.
.
.#-#-#
Arina tahu malam kemarin bukanlah akhirnya. Ia memang bisa dengan mudah membawa Takahashi Etsuo pergi, tapi anak buah orang itu jelas masih bisa berkeliaran di luar dengan bebas. Orang-orang yang mengejarnya itu tidak diragukan lagi adalah orang kepercayaan Etsuo, kelompok mafia yang cukup dikenal kebrutalannya. Sial, Arina lupa kalau mereka sedang berada di kandang lawan. Meskipun dia sendiri punya pendukung kuat, tapi tetap saja posisi orang-orang itu di kawasan ini lebih unggul satu tingkat dibanding Arina.
" Kita keluar," putus Clyde. Mereka terpaksa berhenti karena sebuah mobil boks dengan mudah menutup jalan keluar terowongan.
" Hah?" Arina memekik. " Jangan gila!" ujarnya dengan nada keras.
" Rin, mereka mengepung kita! Nggak ada jalan lain selain menyerah dan keluar dari sini."
Arina mendengkus. " Clyde, kamu pikir mereka akan mengajak kita bicara kalau kita keluar? Kamu nggak lihat senjata apa yang mereka bawa?" Arina menunjuk senapan yang dibawa oleh salah seorang yang baru saja turun dari mobil. Ada total lima mobil yang mengepung mereka dari segala penjuru saat ini. " Meskipun mereka berada di pihak bersalah, mereka bisa mengatur untuk dibebaskan kalau-kalau kita mati di sini akibat ulah mereka. Nggak ada untungnya kita menyerah sekarang. Mereka nggak semanis itu buat ngasih kita kesempatan negosiasi setelah aku dengan berani menyeret kepala mereka."
Clyde hendak membantah, namun Arina buru-buru memotong.
" Diam sebentar, Clyde! Rapatkan tubuhmu ke kursi."
Salah satu dari orang-orang itu menghampiri mobil Arina, mengetuk kaca jendela menyuruh si pengemudi agar segera turun. Arina mendengkus kasar. Ia menurunkan sedikit kaca jendela sambil tangan kirinya yang masih memegang pistol bersiap membidik.
DORR!
Arina mengenai tangan orang itu yang menodongkan senapannya ke arah jendela, tepat sebelum ia sempat mengancam Arina menggunakan senjatanya. Serangan Arina barusan nyatanya berhasil memicu balasan dari orang-orang yang mengepungnya. Arina menginjak pedal gas, memundurkan mobilnya sedikit lalu menarik tuas rem tangan, membuat mobilnya berputar pada satu titik. Seiring putaran mobilnya dan suara tembakan beruntun itu, Arina menjulurkan pistolnya dan menembaki lawannya satu-persatu, tepat mengenai tangan mereka yang membawa senjata. Clyde tak mau berdiam diri, ia ikut menembaki orang-orang itu. Satu putaran selesai. Arina menginjak gas kembali dan menjalankan mobilnya mundur, menghantam salah satu mobil yang mengepungnya untuk membuka jalan.
Arina dan Clyde sudah berhasil keluar dari terowongan itu saat sebuah truk besar melaju cepat dari arah yang berlawanan. Arina berhasil menstabilkan laju mobilnya saat tiba-tiba truk itu berbelok secara tak wajar, nyaris menghantam sisi kiri mobil jika Arina tak bergerak cepat. Ia memutar setir, menambah kecepatan mobil tepat ketika truk bergerak menyerong. Arina dengan mudah mengembalikan laju mobil yang hampir keluar jalur karena menghindari serangan truk itu.
CKIIT!
" Truk itu juga ulah mereka?" tanya Clyde.
" Mungkin."
Arina menghentikan mobil setelah melaju sedikit jauh dari terowongan, membuat Clyde menatap gadis itu bingung.
" Rin, kenapa?"
Arina menjulurkan tangannya ke belakang kursi yang diduduki Clyde, mengambill sebuah botol dari sana. Dengan gerakan santai Arina turun dari mobil, menuangkan isi botol itu di tengah jalan di luar terowongan yang sepi itu. Arina sudah akan masuk ke mobil saat ia berhenti sebentar, mengeluarkan sebuah lighter dan menyalakannya. Tanpa ragu Arina melemparkannya ke genangan cairan yang baru saja ia tuangkan di jalan. Api seketika berkobar. Tidak terlalu besar, tapi cukup menghalangi siapapun yang mencoba melewati jalan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Death Line
Aksi. . . [15+] . . . Hidupnya abu-abu. Itulah yang ia sadari sejak dulu. Dan tidak akan berubah, entah sampai kapan. Karena ia memang tak menginginkan perubahan, dan membiarkan semuanya mengalir begitu saja. Namun tiba-tiba saja, ia mendapati j...