Line -16-

543 39 0
                                    


.
.
.

#-#-#

" Kondisi psikisnya tidak stabil."

Darka yang mendengar penjelasan dari Yudha hanya bisa terdiam di tempatnya.

" Sepertinya ada pemicu yang cukup besar. Bisa anda ceritakan detail insiden yang menimpa Arina sebenarnya? Kita harus tahu alasannya sebelum menanganinya. Setiap malam saya harus menyuntikkan obat penenang karena dia tidak mau tidur. Kemarin pagi bahkan suster sudah memergokinya dengan telapak tangan yang bersimbah darah. Dia memegang pisau cutter yang entah dari mana asalnya."

Darka bergerak gusar di tempatnya, kedua tangannya mengusap wajahnya kasar. Ia merasa benar-benar frustrasi dengan keadaan Arina saat ini.

Arina tidak bersikap berontak, gadis itu hanya diam dan menatap kosong pada siapapun yang datang melihatnya. Dia juga tidak bertanya apapun tentang Arya, tapi dalam waktu beberapa hari ini sudah dua kali ia berusaha kabur lewat jendela. Yudha memang selalu menggagalkan niatnya, karena itu Arina masih bisa bertahan di ruang rawatnya saat ini.

" Anda tahu apa yang dia bilang waktu suster bertanya kenapa dia melukai tangannya?"

Darka menggeleng lemah.

" ' Ah, aku takut sama benda tajam. Bagaimana kalau aku terluka? Tapi, apa itu sakit? Aku cuma ingin mencobanya, seberapa sakitnya kalau tanganku terkena pisau itu. Dan ternyata, rasanya nggak sesakit yang aku pikirkan.'."

Darka terdiam lagi, kali ini dengan kedua tangan yang tertaut di atas meja. " Apa kita membutuhkan psikiater?"

Yudha mengangguk. " Sepertinya begitu. Arina tidak mau mendengarkan orang lain, dan sampai saat ini dia cuma melamun dan akan menjawab asal pertanyaan yang diajukan oleh suster. Ah, benar juga. Apa keluarganya sudah tahu kondisinya?"

Darka mendongakkan kepalanya cepat, tiba-tiba wajahnya mengeras. " Saya walinya di sini."

" Tapi keluarganya perlu tahu."

Yudha tahu bahwa Darka bukan keluarga Arina. Pria yang berprofesi sebagai pengacara itu memang yang menyelesaikan administrasi pengobatan dan perawatan Arina, tapi hal itu tidak lantas membuatnya menjadi wali dan keluarga gadis itu. Arina membutuhkan dukungan dari orang-orang terdekatnya sekarang.

" Keluarganya harus tahu agar bisa membantu."

" Membantu?" Darka tertawa kecil setelahnya. " Bahkan ibunya tidak akan peduli jika Arina menghilang dari dunia ini. Apanya yang membantu?"

Suara pintu ruangan yang diketuk membuat percakapan keduanya terhenti. Seorang wanita berseragam suster masuk dengan raut tegang.

" Arina tidak ada di kamarnya. Kami sudah mencarinya ke manapun, tapi dia nggak ada. Bahkan saya juga menyuruh beberapa orang mencarinya di area sekitar rumah sakit, dan kami masih belum menemukannya."

Darka dan Yudha sontak berdiri bersamaan.

" Bagaimana bisa?"

Suster itu mengeleng tidak tahu. " Sepertinya dia benar-benar melompat dari jendela. Tadi saya lihat jendela ruangannya terbuka lebar."

" Mana mungkin! Ruangannya ada di lantai tiga!" sergah Yudha keras.

Berbeda dengan Yudha yang sibuk memarahi suster itu, Darka mengambil ponselnya dan menelepon seseorang.

" Shougo, keadaan darurat. Arina menghilang. Cari dia sekarang!"

#-#-#

" Jadi, Nomor 8 juga nggak tahu wajah Shougo-san?"

Death Line Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang