Kini hari itu tiba. Hari dimana Adrian akan mengucap ijab kabul, tapi bukan nama Rianty yang akan ia sebut, melainkan nama Natalie.
Rianty sedang berdiri di belakang Adrian yang kini bercermin memandang pantulan dirinya pada cermin itu. Adrian terlihat sangat tampan dengan kemeja putih yang terbalut jas yang senada. Gadis bermata sipit itu mulai berkaca-kaca. Sungguh, siapa yang akan sanggup melihat orang yang bersama kita selama 5 tahun akan bersanding dengan wanita lain?
Rianty tidak ingin seegois itu, tapi ia juga belum siap menerima segala kenyataan yang terjadi.
Adrian membalikan tubuhnya menghadap Rianty. Buru-buru Rianty menyeka air mata yang hampir saja lolos.
"Gimana? Ada yang aneh gk?"
Rianty memandangi Adrian dari ujung kepala hingga ujung kaki. "Gak ada yang aneh kok. Udah yuk cepetan. Udah ditungguin tuh."
Adrian melangkah perlahan. Tapi langsung mengamit lengan Rianty dan menariknya dalam pelukan. Rianty menegak tersentak jatuh dalam dada bidang Adrian. Lengannya kini merengkuh tubuh Rianty sepenuhnya. "Ini yang terakhir sebelom aku jadi milik orang lain," lirihnya.
Rianty membalas pelukan itu sama eratnya. Segala sesak di dada dan perasaan mengganjal jadi hilang saat ia berada dalam pelukan akhir itu. Ya, itu benar-benar yang terakhir bagi mereka berdua.
Keluarga Adrian sudah tiba di kediaman keluarga Natalie. Sama halnya dengan pertunangan yang lalu. Akad nikah pun akan dilangsungkan di rumah mempelai wanita.
Baru saja melangkah masuk Rianty sudah ditarik oleh Satria. Rianty jadi mendelik tak mengerti. "Apaan sih, Sat?"
"Gak usah sok kuat deh lo, mending ikut gue aja," ujar Satria yang langsung membawa Rianty pergi dari tempat itu.
"Sat, lepasin! Lo apaan sih?" pekik Rianty meronta minta dilepaskan.
Satria seakan menulikan pendengaran. Masih saja membawa Rianty ke lantai dua dan menuju sebuah ruangan.
"Ini kamar gue waktu gue masih tinggal disini. Gue tau lo pasti sedih banget, lo butuh waktu untuk nenangin diri lo sendiri. Jadi lo diem aja disini sampe acara selesai. Mau lo nangis sampe banjir pun nggak papa," ujar Satria.
"Kenapa lo lakuin ini?" tanya Rianty tak mengerti.
"Gue udah janji sama seseorang buat jagain lo," katanya singkat. "Lo mau kan turutin apa kata gue? Hari ini aja," pintanya.
Rianty jadi melangkah memasuki kamar itu. Kamar yang memang berbau khas Satria. "Lo bener, gue butuh waktu untuk sendiri. Gue emang belom siap buat nerima kenyataan ini," ucapnya dengan suara serak. "Makasih, Sat."
Satria tersenyum. Merasa tugasnya sudah selesai ia pergi meninggalkan Rianty di kamarnya sendiri. Membiarkan Rianty menenangkan diri.
Rianty menutup pintu kamar itu. Dan saat pintu tertutup rapat barulah butiran bening lolos dari pelupuk matanya tanpa izin. Kali ini Rianty membiarkan setiap tetes air yang jatuh membasahi pipinya. Biarkan saja seperti ini, lalu setelahnya Rianty akan merasa lega. Suara orang berkata sah di bawah sana semakin membuat dadanya sesak.
Harusnya nama Rianty yang ada di undangan itu. Harusnya dia yang duduk di samping Adrian. Harusnya dia yang kini menjadi istri sahnya Adrian. Harusnya dia yang diberi ucapan selamat, bukan malah dia yang memberi ucapan selamat itu.
Rianty menghela nafas perlahan. Berusaha mengontrol emosinya. Dia harus ikhlas. Dia harus bisa menjalani hidupnya tanpa Adrian.
*****
Dan setelahnya Rianty benar-benar mengurung diri. Selama dua hari semenjak pernikahan itu berlangsung, Rianty hanya berdiam diri di kamarnya dan meratapi nasib. Pandangannya begitu kosong. Pikirannya masih kalut. Sangat terlihat seperti orang yang sedang frustasi.Ketukan pintu terdengar bersamaan dengan suara Sita memanggil. "Buka aja, Ma! Pintunya gak aku kunci," katanya serak.
"Sayang, sampe kapan kamu kayak gini terus?" Sita menatap anak semata wayangnya prihatin. "Kamu gak boleh sedih terus kayak gini. Itu semua juga kan keputusan kamu," jelas Sita mengingatkan.
"Iya Ma, aku tau, tapi tetep aja aku kepikiran terus."
Mamanya mengelus lembut pucuk kepala Rianty. Tak tega melihat anaknya seperti ini. "Allah tau mana yang terbaik untuk kamu, sayang. Mama yakin nanti kamu akan dapet laki-laki yang lebih sayang sama kamu. Lebih bisa ngertiin kamu, ya pokoknya lebih baik dari Adrian."
Rianty memeluk Mamanya erat. Kembali bersyukur kepada Allah karena memiliki ibu yang amat sayang padanya. Kehilangan Adrian tidak akan berarti apa-apa. Karena ibulah yang utama. "Makasih, Ma," ucapnya.
"Mendingan sekarang kamu ganti baju terus dandan yang cantik," ujarnya kini lebih bersemangat.
"Mau ngapain sih, Ma?"
"Jangan banyak protes, cepetan! Mama tunggu di bawah ya," ujar Sita lalu beranjak keluar.
Rianty berdecak malas. Masih enggan untuk bangkit dari kasurnya. Hingga ada sebuah notifikasi yang muncul pada benda pipih yang tak jauh dari tempatnya duduk.
+6282354****** : jangan sedih lagi, cepet dandan yang cantik. Aku tunggu di bawah :)
Rianty : ini siapa?
+6282354****** : kalo mau tau cepetan turun, aku udah nunggu dari tadi loh
Rianty : jangan main-main
+6282354****** : aku gak pernah main-main sama kamu. Aku selalu siap untuk serius ngejalanin hubungan sama kamu
Rianty : galucu sumpah
+6282354****** : aku tunggu di bawah ya sayang, see you cantik :)
Rianty jengah. Melempar handphonenya asal. Tapi penasaran juga siapa yang sedang menunggunya di bawah. Akhirnya dengan berat hati Rianty menuruti kata sang ibu dan turun untuk menemui seseorang yang menunggunya itu.
Langkah kaki Rianty memelan saat sudah berada pada anak tangga terakhir. Memekik tertahan saat melihat pemuda itu ada di rumahnya.
Pemuda itu membalas tatapan Rianty. Menyunggingkan senyum kerinduan yang sudah ia pendam selama bertahun-tahun.
"Udah siap?" tanya pemuda itu.
"Kita mau kemana?" tanya Rianty balik.
Pemuda itu terus saja tersenyum. "Nanti juga kamu tau," katanya penuh rahasia. Seakan mengerti, Sita langsung datang menghampiri mereka berdua. "Jo, pamit ya tante," ujarnya menyalami Sita.
"Iya, hati-hati. Tante titip Rianty ya Jo," ucap Sita sembari tersenyum.
"Iya tante, Jo pasti jagain Rianty."
Rianty juga berpamitan pada Sita. "Jangan bertindak bodoh lagi. Ikutin kata hati kamu," ujar Sita pada anak gadisnya.
Rianty mengernyit bingung. Masih belum paham dengan apa yang dikatakan oleh sang ibu. Ada apa sebenarnya hari ini? Kenapa Jovi bisa di rumahnya? Kenapa Mama menitipkan Rianty pada Jovi? Kenapa Mama berkata seperti itu saat Rianty akan pergi?
Kini di kepala Rianty hanya timbul pertanyaan kenapa, dan melupakan pertanyaan bagaimana perasaan hatinya saat ini ketika kembali bertemu Jovi.
Rindu. Sudah pasti. Tanpa diungkapkan pun semua pasti tau apa yang tersirat dalam tatapan berbinar itu. Tatapan yang mampu menyihir Rianty ketika berhadapan dengannya. Tatapan yang mampu mengunci Rianty untuk tetap disini. Dan setia menunggu dia kembali lagi. Walau dulu sempat kehilangan harapan. Kini harapan itu tumbuh kembali seiring berjalannya waktu.
*****
Jovi comeback yeayyyy!!!! Seneng gak nih? Seneng dong huuhuu
Yang kangen sama Jovi mana suaranyaaaa???? Ayuk dong komen yang kangen sama Jovi. Mau bilang apa nih sama Jovi mumpung dia balik wehehe..
Jangan lupa vote dan komen yaaa gaesss...
Btw, lagu yang cocok buat Rianty saat ini menurut kalian apa hayooo? Kalo menurut aku sih Armada - Harusnya aku
Behhh cocok banget kan yaaa...
KAMU SEDANG MEMBACA
ADRIANTY
Teen FictionMencintaimu adalah hal terindah Merindukanmu sudah pasti kurasa Memilikimu hanya impian semata Bersamamu adalah harapanku juga ~Rianty Febriana~ Ini kisah Adrian dan Rianty yang diselingi oleh orang ketiga, tetapi menjelma sebagai tokoh utama. Start...