Setelah merasa sudah lebih baik. Rianty memilih untuk kembali ke kelas. Padahal Jovi sudah membujuknya untuk pulang saja. Namun Rianty tetap kekeh ingin ke kelas saja. Katanya di rumah dia suntuk. Dan bingung mau ngapain.
"Nda, jangan bilang sama Faren ya. Gue takut aja nanti Faren keceplosan bilang ke El kalo gue tadi pingsan." Kata Rianty saat mereka berjalan di koridor sekolah.
"Iya, Ri. Yaudah gue duluan ya. Gue dijemput Faren soalnya." Pamit Franda pada yang lain.
"Ri, lo serius bisa pulang sendiri?" Tanya Naya yang merasa tak enak.
"Iya serius lah. Lo kira gue anak kecil yang gak tau jalan pulang." Jawabnya santai.
"Ya bukan gitu sih, Ri, tapi kan lo lagi sakit." Ucap April.
"Gue enggak papa. Lo berdua pulang duluan aja."
Dengan berat hati. April dan Naya pulang lebih dulu. April dijemput oleh sang kakak dengan motor. Jadi gak mungkin mereka naik motor bertiga. Sedangkan Naya ada jadwal modeling. Dan membuat Rianty harus pulang sendiri.
Sekedar info, Naya sudah dari kecil merintis karir menjadi model. Walaupun tubuhnya tidak setinggi model-model lain. Namun keahliannya sangat diakui. Dan banyak dicari.
Rianty duduk di halte menunggu bis atau angkutan umum lainnya. Tadinya ia ingin memesan ojek online tapi handphonenya mati karena lupa isi baterai.
Rianty menghela nafas. Belum ada angkutan yang lewat. Ia memainkan kakinya. Menendang-nendang kecil. Mencari kesibukan agar tidak bosan menunggu.
Setelah bosan menunggu, ada sebuah kendaraan berhenti tepat di depan halte tempat dimana Rianty menunggu. Rianty mendongak. Memasang wajah datar. Rianty masih kesal dengan kejadian kemarin. Pikirnya, kalau sudah ada yang punya kenapa harus deketin cewek lain.
Adrian bingung. Ia tidak tahu apa yang sudah ia lakukan kepada Rianty. Rianty mendiamkannya begitu saja. "Kenapa?" Tanyanya sudah tidak tahan.
Rianty menggeleng.
"Ayo, pulang!" Ajaknya.
"Gue bisa pulang sendiri." Jawabnya ketus.
"Lo kenapa sih?"
"Gue enggak papa." Rianty sangat geram. Bisanya Adrian bertingkah seperti tidak pernah terjadi apa-apa.
"Yaudah ayo, pulang!" Ajaknya lagi.
"Gue bisa pulang sendiri. Lo denger gak sih, ah?" Emosi Rianty mulai tidak terkendali.
"Lo marah soal kemarin? Lo cemburu?" Tanyanya.
Rianty tersenyum miring. "Marah? Ada hak apa gue marah sama lo? Terus lo bilang tadi apa? Cemburu? Emangnya lo siapa gue?"
"Iya terus lo kenapa?"
"Gue kan udah bilang gue enggak papa."
"Yaudah, ayo pulang!"
Adrian mendekat. Meraih lengan Rianty. Mengajaknya pergi dari sana. Namun Rianty menepisnya dengan cepat.
Namun perlakuan itu tak diindahkan oleh Adrian. Ia meraih lengan Rianty lagi. Rianty mencoba menepisnya. Tapi kali ini cengkeraman Adrian semakin kuat.
Jovi yang baru saja keluar dari area sekolah menyadari pertikaian itu. Langsung menghampirinya. "Ri, ayo pulang!" Ajaknya begitu saja saat melihat cewek yang sedang berseteru itu adalah Rianty. "Maaf ya buat lo nunggu lama." Lanjutnya.
Adrian mengendurkan cengkeramannya. Membuat Rianty melengos bebas menghampiri Jovi. Dan langsung naik di jok belakang Jovi yang masih kosong. "Ayo, pulang!" Pintanya saat sudah duduk anteng di belakang Jovi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADRIANTY
Teen FictionMencintaimu adalah hal terindah Merindukanmu sudah pasti kurasa Memilikimu hanya impian semata Bersamamu adalah harapanku juga ~Rianty Febriana~ Ini kisah Adrian dan Rianty yang diselingi oleh orang ketiga, tetapi menjelma sebagai tokoh utama. Start...