.
.
.#-#-#
Bunyi ledakan kuat yang berbaur dengan teriakan Michael membuat Arina dan Neron berhasil menemukan posisi pria itu. Arina mendapati sosok Youren yang terbaring lemah dengan tubuh penuh luka tak jauh dari Michael yang salah satu kakinya tertimbun reruntuhan.
" Neron, bawa Youren ke tempat yang bisa dilihat orang. Polisi mungkin akan segera datang setelah ini."
Neron mengangguk. Diangkatnya tubuh Youren yang sudah tak sadarkan diri dan berlari menuju pintu keluar. Sedangkan Arina sendiri menghampiri Michael yang memasang wajah menahan sakit, meringis pelan sembari menatap kakinya yang tak bisa digerakkan.
Tangan Arina dengan cepat menyingkirkan material yang menimbun kaki Michael, tidak banyak tapi cukup berat. Apalagi kaki Michael ternyata juga mengalami luka tembak yang cukup parah.
" Rin, pergilah. Sebentar lagi polisi sampai ke sini. Bisa gawat kalau mereka...."
" Diam!"
" Rin."
Arina sudah berhasil menarik tubuh Michael keluar.
" Kamu masih bisa berdiri?" tanyanya seraya berjongkok di dekat kepala Michael.
" Nggak. Biarkan aku di sini."
" Ayo pergi!"
Arina menarik bahu Michael, namun tertegun saat melihat luka tembakan di sana. Bukan hanya satu, tapi dua. Ada luka lain yang tampak seperti sabetan dan masih mengalirkan darah di bahunya yang lain. Arina memejamkan mata, menghela napas berat. Ia tak yakin bisa membantu Michael keluar dari tempat itu. Pria itu sudah terlalu banyak kehilangan darah.
" Rin, sudah cukup. Biarkan aku berhenti di sini. Pergilah. Bisa jadi masih ada ledakan lagi setelah ini."
Arina bergeming. Masih berjongok di dekat tubuh Michael. Matanya menatap pria itu tenang. Tidak mengindahkan ucapan Michael sama sekali.
" Aku tahu," helaan napasnya terdengar. " Bukan kamu yang membunuh Om Arya."
Tampak jelas Michael tersentak berkat ucapan Arina, membuat Arina tersenyum tipis.
" Jangan tanya sejak kapan dan dari mana aku tahu, Michael."
Michael tersenyum lemah. Sebelah tangannya terulur, meraih tangan Arina dan menggenggamnya.
" Aku menyukaimu." Michael menipiskan bibir. " Sejak pertama aku melihatmu ketika mengikuti Aoi, aku menyukaimu. Tapi... sejak awal aku juga tahu, aku nggak akan bisa bersamamu."
Arina terdiam, membiarkan suara lirih Michael melanjutkan bercerita.
" Aku nggak berani mengatakannya, karena sudah jelas kalau jalan kita berbeda. Maaf, Rin. Aku nggak bisa berbuat apa-apa untuk kamu dan Aoi. Maaf."
Michael mengangkat satu tangannya, hingga mendekat ke wajah Arina. Saat itulah Arina bisa melihat sebuah gelang berwarna perak, berbentuk pipih dengan ukiran di sekelilingnya.
" Ambil ini," ujar Michael seraya tersenyum. " Buat kamu. Jaga baik-baik, ya?"
Arina bergeming, kerongkongannya tercekat. Matanya menatap nanar gelang milik Michael yang kini sudah berpindah ke telapak tangannya.
" Pakai. Itu hadiah dariku. Jangan dilepas sampai kamu bertemu laki-laki yang kamu sukai."
Arina dengan patuh memasang gelang itu di tangan kirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Death Line
Action. . . [15+] . . . Hidupnya abu-abu. Itulah yang ia sadari sejak dulu. Dan tidak akan berubah, entah sampai kapan. Karena ia memang tak menginginkan perubahan, dan membiarkan semuanya mengalir begitu saja. Namun tiba-tiba saja, ia mendapati j...