52

448 20 3
                                    

Jovi berhenti melangkah. Tatapan matanya terlihat remang. Ada keraguan dalam dirinya untuk melanjutkan langkah ini. Franda yang menyadari itu langsung membalikkan tubuh dan menatap Jovi heran.

Franda berdecak kesal sembari memutar bola matanya malas. "Kok malah berenti sih?"

"Lo aja yang masuk, gue tunggu sini."

"Heh, lo bukan tukang ojek gue ya, jadi lo harus ikut masuk sama gue."

"Tapi-"

"Gak ada tapi-tapian," potong Franda lalu menarik lengan Jovi yang enggan melangkah lagi. Jovi akhirnya pasrah dengan perlakuan Franda.

Franda dan Jovi berjalan menyusuri koridor rumah sakit yang sangat luas ini untuk menemukan ruang rawat Rianty. Setelah bertanya dengan beberapa perawat akhirnya mereka sampai di depan ruang rawat Rianty.

Disana sudah ada Abi, Sita, dan... Adrian. Tidak tau bagaimana ceritanya yang jelas Adrian sudah disana. Franda langsung menghampiri Sita dan Abi.

"Gimana keadaan Rianty?" tanya Franda.

Sita menatapnya dengan sendu. "Udah hampir 24 jam tapi dia masih belom sadar juga," jawab Sita dengan raut wajah yang bisa dibilang tidak tidur semalaman.

"Rianty kuat kok, Ma. Dia pasti bangun."

Sita mengangguk lemah.

"Om boleh tanya sesuatu?"

"Iya, om," jawab Franda.

"Rianty sering cerita sama kamu tentang masalahnya?"

"Sekarang Rianty jadi orang yang tertutup om, biasanya gak Franda tanya pun Rianty bakalan cerita, tapi sekarang kalo ditanya pasti dia selalu jawab gak ada apa-apa,"jelas Franda panjang lebar.

Abi menghela nafas gusar. Dia tidak bisa mengetahui perasaan putrinya dari Franda. Padahal dia berharap dia bisa mengetahui bagaimana perasaan putrinya selama ini.

Sedangkan Adrian dan Jovi memandangi gadis yang sedang tertidur pulas di dalam ruang rawat itu. Sesekali mereka saling pandang dengan tatapan yang sulit diartikan.

Abi dan Sita mempersilakan Franda, Jovi, dan Adrian masuk ke dalam ruang rawat Rianty. Franda dan Adrian dengan senang hati masuk ke dalam. Sedangkan Jovi masih terdiam di tempat tak beranjak sedikit pun.

Sita menghampiri Jovi. Menepuk pundak Jovi membuat Jovi sedikit tersentak. Sita tersenyum pada Jovi. "Gimana hubungan kamu sama Rianty?"

Jauh dari kata baik. Bahkan sudah ditahap saling melepaskan. Tapi Jovi tidak ingin Sita mengetahui apa yang sudah terjadi antara dirinya dan Rianty. "Baik kok, tante," jawab Jovi bohong.

"Kenapa gak masuk?"

Jovi tersenyum canggung. "Nggak papa, tante."

"Tante minta tolong sama kamu ya, tolong jagain Rianty. Jangan sampe hal kayak gini terjadi lagi."

Tanpa Sita suruh pun Jovi pasti akan menjaganya. Tapi apakah masih pantas Jovi menjaganya saat Adrian sudah berada di sampingnya?

"Tante tenang aja, Jo pasti jagain Rianty. Rianty cewek kuat kok, kan tante juga perempuan kuat. Dia pasti bangun demi tante dan om," tutur Jovi.

"Masuk ya, Rianty butuh kamu," pinta Sita.

"Tapi-"

"Tante mohon," ucap Sita dengan tatapan sendu.

"Iya tante, Jovi masuk," balas Jovi sembari melangkah ragu untuk masuk ke dalam ruangan yang menampakkan sosok putri tidurnya disana. Hatinya terasa pilu, merasa bersalah saat melihat Rianty terbaring lemah seperti ini.

Franda menarik Adrian keluar dan membiarkan Jovi menemui Rianty. Awalnya Adrian akan menolak, tetapi saat melihat Jovi, Adrian tak menolak ajakan Franda.

"Hallo pesek! Sekarang jadi putri tidur beneran nih ceritanya? Kamu makin manis aja pas lagi tidur gini. Tapi kalo kamu tidur aku gak bisa dong berantem lagi sama kamu. Ayo dong bangun! Aku kangen banget sama kamu. Kangen panggil kamu pesek lagi. Kangen denger suara kamu. Kangen jailin kamu. Maafin aku ya, pasti kamu kayak gini karena aku kan? Maaf udah buat kamu tertekan. Maaf udah ngecewain kamu. Maafin kata-kata aku tadi pagi." Jovi bermonolog. Dalam hatinya berharap Rianty akan bangun dan mendengar semua perkataannya.

"Kamu capek banget ya sampe tidur lama gini? Kalo kamu bangun, aku gak akan ngecewain kamu lagi. Aku akan ikutin semua kata-kata kamu." Jovi merendahkan wajahnya dan mengecup kening Rianty cukup lama. Lalu menjauhkan kembali wajahnya.

"Ini ketiga kalinya aku cium kamu tanpa izin dulu sama kamu. Yang pertama waktu kamu tidur, terus yang kedua kamu teriak karena aku cium tiba-tiba. Dan ini yang ketiga, sama seperti ciuman yang pertama. Maaf ya aku gak sopan," Jovi terkekeh pelan. "Cepet sembuh sayang, aku tunggu kamu disini," ucap Jovi yang bertepatan dengan dokter yang masuk untuk memeriksa keadaan Rianty. Dengan berat hati Jovi meninggalkan ruang rawat itu.

Dokter sudah akan mengatakan bahwa Rianty masih belum ada perubahan. Tapi saat Jovi akan keluar, jemari Rianty bergerak kecil. Perawat yang melihatnya langsung memberi tau dokter tersebut. Dokter itu segera memberi perawatan intens kepada Rianty yang sudah mulai sadar. Abi dan Sita sangat bersyukur. Franda dan Adrian juga merasa lega dengan keadaan Rianty. Bahkan Jovi sudah meneteskan air mata haru dan senyum bahagianya. Sebelum ada yang melihat dia menangis, buru-buru Jovi menghapus jejak air matanya.

"Alhamdulillah anak bapak dan ibu sudah sadar sekarang, Rianty harus banyak istirahat. Tidak boleh banyak bicara dulu. Boleh masuk, tapi tolong jangan berisik karena akan mengganggu pemulihannya," jelas dokter yang menangani Rianty.

Abi, Sita dan Adrian masuk ke dalam ruangan dengan hati yang sangat lega. Rianty sudah membuka mata disana. Namun wajahnya masih terlihat pucat.

Jovi membalikkan tubuhnya dan akan beranjak dari sana. Tangan Franda mencegahnya. Franda menahan bahu Jovi yang akan meninggalkan tempat itu.

Dengan tatapan matanya Franda mengisyaratkan agar Jovi masuk ke dalam dan menemui Rianty. Jovi menggeleng lemah. Menoleh sepersekian detik kearah Rianty yang sedang tersenyum singkat pada Adrian.

"Lo aja yang masuk, gue tunggu di parkiran." Setelah mengatakan itu Jovi pergi begitu saja mengabaikan panggilan dari Franda.

"Sampe kapan lo nyiksa diri sendiri Jo, lo juga pantes bahagia sama orang yang lo sayang," lirih Franda prihatin sembari melihat punggung Jovi yang semakin menjauh.

Franda masuk dengan senyum yang mengembang kearah Rianty. Rianty pun membalas senyum itu dengan hangat.

"Jovi dimana?" tanya Rianty dengan suara yang masih serak. Adrian yang mendengarnya pun hanya bisa diam.

"Tadi gue mimpi Jovi ada disini, gue denger suara dia, dia bilang dia kangen sama gue, dia juga minta maaf sama gue," ungkap Rianty.

Hati Adrian seketika terasa nyeri. Disini ada dirinya, tapi kenapa pertanyaan pertama yang terlontar dari mulut Rianty itu adalah Jovi. Bahkan Rianty hanya menyebut nama Jovi tanpa melihat siapa yang ada di sampingnya sekarang.

Adrian undur diri. Perlahan melangkah keluar dari ruangan yang membuat hatinya sesak itu. Franda menyadari itu. Franda tau itu pasti berat untuk Adrian. Franda membiarkan Jovi dan Adrian menyendiri lebih dulu. Dengan begitu mereka bisa saling merelakan dan menentukan pilihan hatinya. Begitu pun dengan Rianty. Biarkan Rianty memilih siapa yang pantas untuk dipilih.

Franda tau hati Rianty sedang terbagi dua. Rianty sedang dalam keadaan bimbang. Dan dengan masalah keluarganya, membuat Rianty semakin tertekan. Tapi yang Franda tak habis pikir, mengapa Rianty nekat melakukan itu. Apa sakit yang Rianty rasakan sudah ada pada puncaknya? Rianty sangat lemah, tapi selalu berusaha terlihat kuat di depan orang banyak. Dia selalu ingin terlihat baik-baik saja, padahal fisik bahkan batinnya sedang tidak baik-baik saja.

*****

ADRIANTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang