.
.
.#-#-#
Hanya dalam waktu beberapa hari, Arina berhasil mendapatkan informasi tentang kendaraan yang membawa obat-obatan terlarang ke gudang pabrik Gerald. Ia memang belum mengetahui dengan pasti siapa pemiliknya, tapi ia tahu dari mana mobil itu berasal. Tanpa meminta bantuan Shougo maupun Neron yang kini dipercaya oleh nenek Kouko sebagai bodyguardnya, Arina pergi ke sebuah tempat sesuai info yang ia dapatkan.
Sebuah bar yang cukup besar dan terkenal di kalangan orang-orang kaya, terletak di sebuah kawasan yang memang dipenuhi dengan tempat bisnis serupa. Mata Arina menjelajahi area sekitar tempat remang-remang itu, memastikan apakah benar mobil boks pengangkut barang haram itu berasal dari sana. Ia memarkirkan motornya di sebuah gang yang terletak tepat di seberang bar. Tetap duduk di atas motor, ia bersedekap sembari masih terus mengamati sekeliling.
Lalu tatapannya terjatuh pada seorang remaja tanggung yang keluar mengendap dari pintu samping tempat itu. Ada sebuah ransel besar di punggungnya, kepalanya celingukan, seolah meyakinkan diri bahwa tidak ada yang melihatnya saat ini. Arina mengamati gerak-gerik anak laki-laki usia SMP yang kini terlihat ketakutan itu. Kenapa dia ada di sana?
Sesaat, Arina bertatapan dengan anak laki-laki yang masih berdiri kebingungan itu. Tampak anak itu terkejut melihat sosok Arina. Sebelum anak laki-laki itu lari terbirit melihat Arina, ia dengan cepat tersenyum dan melambai pada anak itu.
" Sini," ajak Arina.
Anak itu bergeming, kentara sekali dia ragu untuk mendekati Arina.
" Cepat. Nanti mereka tahu." Arina kembali memberi isyarat agar anak itu mendekat seraya berujar setengah berbisik.
Anak itu takut-takut mengangguk, dan berlari menuju Arina. Arina memutar posisi motornya dan segera mengenakan helm full facenya. Tanpa ragu bocah laki-laki itu melompat duduk di boncengan Arina. Saat dirasa anak itu sudah nyaman di posisinya, Arina segera menstarter motornya dan melajukannya dengan kecepatan penuh, pergi dari sana.
Arina menghentikan laju motornya di parkiran sebuah restoran cepat saji. Ia memberi isyarat pada bocah yang dibawanya untuk turun dan mengikutinya.
" Kita makan dulu, yuk!"
" Emh, anu..."
" Aku Arina." Arina mengulurkan tangan seraya tersenyum. Dalam hatinya ia meringis melihat keadaan anak laki-laki itu. Usia anak itu bahkan lebih muda dari adiknya, tapi kenapa bisa ada di sana?
" Anu... Namaku Ari," jawabnya takut dan meraih uluran tangan Arina.
" Nah, Ari. Jadi kita makan dulu, ya? Nanti setelah makan, Kakak bakal bantuin kamu. Oke?"
Arina masih bertahan dengan senyumannya, sedangkan Ari yang sejak tadi menunduk takut mengangkat kepalanya. Mata hitamnya bergerak liar, merasa cemas akan sesuatu. " Apa aku boleh makan sekarang?"
" Tentu. Kakak yang traktir. Nanti Ari boleh cerita sama Kakak. Mau?"
Dan anggukan dari anak laki-laki itu, membuat senyuman Arina semakin mengembang.
#-#-#
Tiga hari. Itu keputusan yang dibuat Yudha untuk Arina. Gadis itu harus berada di rumah sakit selama paling tidak tiga hari untuk memastikan dia benar-benar dalam keadaan baik-baik saja. Dan ini masih hari kedua Arina dirawat, namun ia sudah nyaris mati kebosanan di dalam ruangan rawatnya.
Pandangan Arina tertuju pada benda-benda yang berserakan di kasurnya. Itu adalah barang yang didapatkan Neron dari pakaian yang sebelumnya dikenakan Arina saat datang ke rumah sakit. Pria itu hendak membawa pakaian Arina ke laundry, karena itu ia mengeluarkan semua benda yang ada di saku baju Arina. Mulai saku celana, saku luar dan dalam jaketnya, hingga benda yang sengaja ia selipkan di dalam sepatu ketsnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Death Line
Aksi. . . [15+] . . . Hidupnya abu-abu. Itulah yang ia sadari sejak dulu. Dan tidak akan berubah, entah sampai kapan. Karena ia memang tak menginginkan perubahan, dan membiarkan semuanya mengalir begitu saja. Namun tiba-tiba saja, ia mendapati j...