.
.
.#-#-#
Arina sudah menobatkan Brenda sebagai pembohong besar abad ini. Bagaimana bisa wanita itu menyeretnya pergi saat ia berada di mansion keluarga Hunter dan merusak acara reuninya dengan keluarga bibinya tanpa perasaan seperti itu? Belum lagi ia harus meninggalkan Natha di sana, menghadapi keluarga Hunter yang memiliki sikap protektif akut pada Arina. Apalagi sebelum ia pergi tadi, Davin sudah tiba di mansion. Pria itu bergegas kabur dari lokasi syuting filmnya saat mendengar kabar kedatangan Arina. Pria yang mendeklarasikan diri sebagai kakak terbaik Arina itu pasti akan bertanya macam-macam pada Natha, atau mungkin pria itu akan menceritakan hal-hal memalukan yang pernah dialami oleh Arina. Sial, hanya memikirkannya saja sudah membuat Arina ngeri setengah mati. Damian boleh saja bersikap posesif dan dingin pada orang-orang yang mencoba mendekati Arina, tapi Davin lain cerita. Pria ramah dengan senyum secerah matahari itu justru bisa menjadi malaikat pencabut nyawa bagi siapa saja yang mengaku dekat dengan Arina. Sosok Davin adalah manusia iblis yang sejenis dengan Arina.
" Bagaimana menurutmu?"
Arina mendongakkan kepala. Tatapannya mengedar, mengamati sosok yang hadir di ruang rapat itu. Lima anggota tim khusus bentukan Brenda, serta tim investigasi gabungan yang dibentuk oleh kepolisian serta beberapa instasi terkait kasus yang tengah mereka selidiki. Banyak orang di ruangan itu, dan semua mata kini tertuju pada Arina yang sibuk melamun sambil menopang dagu. Benar-benar mengganggu.
" Apakah kalian serius bertanya pendapatku? Tenang saja, aku tidak akan menginterupsi penyelidikan kalian. Silakan lakukan apapun sesuka kalian."
Arina mengibaskan tangan di depan wajah, tak peduli. Beberapa anggota rapat menatapnya curiga, sedangkan yang lain tampak percaya dengan ucapan Arina.
" Lalu apa yang akan kau lakukan setelah ini?"
Arina mengarahkan tatapannya pada orang yang baru saja bertanya. Detektif yang menjadi perwakilan dari kepolisian metropolitan itu sepertinya tertarik dengan rencana yang disusun oleh Arina untuk dirinya sendiri. Arina tersenyum miring sekilas sebelum menjawabnya.
" Aku akan keluar dari tim ini."
BRAKK!
" Jangan main-main! Kau pikir kau bisa keluar dan masuk seenaknya? Beraninya kau!"
Salah satu anggota CIA berteriak protes seraya menunjuk-nunjuk Arina. Arina sendiri memiringkan kepalanya sembari mengernyitkan kening terganggu, tidak suka dengan tanggapan orang itu.
" Jangan berlebihan! Bukankah kalian sendiri yang ingin aku pergi? Kalian pikir aku tidak tahu apa yang sebenarnya kalian inginkan?"
Beberapa orang tampak terkejut mendengar ucapan Arina. Ya, Arina tahu orang-orang itu tidak suka dengan kehadirannya di tempat ini. Banyak sekali yang memandang rendah dirinya padahal mereka sendiri juga tidak terlalu berguna di dalam tim investigasi. Karena itu, Arina memutuskan untuk keluar dari tim investigasi gabungan itu.
" Apa kau pikir ini adalah lelucon, Arina? Bagaimana bisa kau memutuskan hal sesuka hatimu?"
Kali ini perwakilan dari Interpol yang mengajukan argumen. Ah, ngomong-ngomong, selain memiliki kesulitan dalam menghafal deretan angka, Arina juga sering melupakan nama orang lain. Jadi dia tidak ingat sebagian besar nama orang-orang yang ada di ruangan itu, termasuk orang yang barusan berbicara.
" Lelucon? Kalian lah yang membuatku tertawa. Akulah yang berhasil membuat petunjuk dan membuka jalan penyelidikan secara cuma-cuma untuk kalian, tapi ada yang berani menatap rendah diriku seolah-olah aku baru saja merebut permen miliknya. Yang benar saja!" Arina tertawa geli. " Sudahlah. Kalian tidak perlu berusaha menahanku. Aku akan membantu kalian dari luar, semua informasi yang aku dapatkan akan aku berikan pada tim Profesor Brenda. Sudah cukup untuk kehadiranku di tempat ini. Kalian bisa menyelesaikan kasus ini sendiri tanpa memerlukan bantuanku."

KAMU SEDANG MEMBACA
Death Line
Action. . . [15+] . . . Hidupnya abu-abu. Itulah yang ia sadari sejak dulu. Dan tidak akan berubah, entah sampai kapan. Karena ia memang tak menginginkan perubahan, dan membiarkan semuanya mengalir begitu saja. Namun tiba-tiba saja, ia mendapati j...