.
.
.#-#-#
Tiga hari. Sudah selama tiga hari Arina mengikuti ke manapun Arya pergi. Setelah pria itu menemui Radith, Arya mengatakan pada Arina bahwa gadis itu tak perlu mengikutinya lagi karena ia berencana akan pulang ke rumahnya. Arina mengiyakan saja, meskipun setelahnya ia tetap membuntuti Arya karena penasaran dengan sikap aneh yang ditunjukkan olehnya. Arina tahu Arya tengah merencanakan sesuatu, namun pria itu sama sekali tidak mau membicarakannya dengan Arina. Dan kini, Arina tahu apa tujuan pria itu melakukan hal ini. Arya ingin menghentikan Jeanny seorang diri.
Arya mendatangi beberapa tempat, dan Arina tahu kalau tempat-tempat itu berkaitan dengan Jeanny. Entah itu sebuah gedung, atau rumah, bahkan Arya juga mendatangi villa milik Jeanny untuk mencari keberadaan wanita itu. Arya juga mendatangi pabrik-pabrik dan tempat-tempat lain yang sekiranya bisa menjadi tempat persembunyian wanita itu.
Saat ini Arina duduk di atas motornya yang berhenti tak jauh dari sebuah rumah besar berpagar tinggi yang tadi didatangi Arya. Ini bukan rumah Jeanny, namun sepertinya wanita itu ada di sana karena Arya belum menampakkan sosoknya lagi setelah beberapa jam yang lalu masuk ke tempat itu. Arina bertahan di tempatnya meskipun dalam hati sudah was-was setengah mati. Ia tak ingin gegabah, karena jika ia tiba-tiba saja masuk ke tempat itu, bisa jadi ia malah akan menyulitkan Arya. Karena itu ia memilih menunggu di sana untuk beberapa waktu.
Hujan mulai turun saat Arina melihat mobil yang dipakai Arya keluar dari gerbang. Arina bersiap dan menstarter motornya, mengikuti kendaraan itu dari jarak aman. Matanya tak lepas menatap ke arah mobil yang melaju beberapa meter di depannya, selang beberapa detik kemudian ia menyadari ada yang aneh dari mobil itu. Arina sangat menghafal bagaimana kebiasaan Arya menyetir mobil. Mulai dari suara mesinnya, hingga bagaimana pria itu mengambil haluan saat berbelok dan menambah kecepatan. Dan Arina yakin, bukan Arya yang mengemudikan mobil itu sekarang.
Arina menambah kecepatan motornya saat tahu mobil itu berbelok ke jalanan sepi yang hanya tampak pepohonan di kiri dan kanannya. Tidak peduli dengan hujan yang semakin deras dan jaket tipis yang dikenakannya sudah basah kuyup. Beberapa kali ia membunyikan klakson, meminta pria yang menyetir mobil itu menghentikan lajunya. Penglihatan Arina juga bisa menangkap sosok Arya yang duduk di samping kursi kemudi, tampak diam dan tak bergerak.
" Sial!"
Arina menggeram. Ia menambah kecepatannya lagi hingga mencapai bagian belakang mobil itu.
" BERHENTI!" pekiknya kesal.
Arina mengarahkan setirnya ke kiri, menyejajari mobil yang terus melaju kencang itu.
" OM ARYA!"
BRAK!
Tubuhnya oleng, disusul dengan tangannya yang kehilangan kendali. Ban motornya tergelincir hingga setangnya terbanting dan tubuhnya jatuh ke tanah, nyaris membentur salah satu pohon di tepi jalan.
Arina meringis. Merasakan nyeri di punggungnya. Matanya mengerjap sekilas dan memandangi motornya yang tergeletak tak jauh darinya. Ia merangkak pelan, berusaha bangkit mendekati motornya.
" Om Arya."
#-#-#
Arina memandangi layar ponselnya untuk kesekian kali.
- Kak Rin pulang, ya? Ibu bikin kue buat ultahnya Kakak lho. Emang sih seharusnya besok, tapi Ibu malah bikinnya sekarang. Pulang, yuk. Kak Nara sama Kak Putri juga udah di rumah.- Arsa
Ia bergeming. Kepalanya mendongak sesaat ke arah pintu. Sudah sejak beberapa menit yang lalu ia berdiri di depan rumahnya, tapi enggan untuk masuk. Entah kenapa, ia masih merasa aneh jika harus berkumpul dengan seluruh keluarganya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Death Line
Action. . . [15+] . . . Hidupnya abu-abu. Itulah yang ia sadari sejak dulu. Dan tidak akan berubah, entah sampai kapan. Karena ia memang tak menginginkan perubahan, dan membiarkan semuanya mengalir begitu saja. Namun tiba-tiba saja, ia mendapati j...