14

764 33 0
                                    

Rianty berjalan di koridor sekolah dengan riang. Sapaan demi sapaan ia terima dan ia balas dengan senyuman. Saat hampir dekat dengan kelasnya, ada seseorang yang berjalan mendahuluinya. Rianty heran. Tak biasanya cowok menyebalkan itu seperti ini.

"Jo, tunggu!" Rianty menahan Jovi. Namun Jovi tak menghentikan langkahnya.

"Lo budek apa gimana sih?" Rianty berjalan menyamai langkah kaki Jovi.

Jovi tetap diam. Tak berniat menjawab Rianty. "Lo kenapa sih?" Tanya Rianty lagi.

"Hello! Ada orang gak sih?" Ucap Rianty sambil melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Jovi.

"Apaan sih?" Jawab Jovi dengan ketus. Matanya melirik sinis ke arah Rianty.

"Kok ngegas? Gue kan nanya baik-baik. PMS lo?" Cecar Rianty dengan berkacak pinggang.

"Gue lagi gak mood ngeladenin pacar orang!" Tukasnya membuat Rianty mengerutkan kening. Tak paham dengan apa yang dibicarakan oleh Jovi.

"Lo lagi suka sama pacar orang, Jo?" Lagi-lagi Rianty bertanya dengan polosnya.

Jovi menghela nafas. Dan mengusap wajah kasar. Lalu ia menghentikan langkahnya dan menghadap Rianty. "Lo bisa diem gak?" Satu kalimat itu mampu membungkam mulut Rianty. Jovi membalikkan badan Rianty. Menghadapkannya ke arah pintu kelas Rianty. "Mending lo masuk kelas. Gue juga mau ke kelas." Katanya.

Rianty mengerutkan kening. Matanya memicing. Melihat kepergian Jovi. Tak paham dengan perilakunya pagi ini.

*****

"Widih my bro baru dateng."  Kata cowok jangkung yang duduk di pojok belakang itu.

"Kenapa muka lo kusut gitu?" Tanya cowok jangkung itu pada Jovi.

Jovi berdecak kesal. Menaruh tasnya asal di bangku sebelah cowok jangkung itu. Lalu beranjak.

"Mau kemana?"

"Bolos. Ikut gak?"

"Ya ikut dong!" Katanya sambil berlari kecil menghampiri Jovi.

Mereka berjalan keluar kelas. Menuju kantin. Tempat dimana mereka sering berkumpul ketika akan bolos.

"Lo lagi ada masalah? Cerita sama gue!"

Jovi bertumpu tangan. "Gue kayaknya suka sama tuh cewek." Akunya pada Satria, si cowok jangkung yang menjadi partner bolosnya itu.

"Cewek yang mana? Cewek yang deket sama lo kan banyak bego."

"Itu loh si anak kelas tetangga."

"Rianty maksud lo?"

Jovi mengangguk membenarkan tebakan Satria.

"Terus apa yang salah? Bukannya suka itu wajar ya? Ini juga bukan yang pertama buat lo kan? Jadi dimana masalahnya?" Tanya Satria bertubi-tubi.

"Masalahnya dia udah punya doi." Jawabnya frustasi sendiri.

"Lah bukannya kemaren baru putus? Balikan lagi? Apa gimana?"

"Ya mana gue tau! Yang jelas kemaren gue liat dia dijemput sama cowok SMA sebelah. Gue juga gak tau mantan dia yang baru putus kemaren itu yang mana orangnya." Singut Jovi.

"Heh, jangan suudzon dulu jadi orang. Siapa tau itu kakaknya? Adeknya? Atau kembarannya?"

"Heh! Mana ada kakak adek yang makein helm kayak gitu. Pegang-pegang tangan gitu. Berasa kayak sinetron." Ucap Jovi kesal dengan apa yang ia lihat kemarin. "Dan setau gue sih dia gak punya kakak sama adek, apalagi kembaran gitu. Lagian gak ada mirip-miripnya tuh orang." Jelasnya.

Mata Satria memicing. "Jadi sekarang lo lagi cemburu gitu?" Tawanya pecah begitu kalimat itu keluar dari mulutnya.

Jovi mendengus. Menjitak kepala Satria. Membuat Satria reflek mengelus kepalanya. Dan mengaduh sakit.

"Mulut lo kalo ngomong bisa gak volumenya dikecilin?" Peringatan dari Jovi membuat Satria meringis.

"Lo kayak baru pertama kali naksir cewek aja dah." Komentar Satria.

"Gue juga gak tau kenapa bisa kayak gini."

"Udah yuk lah gabung sama yang laen aja. Dari pada lo galau mikirin cewek. Mereka udah pada kumpul tempat Babeh." Ajak Satria.

"Lah gercep amat udah pada di luar?" Tanyanya heran.

"Ya lo kayak gak tau mereka aja. Kan mereka punya kecepatan kilat kalo bolos." Jawab Satria membuat mereka tertawa.

Jovi dan Satria berjalan meninggalkan kantin menuju halaman belakang sekolah. Halaman belakang sekolah merupakan tempat paling aman ketika akan bolos keluar sekolah dengan memanjat pagar.

Jovi dan Satria berancang-ancang untuk memanjat tembok tinggi itu. Tak butuh waktu lama mereka sudah berada di luar sekolah.

"Mapas we, Jovi sama Satria come back!" Teriak salah satu dari gerombolan siswa bolos itu saat melihat kedatangan Jovi dan Satria.

"Kemaren kemana lo, Jo gak ikut bolos berjamaah?" Tanya cowok berjambul yang baru saja keluar dari warung Babeh itu.

"Gak tiap hari gue bolos kali." Jawab Jovi.

"Dia mah bolosnya kalo lagi galau aja." Sahut Satria.

Mereka semua terkekeh. "Jadi sekarang lo lagi galau nih?" Tanya cowok berjambul itu.

"Ya gitu deh." Alih-alih Jovi yang menjawab, ini malah Satria yang menyahuti dari tadi.

"Kenapa? Selingkuhan lo kurang banyak? Apa degem lo minta kepastian?" Tebak Jevin, si cowok berjambul yang sedari tadi berbicara.

"Wah, parah lo! Seakan-akan gue playboy gitu." Kata Jovi tak terima.

"Lah kenyataannya juga gitu." Kata Satria membela yang diangguki setuju oleh Jevin.

Jovi berdecak kesal. Tak ingin menjawab lagi. Kenapa moodnya hari ini tidak begitu baik. Benar juga kata Satria dan Jevin. Banyak cewek yang dekat dengannya. Tapi tak diberi kepastian darinya. Apa ini karma untuk dirinya karena sudah memberi harapan kaum hawa tanpa memberi sebuah kepastian?

Jovi mengumpat. Mengapa karmanya lewat Rianty? Kenapa bukan cewek lain? Banyak tanda tanya dibenak Jovi saat ini.

"Makanya jangan PHPin anak orang mulu dah. Kesian gue liatnya." Nasehat Jevin kala itu.

Satria mengangguk membenarkan perkataan Jevin. "Iya tuh bener. Kalo lo suka ya gas, ngapain pake galau segala dah."

"Udah-udah, lo disini mau ngilangin suntuk jadi gak usah bahas begituan lagi. Mending kita seneng-seneng."

"Nah ini dia yang gue cari disini. Kesenengan yang gak gue dapetin dimanapun."

Satria menepuk pundak Jovi pelan. "Kita bukan cuma sahabat ataupun partner bolos buat lo, tapi kita itu udah jadi keluarga buat lo."

Jovi tersenyum. Ini yang ia maksud tidak ia temukan dimanapun. Jovi merasa nyaman dikelilingi sahabat yang peduli padanya. Saat orang lain menganggap dirinya hanya cowok nakal yang suka memainkan hati cewek. Disini ia dianggap sebagai keluarga yang jika ia terluka, mereka semua akan maju membela.

Jevin mengeluarkan sebungkus rokok dari sakunya. "Nih, biar gak suntuk." Jevin menyodorkan pada Jovi.

Jovi mengambil sebatang rokok dari bungkus yang disodorkan Jevin. Lalu ia hidupkan dengan korek api yang ada di meja. Rokok bukanlah solusi dari sebuah masalah tetapi bisa menjadi pelarian sejenak saat memiliki masalah. Itulah pemikiran mereka tentang rokok.

Jovi menghembuskan asap ke udara. Membuat udara pagi itu jadi berpolusi karena mereka semua merokok. Berandalan seperti mereka sudah biasa melakukan hal seperti itu.

*****


Si Jojo galau huhuuu.. kalo suka bilang atuh Jo, ya gak? Btw, kalo si Jo ngegas nasib Adrian bagimane?

ADRIANTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang