, yang berukuran dari kerakal hingga massa longsor, disusun serabutan, seenaknya saja. Seolah memang dibangun dalam situasi darurat, terburu-buru, tanpa sempat memberikan sentuhan akhir yang memuluskan. Deev tetap berjalan di depan. Ia menoleh sekali kepadamu, ketika ia menyadari bahwa pijar lampu yang bersinar di atas kalian berangsur-angsur berubah dari kekuningan menjadi ungu.

Ungu. Warna yang jarang ditemukan di Augariana sejak Sanomat naik. Warna yang kauingat pernah kautemui di....

Di mana?

Kamu kian lelah mengingat-ingat, ketika tangan Deev menggapai pintu yang memisahkan lorong tempat kalian berdiri dengan ruangan misterius di depan kalian.

Tidak dikunci.


Periksalah ruangan apa itu di [118].

Conundrum AproposTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang