[95]

53 0 0
                                    

Buru-buru kamu masuk ke kotak biru yang bertulisan sekuriti. Di sana sepertinya aman, dan mudah pula kamu jangkau dengan sekali lompat.

Kamu melupakan satu hal. Saat kamu tiba di depan kotak, pintunya perlu kaubuka dulu, bukan?

Ketika tanganmu sibuk memutar gagang bulat itu searah jarum jam, lalu berlawanan arah jarum jam, sesuatu menembus kepalamu. Seperti tombak. Bukan, bukan. Itu peluru.

Kamu memegangi pelipis kirimu. Simbah darah memenuhi telapak tanganmu. Lalu ada air mancur keluar dari sana, mengucur ke telinga, jatuh seperti air terjun dari rahangmu, ke tanah. Sesuatu lagi datang, menembus punggungmu. Miring, dari belikat kiri, diikuti sengatan luar biasa panas di punggung.

Beginilah rasanya menjadi buron yang tertembak.

Kamu tak serta-merta kehabisan tenaga. Tidak. Sama sekali tidak. Hanya saja, dengan cepat kamu merasakan haus. Haus melilit tenggorokanmu, hingga untuk berteriak saja kamu tidak bisa. Berkata-kata, juga tidak bisa. Merintih pun, hanya ada sedikit suara yang keluar, itu pun lebih menyerupai lenguhan, yang asing bagi telingamu sendiri, yang juga terlalu lemah untuk diidentifikasi orang di seberang jalan sebagai tanda bahaya. Lalu kantuk itu. Kantuk mengerubungimu di kepala, menjatuhkan dirinya seperti kubah, mengisapmu pelan-pelan, menuju pusaran kunang-kunang, yang lalu terlesap dalam kegelapan total.

Saat itulah kamu jatuh, tepat di hadapan dua pasang sepatu prajurit.


TAMAT

Conundrum AproposTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang