.
.
.#-#-#
Semua yang dilihatnya berwarna putih. Dinding, meja, dan apapun itu yang ditangkap penglihatannya semuanya monoton. Sial. Matanya sangat sensitif terhadap cahaya, sedangkan kini ia berada di ruangan yang terang benderang dan menyilaukan matanya.
" Lihatlah."
Ada ruangan-ruangan. Ia berada di sebuah lorong sekarang. Ada beberapa pengawal yang tampak bersiaga, membuatnya mengernyitkan kening heran. Tapi bukan itu yang menjadi fokusnya saat ini. Di ruangan berdinding kaca tebal itu, ada sosok lemah yang terbaring di ranjang pasien. Seorang anak laki-laki berusia belasan tahun terbaring lelap di sana.
" Apa itu?"
" Salah satu kelinciku."
Arina menipiskan bibir. " Oh. Apa namanya?"
" Nightmare."
Arina sekali lagi melirik ke arah ruangan itu. Dia tahu bahwa itu adalah obat yang sama dengan yang dicurinya. Obat dengan efek halusinasi kuat yang terus menstimulasi otak penggunanya. Ya, jika penggunanya bisa menahan efeknya, setidaknya ia masih mampu bangun meski sudah kehilangan otak warasnya. Seperti anak kecil yang dibawanya dari tempat lelang waktu itu. Tapi jika ia tidak mampu menahan serangannya, maka ia akan tertidur dan mungkin tidak akan bisa terbangun lagi.
Orville terus memandunya berjalan tanpa bicara, diikuti beberapa pengawal di belakang keduanya. Ada banyak lagi orang yang dilihat Arina. Orang-orang yang ditempatkan dalam setiap ruangan berdinding kaca tebal itu.
" Apa yang kau inginkan dari benda ini?" tanya Arina dingin.
Orville tersenyum. " Banyak. Yang paling mudah dilakukan adalah mengancam orang-orang. Efeknya cukup membuat kerusakan kecil pada otak, meski hanya memakainya satu kali. Itu sudah sangat cukup untuk memengaruhi kemampuan berpikir seseorang. Singkatnya, orang itu akan menjadi gila."
" Oh."
Arina memasang wajah tak tertarik. Sebelah tangannya terangkat menggaruk telinga. " Apa kau akan menggunakannya juga padaku?"
Arina bisa melihat punggung Orville menegang sesaat, lalu pria itu menoleh seraya tersenyum. " Mana mungkin. Aku hanya ingin kau bergabung denganku. Bukan untuk menjadi bahanku."
Hanya anggukan paham yang diberikan Arina. Diam. Sepasang matanya terus mengamati lorong panjang itu. Entah ke mana Orville akan membawanya, tampaknya ia akan kesulitan untuk kabur saat ini.
CREKK!
Dengan tanpa aba-aba, beberapa pengawal yang mengekori mereka menodongkan pistol ke arah Arina tepat ketika mereka tiba di ujung lorong. Tidak. Arina sudah mendengar suara benda itu sejak beberapa detik yang lalu, dan tahu bahwa pria itu tak akan membiarkannya pergi dengan mudah dari sini.
" Ganti pakaianmu dengan ini."
Orville sudah berbalik. Ekspresi ramahnya sudah menghilang dari wajahnya. Hanya ada raut datar saat tangannya menyodorkan sebuah tas kertas berisi satu set pakaian yang barusan diberikan oleh salah satu pengawalnya. Setelahnya, tangannya bergerak menunjuk salah satu cabang di akhir lorong.
" Lewat sana. Ganti bajumu dan jangan berpikir atau mencoba untuk kabur dariku."
" Kau berpikir aku akan mematuhi perintahmu?" sahut Arina tenang.
" Tidak. Karena itu aku punya hal lain. Lihat." Orville menunjuk ruangan paling ujung yang dekat dengan posisi mereka. Ruangan yang sama dengan yang sebelumnya ia lihat. Ada seorang pemuda terbaring lelap di ranjang pasien.
KAMU SEDANG MEMBACA
Death Line
Боевик. . . [15+] . . . Hidupnya abu-abu. Itulah yang ia sadari sejak dulu. Dan tidak akan berubah, entah sampai kapan. Karena ia memang tak menginginkan perubahan, dan membiarkan semuanya mengalir begitu saja. Namun tiba-tiba saja, ia mendapati j...