Line -32- (Ryuu's)

455 40 0
                                        


.
.
.

#-#-#

Langkahnya diseret malas menghampiri seorang pria yang berdiri menunggunya. Ia baru saja mengambil barang-barangnya setelah turun dari pesawat yang membawanya kembali ke tempat kelahirannya, setelah selama tiga minggu ia berada di negeri asal kakeknya untuk menggali segala hal yang dirahasiakan oleh keluarga ayahnya selama ini. Yah, meskipun yang ia dapatkan justru menambah pusing kepalanya karena sang nenek masih bermain rahasia-rahasiaan dengannya.

" Mau kuantar pulang?"

Ryuu menatap aneh pada Shougo, pria yang mengaku menjadi asisten Arina pada dirinya setelah beberapa hari Ryuu berada di Tokyo. Lucunya, sikap formal pria itu hilang entah ke mana setelah itu. Berganti dengan sikap bak seorang manajer yang memerintahnya ini-itu meski juga memberitahu Ryuu berbagai macam hal yang memang sudah seharusnya ia pahami dari keluarga kakeknya. Dan lihatlah sekarang, pria itu dengan santai menawarkan tumpangan padahal Ryuu sedang memendam dongkol padanya. Pasalnya, Shougo sama sekali tidak memberinya pencerahan tentang apa saja yang sudah dilakukan Arina selama mengawasinya. Pria itu benar-benar menguji kesabarannya!

" Nggak, makasih. Aku meninggalkan mobilku di sini saat terbang."

" Oh."

Respon pendek dari Shougo berhasil menyulut emosi Ryuu yang sudah mati-matian menahan rasa penasarannya selama tiga minggu ini. Neneknya dan Shougo boleh saja menjelaskan secara rinci tentang keluarga Sakurai-keluarga kakek dari pihak ayahnya-, tapi mereka selalu berkelit ketika Ryuu menanyakan tentang Arina. Kouko, adik kakeknya itu bilang kalau Arina akan menjelaskan semuanya sendiri, dan lebih baik Ryuu mendengar langsung darinya, sedang Shougo menyetujui ucapan nyonyanya tanpa berniat memberi bocoran sedikitpun. Jadi di bagian mana Ryuu bisa bersabar melihat orang itu?

" Shougo-san!" serunya jengkel.

Shougo yang tampaknya tahu suasana hati Ryuu menoleh seraya tersenyum. " Kalau kamu ngambek begitu, aku jadi ingat A-chan. Kalian sangat mirip padahal bukan saudara sedarah."

Ryuu seketika bungkam. Ingatannya terlempar pada masa anak-anaknya dulu. Arina yang diingatnya adalah anak perempuan pendiam dan tenang, dengan senyum sehangat matahari dan mata cokelat jernih yang tampak tajam. Apa benar Arina pernah terlihat ngambek sebelumnya seperti yang dikatakan Shougo? Ryuu tidak ingat dan tidak bisa membayangkannya.

Dering ponsel milik Shougo terdengar tepat setelah pria itu mengaktifkan benda pipih nan pintar itu. Ryuu sontak melirik ke arah layar yang menampilkan nama pemanggil dari daftar kontak Shougo.

Neron?

" Ah, Shougo-san, aku duluan."

Shougo yang hendak mengangkat panggilan menoleh.

" Ah, ya. Hati-hati menyetirnya. Ini sudah malam."

Ryuu mengangguk dan menjauh. Meski begitu, dia tidak benar-benar pergi karena ia memilih bersembunyi dan mengekori Shougo dari jarak aman. Ia sungguh penasaran dengan orang yang menelepon pria itu barusan. Jika memang nama Neron yang tertera di layar ponsel Shougo benar orang yang dikenalnya, ia merasa dirinya sudah dibodohi sejak lama oleh orang-orang itu.

" Kenapa menelepon?" Shougo mengangkat panggilan setelah berada di tempat yang agak sepi.

" Arsa diculik? Lalu di mana Arina sekarang?"

" ...."

" Natha di rumah sakit? Kamu sudah tahu lokasi Arsa?"

" ...."

" Kalau begitu aku akan segera kembali ke markas. Jangan lengah, Neron! Jangan bilang ke Arina kalau aku sudah pulang. Dia pasti akan semakin panik kalau tahu Ryuu sudah kembali. Untuk sementara kita fokus mencari Arsa dan biarkan Arina memutuskan apa yang akan dia lakukan setelah ini. Jangan bertindak gegabah dan jangan mengomporinya! Ingat itu!"

Death Line Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang