45

504 20 13
                                    

Hari kedua Rain bersekolah di SMA Satu Nusa masih berjalan lancar pagi ini. Jovi selalu berada di sampingnya. Mengantarnya hingga Rain benar-benar masuk ke dalam kelas.

"Rain masuk dulu ya A', Aa juga masuk kelas sana, bentar lagi bel masuk."

"Iya, istirahat nanti Aa jemput ke kelas kamu ya, jangan keluar kelas sebelum Aa dateng."

"Ashiap!" ucapnya sembari memberi hormat kepada Jovi.

Jovi mengacak rambut Rain gemas sembari tersenyum. Senyum yang biasanya dia tunjukkan kepada Rianty. Kini dia tunjukkan juga kepada Rain.

"Yaudah, Aa pergi dulu," Jovi pergi dari kelas Rain. Berjalan dari koridor kelas 10 sampai kelasnya. Banyak pasang mata yang memandangnya dari tadi. Ada juga yang sekedar basa-basi menyapanya. Namun saat sudah berada di depan kelasnya, matanya bertemu dengan sorot mata Rianty. Jovi langsung mengalihkan pandangannya, dan mempercepat langkahnya memasuki kelas. Ada desiran tidak nyaman dihatinya. Ternyata itu adalah rasa rindunya dengan Rianty yang belum tersampaikan sejak dirinya memutuskan untuk menjauh.

Jovi menghela nafas berat dan duduk di bangkunya. "Kenapa?" tanya seseorang yang duduk tepat di sebelahnya. Jovi menggeleng sebagai jawaban. Dan lawan bicaranya menggedikkan bahu.

"Gue gak tau apa yang ada dipikiran lo sekarang. Tapi gue harap lo gak seberengsek itu untuk nyakitin Rianty."

"Lo bener, Sat, gue cowok berengsek yang cuma bisa nyakitin Rianty. Gue gak pantes buat dia," ucapnya dengan tatapan nanar.

"Kalo lagi ada masalah lo selesaiin baik-baik, jangan gegabah ngambil keputusan. Gue rasa lo udah cukup dewasa untuk itu."

Ya, benar kata Satria. Masalah keluarga tidak seharusnya membuat dirinya menjauhi Rianty. Tapi apa boleh buat, jika itu yang terbaik Jovi akan tetap melakukannya.

"Lo cukup jelasin siapa Rain sebenernya, dia pasti bakalan ngerti," jeda sejenak, Satria menghela nafas. "Gue bisa aja kasih tau ke Rianty siapa itu Rain, tapi gue rasa Rianty harus tau dari mulut lo sendiri."

Benar lagi yang dikatakan Satria. Oh, ayolah Jovi! Jangan egois! Pikirkan perasaan Rianty sekarang. Menjelaskan siapa Rain tidak sesulit melupakan kenangan yang sudah mereka jalani selama ini.

*****

Rain berjalan ke halte yang berada di depan sekolah barunya. Sesekali menendang kerikil kecil yang menghalanginya. Dia bosan menunggu Jovi yang katanya ada kumpulan basket. Akhirnya Rain berjalan mengelilingi sekolah dan berakhir duduk di halte dengan seorang gadis. Dilihat dari seragamnya, Rain bisa menyimpulkan bahwa gadis itu kakak kelasnya.

"Kakak nunggu jemputan ya?" tanya Rain berusaha mengakrabkan diri.

Gadis yang sedang melamun itu pun sontak terkejut. Dan menoleh kearah Rain. Tersenyum dan mengangguk sebagai jawaban.

"Kenalin nama aku Rain, nama kakak siapa?" Rain menjulurkan tangannya mengajak gadis itu berkenalan.

Gadis itu mengulurkan tangannya dengan ragu. "Rianty," ucapnya canggung.

"Ah, Rain kayak pernah liat kakak deh, tapi dimana ya?" Rain mencoba mengingat.

"Kan kita satu sekolah, pasti kamu pernah liat kakak."

"Bukan, Rain inget sekarang," serunya. "Kakak ini cewek yang di tempat makan waktu itu kan? Yang pelukan sama kakak ganteng?"

Rain melihatnya? Bisa jadi, karena banyak pasang mata yang melihatnya saat itu. Berpelukan dengan siapa? Kakak ganteng kata Rain? Adrian maksudnya? Ah, tentu saja Adrian ganteng, sudah dari lahir dan keturunan.

ADRIANTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang