Line -43-

403 44 0
                                    


.
.
.

#-#-#

Mobil yang dikendarai Arina memasuki sebuah kawasan perumahan minimalis. Gadis itu memarkirkan mobilnya tepat di depan halaman sebuah rumah mungil dengan dinding bercat putih dan abu-abu. Ada mobil lain yang menyusulnya, dikendarai oleh Farren yang ikut bersama Ryuu.

Arina mengurungkan niatnya untuk turun. " Jinso," panggilnya.

" Ya?" Jinso yang duduk di kursi belakang menyahut.

" Apa ada yang belum kamu katakan? Sepertinya masih ada informasi yang terlewat yang harusnya aku tahu."

Neron menolehkan kepalanya pada Jinso, sedangkan pria itu tampak menelan ludah gugup.

" Sakuya lolos lagi. Malam itu kami memang berhasil mengepung tempat mereka, tapi Sakuya dan bosnya berhasil kabur."

" Oh," Arina membuka pintu. " Kalau begitu tolong urus sisanya."

Arina keluar tanpa menunggu orang-orang itu. Matanya memindai awas sekitaran rumah yang tampak sunyi. Begitu pula kondisi rumah-rumah di sampingnya yang tampaknya memang belum berpenghuni. Saat sampai di depan pintu, Arina melirik sekilas pada jendela kaca yang tertutup rapat, lengkap dengan tirai putih yang menghalangi pandangannya mengarah ke dalam ruangan. Tangan Arina yang sudah dilapisi sarung tangan terulur memegang kenop pintu. Tidak terkunci.

" Kenapa?" tanya Neron berbisik di belakangnya.

Arina menoleh sekilas. Memberi isyarat pada empat orang uang mengikutinya agar bersikap waspada. Ia sendiri masih tampak tenang dan tak terganggu karena dengan santainya membuka pintu rumah.

" Rumah siapa ini?"

Lagi-lagi Neron berbisik saat mereka memasuki ruang tamu. Mengharuskan Arina memecah konsentrasinya antara mengamati sekitar dan menaruh perhatian pada pertanyaan pria itu.

" Clovis. Si Nomor 7. Cincin yang dikirimkan Egil itu punyanya."

Langkah hati-hati Arina sampai pada sebuah kamar yang pintunya tertutup rapat. Ia memindai ruangan yang dilaluinya sekali lagi. Banyak benda-benda berserakan secara tak wajar mulai dari ruang tamu sampai ruang tengah, tempat di mana mereka berada sekarang.

Arina mengetuk pintu di depannya. " Clovis!"

Suara rintihan terdengar dari dalam. Arina sudah akan mendorong pintu saat menyadari kalau pintu itu terkunci. Arina berdecak, menyuruh semua orang mundur. Lalu dengan satu tendangan kuat, ia berhasil merusak daun pintu di depannya.

" Dia lebih ngeri daripada kamu," bisik Jinso pada Ryuu yang masih didengar oleh Arina.

Di dalam ruangan yang ternyata adalah kamar tidur itu, Clovis tampak duduk terikat di sebuah kursi. Tubuhnya dipenuhi luka. Mulai dari wajahnya yang lebam-lebam dan beberapa luka sayatan si lengan dan kaki. Bahkan ada luka sayatan di bagian pinggang kirinya. Juga banyak sekali darah berceceran di lantai. Terdengar rintihan pelan keluar dari mulut Clovis yang kepalanya menunduk. Dengan kondisi yang masih setengah sadar, perempuan itu mendongak, seperti berniat memastikan siapa yang datang ke rumahnya.

" Arina...."

" Neron!"

Neron dengan sigap menurunkan ransel Arina yang dibawanya. Selagi Arina sibuk mengambil barang-barang dari tasnya, Neron melepas ikatan pada tubuh Clovis dan membaringkannya ke lantai.

Arina segera melakukan pertolongan pertama. Membebat luka-luka Clovis dan mengecek beberapa bagian tubuh wanita itu.

" Neron, Jinso. Bawa Clovis ke rumah sakit sekarang!"

Death Line Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang