69

940 40 6
                                    

Happy reading zeyeng....

"Kita mau kemana sih?" tanya Rianty yang sedari tadi hanya dibalas senyuman oleh Jovi.

Rianty berdecak. "Senyum terus dari tadi dijawab juga gak," ujarnya sangat terlihat kesal.

Jovi terkikik geli melihat wajah kesal Rianty dari spion motornya. Mereka kini menunggangi motor kesayangan Jovi sejak masa putih abu-abu dulu. Motor ini banyak sekali kenangan dengan Rianty, itu sebabnya Jovi sangat menyayanginya.

"Sini tangannya," pinta Jovi yang melepaskan tangan kirinya untuk meminta tangan Rianty.

"Buat apa?"

"Gak kangen sama aku?" tanya Jovi balik membuat Rianty merona malu.

Jovi mengamit tangan Rianty. Melingkarkan tangan pada pinggangnya. Membawanya lebih dekat. "Kalo gini kan enak," ujarnya sembari tersenyum.

"Dasar modus!"

"Nggak papa modus yang penting kamu seneng, buktinya kamu gak ngelepasin," ujar Jovi menggoda.

"Dih, apaan sih?" sahut Rianty lalu berusaha melepaskan tangannya yang melingkar dipinggang Jovi, namun Jovi lebih dulu menahannya. "Jangan dilepas, aku masih kangen," kata Jovi menarik kembali tangan Rianty untuk memeluknya.

Rianty terkekeh walau setelahnya menjatuhkan kepalanya dibahu Jovi dengan nyaman. Jovi membawa motor itu pelan sehingga terasa lebih lama diperjalanan. Hingga sampailah mereka disebuah pantai yang indah.

"Tumben pantai, biasanya ngajak ke taman," ujar Rianty.

"Taman mah tempat kamu sama Adrian, kalo sama aku beda lagi dong," sahut Jovi.

Rianty melengos. Memutar bola matanya malas. Mereka kini berjalan berdampingan menyusuri bibir pantai. Deburan ombak yang menyapu kaki mereka seakan mengalun mesra. Tangan Jovi pun tak pernah lepas dari jemari lentik Rianty.

"Maaf," lirih Jovi yang kini sudah merunduk di samping Rianty.

Rianty langsung menoleh. "Untuk apa?"

"Karena udah ninggalin kamu tanpa pamit," ujar Jovi kini lebih serius.

Rianty diam. Memandangi Jovi lebih lekat. Dan setelahnya kembali bersuara. "Ada yang mau kamu omongin lagi?" tanya Rianty.

Kali ini Jovi yang hanya diam menatap Rianty. Menghela nafasnya lelah. Dan mulai menceritakan apa yang terjadi. "Mungkin Franda udah cerita lebih singkatnya kenapa aku pindah. Dan alasan lain itu karena Mama. Aku gak bisa liat Mama terus-terusan sedih mikirin Papa. Sedangkan Papa seneng-seneng aja sama istri barunya."

"Waktu itu yang ada dipikiran aku cuma Mama dan Rain. Aku gak tau harus apa lagi, jadi kami mutusin untuk pindah ke Bandung," lanjutnya.

"Kamu tau gak kalo selama disana aku tuh bertahan hidup untuk kamu. Aku bahkan janji sama diri aku sendiri untuk temuin kamu suatu saat nanti. Dan ini saatnya, bahkan aku lebih beruntung dari itu," ujarnya sambil terkekeh.

"Terus soal yang di taman kemarin?"

Jovi tertawa geli saat mengingat kejadian taman kemarin. "Sebenernya aku yang ngikutin kamu sama Adrian, tapi sayangnya aku emang gak bisa sembunyi dari kamu, ya jadi ketauan deh," ujar Jovi. "Mata kamu jeli juga ya bisa nemuin aku."

"Dasar!" cibir Rianty. "Emang aku ngerasa ada yang ngikutin gitu selama pergi kemarin tapi aku gak bilang apa-apa ke Adrian. Karena aku pikir cuma firasatku aja. Eh gak taunya bener kan kamu yang ngikutin."

"Maaf, hehe," ucap Jovi merasa bersalah. "Naik kesana yuk!" ajak Jovi membawa Rianty menaiki sebuah bukit yanga ada di dekat pantai itu.

Nafas Rianty cukup terengah-engah setelah sampai di puncak bukit itu. Jovi langsung terduduk. Melihat Rianty yang begitu cantik dari tempatnya duduk dengan pantulan sinar jingga matahari yang sebentar lagi tenggelam.

ADRIANTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang