Line -1-

3.9K 115 1
                                    


Bab 1 meluncuur! Siapa yang tebakannya bener angkat tangan, yak! \^0^/

Selamat membaca!

.
.
.

#-#-#

Kepalanya berputar, mencari-cari keberadaan orang yang tadi menghubunginya agar ia datang ke tempat itu. Sekilas matanya menyipit saat mendapati beberapa orang pria duduk dalam satu meja, yang salah satunya melambaikan tangan ke arahnya, memberi isyarat agar mendekat.

" Arina!"

Gadis berusia delapan belas tahun itu mengangguk pelan, lalu menghampiri pria itu. Ia menghempaskan tubuhnya pada satu kursi yang tersisa di meja itu. Lalu tatapan matanya meneliti sosok orang-orang yang bersamanya sekarang.

" Om Darka, Om Chandra... dan?"

Ia melirik satu pria yang terlihat familier di sebelahnya, tapi ia tidak mengingat namanya. Kapan dan di mana ia bertemu pria itu? Siapa orang itu? Ia mengenal Darka dan Chandra sebagai orang tua sahabatnya sejak ia sekolah dasar, tapi ia tidak tahu kalau dua orang itu berteman dekat seperti anak-anak mereka. Dan untuk satu orang lagi... kenapa Arina merasa tidak asing dengannya?

" Arya."

Pria itu tersenyum setelah menyebutkan namanya. Arina yang melihatnya mengerjap pelan, sedikit terkejut saat ia mencoba mengingat. Kalau tidak salah...

" Lama nggak bertemu ya, Rin?"

" O-Om Arya?"

Arina tergagap. Lalu kepalanya menoleh ke kanan dan kiri seolah memastikan sesuatu. Sesaat ia terkesiap, lalu kembali menatap ke arah Arya.

" Om tahu berita tentang meninggalnya ayahmu. Maaf Om nggak bisa datang waktu itu."

Arina mengangguk. " Nggak papa." Ia memejamkan mata sesaat. " Jadi, kenapa aku harus datang ke sini? Apa ada hal penting?"

Ketiganya terlihat diam untuk beberapa waktu, dan Arina mencoba untuk tidak terlalu peduli. Ia memang sudah lama tidak bertemu dengan Arya, dan ketika melihatnya lagi, Arina tidak tahu harus bereaksi dan bersikap bagaimana. Ia memilih merogoh tas ransel yang dibawanya ke mana-mana dan mengeluarkan sebuah rubik kubus warna-warni untuk mengalihkan perasaan bingungnya. Setelah memastikkan bahwa tiga orang itu belum berniat angkat suara, Arina mulai memainkan kubus yang warnanya berantakan itu.

" Rin," panggil Arya pelan.

" Ya?" Arina tidak menghentikan permainannya. Ia masih terus memutar-mutar mainan itu.

" Raiden meninggal..."

TAK!

Salah satu sudut mainan Arina terlepas karena ia terlalu kuat memutarnya. " Kapan?"

" Enam tahun yang lalu. Ami juga."

Arina mendesah keras, meremas rubiknya dengan napas yang tertahan. Ia sudah tahu tentang kejadian itu, dan entah kenapa rasanya ia ingin marah ketika Arya baru membicarakannya sekarang. " Kenapa baru memberitahuku sekarang?"

" Ayahmu..."

" Karena ayahku nggak mengizinkan Om menemuiku, begitu? Dan Om menyerah?"

BRAK!

Arina menggebrak meja kuat, hingga gelas berisi minuman yang ada di atasnya bergetar hebat. Beberapa pengunjung kafe tampak memerhatikan keempatnya yang kini memasang raut tegang.

Death Line Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang