Line -20-

489 39 1
                                    


.
.
.

#-#-#

Matanya mengerjap beberapa kali, berusaha mengatur cahaya yang masuk ke penglihatannya. Belum sampai matanya benar-benar terbuka, ia bisa mendengar seruan seseorang memanggil namanya.

" Arina?"

Ah, suara itu. Suara dokter yang merawatnya beberapa waktu lalu. Jadi, dia sudah kembali ke rumah sakit? Siapa yang membawanya?

" Kamu dengar saya?"

Ia berusaha menggumam, tapi bibirnya terasa kering dan perih. Kepalanya masih terasa berat dan bahunya nyeri. Aish, kenapa ia tidak bisa bergerak sama sekali?

" Dia sudah sadar. Kita harus tetap memantau perkembangannya."

" Makasih, Dok."

" Tolong awasi dia. Tidak menutup kemungkinan dia akan kabur lagi."

" Tenang, Dok. Saya akan menjaganya dengan baik."

" Baiklah. Kalau begitu saya permisi dulu. Saya harus melihat beberapa laporan untuk perkembangan kondisinya."

Ia mendengar suara pintu dibuka dan ditutup kembali. Berusaha membuka matanya sekali lagi, akhirnya penglihatannya berhasil menangkap langit-langit ruangan yang putih bersih dengan lampu yang menempel. Ia kembali berusaha, kali ini menggerakkan kepalanya menoleh ke kanan, dan yang ia dapati adalah punggung seseorang yang dikenalnya, menghadap ke arah pintu ruangan.

" Haus." Ia mencoba bersuara. Beruntung karena pria itu mendengarnya.

" Rin?"

Wajah Darka terlihat. Tampak cemas dengan guratan lelah di keningnya. Ia menunduk sesaat, mendekatkan kepalanya ke arah Arina. " Ada apa?"

" Haus."

" Oh, sebentar."

Darka menuang segelas air dan meletakkan sedotan. Dengan hati-hati mengarahkannya ke bibir pucat Arina. Arina menyesapnya pelan, dan saat ia merasa air itu sudah cukup membasahi kerongkongannya, ia melepas sedotan dari mulutnya.

" Kamu tidur lagi aja. Shougo yang jaga kamu di sini."

Arina tidak punya tenaga untuk menjawab. Ia hanya mengedipkan matanya beberapa kali. Ia bisa merasakan kalau keadaannya saat ini lebih parah dari sebelumnya. Luka yang belum sepenuhnya sembuh, dan ditambah luka baru di beberapa tempat. Dia juga merasa tenaganya terkuras habis dan ia tidak bisa bergerak sesuai kemauannya. Apakah ia akan terus seperti ini? Sampai kapan?

Ah, benar. Ini salahnya. Ia yang keras kepala pergi untuk sekadar melihat Youren. Memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja. Ah, bagaimana keadaan gadis itu? Ia tidak bisa memastikannya sekarang, karena tubuhnya sangat lemah dan ia bahkan tidak bisa bangun dari ranjang. Ia hanya bisa berharap tidak ada masalah yang terjadi pada Youren saat ini. Dia akan baik-baik saja.

#-#-#

Sepertinya Arina memang harus berkutat dengan keramaian seharian ini. Setelah tadi pagi ia menemani Natha ke bandara, saat ini ia sudah berada di area parkir sebuah bazar umum yang penuh pengunjung. Matanya meneliti celah di mana ia bisa meletakkan motornya di antara deretan motor lain dengan aman.

" Mas, motornya bawa ke sana aja!"

Seruan seorang bapak-bapak disusul tepukan pada stang motornya membuat Arina tersentak. Ia yang masih mengenakan helm full facenya meringis. Bapak tukang parkir itu sepertinya mengira dirinya laki-laki karena Arina mengendarai motor sport besar. Belum lagi dengan penampilan apa adanya saat ini. Kaos lengan pendek yang dilapisi jaket denim abu-abu pudar dan celana jeans hitam. Tunggu dulu!  Apa dia mengenakan pakaian ini saat menemui orang tua Natha tadi? Wah, sepertinya Arina tanpa sadar sudah mempermalukan dirinya sendiri.

Death Line Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang