.
.
.#-#-#
Tampaknya hari ini akan menjadi hari sibuk untuk Arina. Setelah selesai mengurus Clara dan teman-temannya, ia sudah kedatangan beberapa tamu di apartemennya. Orang-orang yang pasti tidak menduga mereka akan datang menemui orang yang sama di waktu bersamaan pula. Melihat dari ekspresi tidak nyaman dari tiga orang yang jelas-jelas tidak memiliki hubungan baik dalam lingkup kerja mereka itu.
Yang pertama, seorang pria yang mengaku sebagai perwakilan dari Interpol. Wajah masamnya begitu kentara saat melihat dua tamu lain yang hadir di sana. Yang kedua, pria perwakilan dari FBI-Arina tidak terlalu memerhatikan saat ia menyebutkan namanya tadi, yang jelas dia adalah salah satu ketua tim di kantornya-, tampak saling adu tatapan tajam dengan tamu ketiga, yang merupakan perwakilan dari CIA. Ah, hubungan buruk orang-orang itu berhasil membuat Arina menarik napas lelah bahkan sebelum membahas apapun dengan mereka.
" Jadi? Untuk apa kalian kemari?" tanya Arina malas. Menyandarkan tubuhnya ke sofa, Arina menopang dagunya dengan sebelah tangan.
" Kau harus bergabung dengan tim kami."
Ini adalah ucapan tamu pertama, tampaknya mereka tahu beberapa hal tentang Arina sampai berani berkata seperti itu.
" Aku ingin informasi tentang kasus terakhir kali."
Ini dari tamu kedua. Tampaknya dia bukan orang yang suka basa-basi.
" Jinso bilang, kau memiliki beberapa rencana. Bisakah kami bergabung denganmu?"
Oke, tamu ketiga tampaknya lebih sopan dari yang lain, tapi Arina tidak tertarik mengurus orang-orang itu. Dia akan menjalankan rencananya sendiri sesuka hatinya, dia tidak mau terlibat dengan ketiga tamu di depannya.
" Begini," Arina menggaruk pipi. " Sepertinya kalian salah paham akan sesuatu. Mengapa aku harus membantu kalian? Aku bukan warga negara ini. Bukan juga orang yang berkedudukan tinggi di pemerintahan. Bukan juga detektif ataupun bekerja sebagai polisi. Aku tidak tertarik untuk bergabung dengan siapapun."
" Kau!" tamu pertama tiba-tiba bangkit dari tempat duduknya, menuding muka Arina. " Beraninya!"
Arina yang semula memasang ekspresi malas kontan menatap tajam. Aura intimidasinya reflek keluar melihat seseorang dengan berani mengacungkan jari di depannya.
" Hei! Jaga sikap anda di depanku!"
Tiga tamu itu sontak membeku di tempat ketika suara dingin Arina menembus pendengaran mereka. Tanpa peduli dengan reaksi para tamunya, Arina masih melanjutkan bicara.
" Baiklah. Aku akan bicara terus terang untuk mempersingkat waktu. Aku tahu apa yang kalian inginkan. Masalahnya, aku adalah seorang pebisnis. Apa kalian berencana membuat bisnis denganku?"
" Bisnis?" tanya tamu kedua.
" Ya, bisnis. Aku akan memberikan informasi yang kalian butuhkan. Tapi sebagai gantinya, kalian harus melakukan beberapa hal untukku. Tidak banyak, aku hanya memiliki satu permintaan untuk masing-masing dari kalian."
" Apa itu?" tanya tamu pertama.
" Eh? Kalian harus menyetujui kesepakatannya terlebih dulu. Baru aku akan menjelaskan detailnya pada kalian."
Ketiga tamu itu saling pandang. Tampak jelas mereka saling meminta pendapat tentang tawaran Arina. Hingga perwakilan dari Interpol lebih dulu menyetujui kesepakatan itu.
" Baiklah. Aku setuju."
" Aku juga."
" Aku juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Death Line
Action. . . [15+] . . . Hidupnya abu-abu. Itulah yang ia sadari sejak dulu. Dan tidak akan berubah, entah sampai kapan. Karena ia memang tak menginginkan perubahan, dan membiarkan semuanya mengalir begitu saja. Namun tiba-tiba saja, ia mendapati j...