Line -56-

423 45 1
                                    


.
.
.

#-#-#

Entah karena terlalu lelah bekerja, atau ia terkena efek samping dari alat yang dipasang Brenda di kepalanya pagi tadi, Arina merasa tiba-tiba menjadi bodoh malam ini. Kenapa ia tidak bisa berpikir alasan orang-orang itu bisa menemukan keberadaannya dengan mudah setelah menyebarkan rumor itu? Jelas-jelas dirinya tinggal di lantai teratas apartemen Emerald, di penthouse milik Albert. Mana mungkin orang-orang itu tidak bisa mendapatkan informasi umum seperti itu? Lagi pula, Arina juga hanya pergi ke minimarket yang letaknya tak terlalu jauh dari tempat tinggalnya, tentu saja orang-orang yang mengejarnya bisa menghadangnya dengan mudah! Sebenarnya apa yang sedang dipikirkannya sejak tadi?

" Masuklah."

Arina membuka pintu dan menahannya, menunggu gadis yang menjadi sandera tadi untuk masuk ke rumahnya. Pada akhirnya dia membawa gadis itu karena ia nyaris saja menangis di jalanan, ketakutan melihat perkelahian Arina. Sial, sebenarnya apa yang sedang terjadi? Kenapa pula dia harus peduli dengan orang tak dikenal dan bahkan membawanya masuk ke tempat tinggalnya?

" Duduklah."

Arina meletakkan barang-barangnya secara asal ke atas meja kopi, lalu berjalan menuju kamar untuk mengambil kotak obat. Sesaat kemudian, ia sudah duduk di sebelah gadis tak dikenal yang duduk dengan tegang di sofa panjang.

" Kemari! Kita obati dulu lukamu."

Sepertinya gadis itu benar-benar takut pada Arina. Melihat dari sikap penurutnya dan wajah pucatnya ketika berhadapan dengan Arina yang sudah bersiap dengan cairan pembersih luka dan kapas di tangan.

" Itu..."

" Diamlah dulu. Kita bicara setelah aku selesai mengobati. Jangan banyak bergerak!"

Arina dengan cekatan mengobati luka di leher gadis itu. Tanpa menunggu lama, ia sudah membersihkan luka gores yang tak terlalu dalam itu dan melapisinya dengan plester luka.

" Maaf... aku..."

" Apa dia temanmu?" Arina menyodorkan ponselnya yang menunjukkan foto seorang gadis yang berbaring di ranjang pasien. Gadis yang diculiknya dari tempat pelelangan.

Gadis berambut ikal panjang itu terbelalak terkejut. Kepalanya mendongak, menatap penuh harap pada Arina.

" Apa Olive baik-baik saja? Di mana dia sekarang? Bagaimana dengan Finn? Apa kau juga membawanya?"

Arina segera paham dengan situasi saat ini. Gadis yang ada di hadapannya sekarang memiliki hubungan dengan korban yang menjadi properti lelang. Ia berusaha mencari identitas gadis dan anak laki-laki yang dibawanya, tapi mereka belum menemukan apapun. Tanpa diduga ternyata dia mendapatkan keberuntungan ini. Jalannya akan lebih mudah jika dia tahu apa yang sebenarnya sudah terjadi pada anak-anak yang sudah menjadi properti lelang itu.

" Kau, siapa namamu? Bagaimana kau tahu tentangku?" tanya Arina datar, tidak berniat menjawab pertanyaan gadis itu sebelumnya.

Gadis remaja itu kembali menatap Arina dengan ekspresi takut. " Namaku Clara. Aku dengar rumor yang tersebar tentangmu di Chinatown beberapa hari terakhir. Banyak orang yang mengejarmu, jadi aku mengikuti salah satu di antara mereka untuk bertemu denganmu. Aku... aku ingin minta bantuan. Aku tahu kau tidak seperti yang mereka bicarakan. Aku yakin kau bersedia membantu kami."

Arina tersenyum simpul. Tangannya bergerak membuka bungkusan roti isi cokelat yang tadi dibelinya di minimarket. Tanpa menawari tamunya, ia melahap rotinya dalam gigitan besar hingga memenuhi mulutnya.

" Bagaimana kalau yang dikatakan mereka itu benar adanya?" tanya Arina setelah menelan semua roti yang tersisa di mulutnya, melirik sekilas pada gadis yang berpenampilan lusuh itu.

Death Line Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang