9

831 37 0
                                    

Rianty duduk di halte depan sekolahnya. Menunggu Elvano yang katanya akan menjemput. Namun sudah sekitar setengah jam Elvano belum juga datang. Rianty meneguk minumannya yang sudah tinggal sedikit.

"Hai bidadari pesek!"

Rianty melirik cowok itu malas.

"Jangan jutek gitu dong! Nanti cantiknya ilang. Gak mau kan panggilannya berubah jadi penyihir pesek?" Katanya sambil terkekeh.

"Kenapa sih lo ganggu gue terus?"

"Karena...." Cowok menyebalkan itu menggantungkan kalimatnya "karena lo pesek!" Ia melanjutkan kalimatnya yang menggantung itu kemudian tertawa.

"Udah sana pergi!"

"Cie ngambek cie!" Godanya tak henti-henti.

"Cepetan pergi!" Bentaknya.

"Iya iya galak bener ih." Cowok menyebalkan itu pergi meninggalkan Rianty yang sudah naik pitam karena kelakuannya yang sangat menyebalkan itu.

Tak lama setelah cowok menyebalkan itu pergi. Datang sebuah mobil hitam di depan halte tempat dimana Rianty menunggu Elvano.

Elvano keluar dari mobil tersebut. "Maaf ya jadi nunggu lama."

Raut wajah Rianty tidak berubah sama sekali. Tak ada senyum, tak ada tawa di wajahnya. Datar-datar saja

"Yaudah yuk! Nanti kesorean." Ajaknya.

Suasana di dalam mobil sangat hening. Elvano yang tengah sibuk menyetir. Dan Rianty yang tengah sibuk memperhatikan keluar jendela mobil.

"Lebih menarik di luar ya dari pada aku?" Tanyanya tanpa mengalihkan pandangannya.

Reflek Rianty menoleh. "Terus aku suruh liatin kamu nyetir gitu?" Ucapnya ketus tapi terlihat begitu menggemaskan di mata seorang Elvano. "Kurang kerjaan banget." Tambahnya.

"Aku lebih suka kamu ketus gitu dari pada diemin aku."

Rianty tak bergeming.

"Jadi ceritanya pacar Elvano ngambek nih? Hm?" Alisnya terangkat.

Rianty tetap diam.

"Mogok ngomong nih?" Antara membujuk dan meledek.

Elvano menghentikan mobilnya disebuah taman. "Turun, yuk!"

Tanpa bersuara, Rianty membuka seat belt yang terpasang untuk melindungi tubuhnya di mobil itu.

"Sini duduk!" Menepuk-nepuk bangku disebelahnya yang kosong. Dan Rianty pun menurut.

"Kita selesain baik-baik ya." Senyumnya timbul. "Kamu silakan marah sama aku, lampiasin ke aku. Jangan diem kayak gini." Ucapnya lembut.

"Kamu kemana aja? Udah lebih dari 1 minggu kamu gak ada kabar. Bahkan saat ulang tahun aku aja kamu gak ngucapin sama sekali. Atau malah kamu gak inget?"

Elvano hanya diam. Membiarkan wanitanya ini mengeluarkan semuanya disini. Namun seperti ada yang menjanggal dari penuturan Rianty. Bukankah ia sudah menyusun rencana dengan teman-temannya. Tapi mengapa sekarang Rianty bertanya masalah itu?

"Kamu sengaja atau gimana? Aku khawatir sama kamu. Aku gak mau kamu kenapa-napa." Suaranya mulai melemah.

Elvano menarik Rianty ke dalam pelukannya. "Aku sayang kamu! Aku gak bermaksud buat kamu khawatir. Aku bisa jelasin semuanya."

"Jelasin sekarang!" Pinta Rianty.

Elvano melepaskan pelukannya. Kemudian menggenggam erat tangan Rianty seolah tak ingin kehilangan wanita ini. "Aku 1 minggu menghilang itu karena aku ikut turnamen. Aku gak berani bilang sama kamu. Jadi aku pikir aku akan kabarin kamu waktu aku udah disana. Tapi ternyata disana untuk sekedar megang handphone pun gak bisa. Dan akhirnya aku putusin buat pulang lebih awal dari jadwal seharusnya."

Rianty mendengarkan penjelasan itu dengan seksama. Rianty cukup pengertian dalam menjalin sebuah hubungan. Dia tidak akan mempermasalahkan hal sepele. Selagi pasangannya jujur padanya.

"Sekarang udah jelas?"

Rianty mengangguk pertanda ia mengerti. "Sekarang mau kamu apa?"

"Kalo aku mau kita kayak dulu lagi gimana?"

"It's oke."

"Kamu serius?" Elvano tak percaya dengan jawaban singkat itu. Mengapa Rianty semudah itu melepasnya?

"Van, aku gak mau persahabatan kita jadi hancur cuma karena kita saling sayang. Aku juga mau kita kayak dulu. Saling terikat tanpa harus memiliki."

"Jadi, kita akhiri hubungan ini ya? Hubungan yang udah buat persahabatan kita jadi canggung."

"You are my everything."

"So sweet." Ledek Elvano dengan manja. Kemudian menarik Rianty ke dalam pelukannya lagi. "Kamu tadi panggil aku Vano lagi?"

"Habisnya aku lebih suka panggil Vano dari pada panggil El kayak temen-temen kamu yang lain."

"Berarti aku boleh dong panggil kamu Riri lagi?"

Rianty mengangguk pertanda ia setuju. Waktu kecil memang begitulah panggilan mereka. Vano dan Riri. Anak kecil berusia 5 tahun yang senang bermain tanah di halaman rumah. Sekarang sudah tumbuh menjadi remaja yang cantik dan tampan.

"Kamu janji apa lagi sama Bang Vino?"

"Gak janji apa-apa kok." Elvano mengerti maksud pembicaraan Rianty. "Bang Vino hari ini gak kuliah jadi aku boleh pinjem mobilnya."

"Ternyata kamu masih manja ya sama Bang Vino." Rianty terkekeh.

"Kalo kamu juga mau manja sama aku enggak papa kok."

"Yaudah aku mau ice cream." Pintanya dengan manja.

"Siap sayang!" Jawabnya sambil hormat kepada Rianty. "Kamu tunggu sini! Ice cream kesukaan kamu bakal segera datang!" Rianty terkekeh.

Dan benar. Tak lama kemudian Elvano datang membawa 2 ice cream. Vanilla dan coklat.

"Kamu masih inget kesukaan aku?" Tanya Rianty sambil mengambil ice cream coklat pemberian Elvano.

"Masih dong."

"Dan kamu masih suka vanilla?"

Elvano mengangguk.

Rianty memperhatikan lekat wajah sahabat masa kecilnya ini. Dilihat dari matanya yang sipit. Dan hidung yang cukup mancung. Rahang yang begitu kuat. Rianty merasa jatuh cinta lagi kepada Elvano. Ditatapnya rambut berjambul yang tertiup angin. Sangat tampan. Ucapnya dalam hati.

"Aku heran deh sama kamu, Van."

"Heran kenapa?" Tanyanya tanpa memalingkan wajah kepada lawan bicaranya.

"Kenapa kamu manja cuma sama aku dan Bang Vino?"

"Aku juga gak tau." Jawab Elvano juga heran. "Cepetan habisin. Abis ini kita makan mie ayam prapatan. Ya itung-itung aku traktir kamu ulang tahun."

*****

Sesampainya di tempat yang mereka tuju. Mereka langsung memesan mie ayam kesukaan mereka.

"Bang, mie ayam 2. Yang satu gak pake sayur dan yang satu gak pake timun."

"Oke." Jawab sang penjual.

Setelah menunggu beberapa menit mie ayam pesanan mereka datang.

"Ternyata kamu juga masih tau apa yang aku suka." Kata Elvano yang dijawab anggukan oleh Rianty

"Abis ini kita mau kemana lagi?"

"Kenapa tanya aku? Kan kamu sopirnya."

"Yaudah deh, kita pulang aja ya? Udah sore. Kamu juga udah kecapekan."

Rianty mengangguk. Karena mulutnya sedang dipenuhi mie ayam.

*****

ADRIANTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang