.
.
.#-#-#
Suara pintu terkunci terdengar sesaat setelah Arina masuk ke ruangan. Ia mengelus perutnya yang sedikit nyeri, karena Evzen tadi sempat berhasil melayangkan tendangan ke perut kirinya. Belum lagi serangan Ryuu di lututnya membuat Arina berjalan sedikit pincang. Untungnya Pak Gun berhasil menghentikan serangan bertubi-tubi dari dua orang itu, kalau tidak, Arina pasti sudah habis di tangan lawannya. Ia tidak tahu apa yang terjadi, tapi tampaknya Evzen punya dendam kesumat padanya, terbukti dari cara agresif pria itu melayangkan serangan padanya.
Arina beranjak menuju kamar mandi yang ada di ruangannya, berniat membersihkan diri dan beristirahat sebelum jam tes kedua dimulai. Seharusnya ia melawan para penguji yang merupakan staf pelatih di divisi keamanan ketika evaluasi, tapi sepertinya evaluasi kali ini sangat berbeda. Karena banyak lawan baru yang sepertinya ingin menguji kemampuannya.
Tepat satu jam setelahnya, Arina menuju gedung olahraga yang akan menjadi tempat ujian keduanya. Hah, meskipun ujian bulanannya kacau hari ini, dia tidak boleh membiarkan orang-orang itu menyerang dirinya seenaknya. Namun, Arina juga akan berusaha menahan diri sebisa mungkin agar orang-orang itu tidak perlu melihat diri Arina yang sebenarnya.
" Pakai ini."
Setibanya di sana, Pak Gun menyodorkan sebuah penutup mata dan masker padanya. Arina mengerutkan kening melihat dua benda itu.
" Pak Gun, anda bukan cuma mau membutakanku dan menulikanku, tapi juga membuatku nggak bisa mencium bau?"
" Lakukan saja."
Pak Gun mengabaikan protes Arina, membuat gadis itu mendengkus.
" Kamu harus melawan mereka dengan serius. Jangan main-main."
Sekali lagi Arina mendengkus malas, sebelum akhirnya berjalan ke tengah ruangan luas itu sembari mengenakan dua benda itu untuk menutupi wajahnya.
Merasa siap, ia mengacungkan jempolnya ke atas, memberi isyarat pada Pak Gun yang berdiri di tepi bersama yang lain agar segera memulai ujiannya.
#-#-#
" Pak, kenapa anda menyuruh Arina memakai masker dan penutup mata?" tanya Adler bingung. Matanya menatap Arina yang sibuk memasang penutup mata berwarna hitam ke kepalanya.
" Sifat sensitif Arina itu menyusahkan. Meskipun banyak kelebihannya, tapi bisa menjadi kelemahan Arina juga." Pak Gun mengusap dagunya, matanya mengedar pada orang-orang yang menatapnya penasaran sekarang.
" Arina punya penglihatan tajam, dia punya perhitungan sudut pandang yang bagus hingga selalu berhasil menghindari setiap serangan yang ditujukan padanya. Tapi dia jadi lemah saat matanya melihat cahaya yang terlalu terang. Lalu telinganya," Pak Gun menunjuk ke arah telinganya. " Pendengarannya terlalu tajam, saking tajamnya dia bahkan bisa menghafal semua suara di sekitarnya. Mulai dari suara orang, suara langkah kaki, sampai suara kendaraan orang-orang yang dia kenal. Tapi kelemahannya, konsentrasi Arina mudah terganggu dengan suara sekecil apapun, dan dia nggak tahan dengan suara keras."
Pak Gun memberi aba-aba pada Neron yang berdiri di sisi lain ruangan, lalu tanpa menunggu lama terdengar alarm kebakaran yang berbunyi nyaring. Terlebih dengan keadaan gedung yang luas dan kosong, suara gema alarm semakin terdengar kencang.
" Kalian bisa tahan mendengar suara alarm ini, tapi lihat," Pak Gun menunjuk ke arah sosok Arina, membuat semua pandangan tertuju ke sana. " Dia kesakitan."
Benar saja, Arina kini sudah terduduk di tengah ruangan, kedua tangannya berada di sisi kepala, mencengkeram kepalanya sendiri kuat-kuat. Terlihat sekali bahwa ia terganggu dengan suara keras alarm yang sengaja dibunyikan oleh Pak Gun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Death Line
Aksi. . . [15+] . . . Hidupnya abu-abu. Itulah yang ia sadari sejak dulu. Dan tidak akan berubah, entah sampai kapan. Karena ia memang tak menginginkan perubahan, dan membiarkan semuanya mengalir begitu saja. Namun tiba-tiba saja, ia mendapati j...